(Syaikh DR. Abu Abdillah Khalid Adh Dhahawi Al Kuwaiti)
بسم ا لله الرحمن الرحيم. الحمد ا لله و صلا ة و سلام على رسو ل ا لله و على آله و صحبه و من ا تبع هدا ه. أما بعد.
Diantara pertanyaan yang diajukan oleh saudara-saudara kalian adalah
satu hal yang penting, yaitu permasalahan yayasan Ihya’ut Turots.
Permasalahan ini meresahkan banyak Salafiyyin di berbagai negara. Jangan
kalian menduga bahwa masalah ini hanya menimpa negara kalian
(Indonesia, pent.) saja, bahkan kejahatan Ihya’ut Turots sebagai yayasan
yang berbahaya telah meluas dan terdapat di mayoritas negara yang
tersebar padanya dakwah Salafiyyah.Yayasan ini mempunyai pengaruh di Kuwait dan inilah sumbernya. Begitu pula di Yaman, Sudan, Mesir, Bangladesh dan di mayoritas negara yang padanya Salafiyyin tersebar. Sikap terhadap yayasan ini sangatlah jelas dan tidak ada keraguan karena permasalahan ini adalah permasalahan antara Salafiyyin dan Hizbiyyin.
Barangsiapa yang melihat dan mempelajari keadaan yayasan ini, memperhatikan kondisinya dan meneliti sikap-sikap dan tujuannya, niscaya dia akan mengetahui bahwasannya yayasan ini tidaklah berada di atas jalan kebaikan.
Tujuan dari yayasan ini buruk dan manhajnya menyimpang dari jalan yang lurus. Yayasan ini telah banyak menyelisihi prinsip-prinsip yang diyakini Ahlussunnah.
Yayasan Ihya’ut Turots Menyelisihi Ahlussunnah Dalam Hal Ketaatan Kepada Pemerintah
Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam permasalahan ketaatan kepada pemerintah dan telah kita bahas di dalam Kitabul Imarah (kitab Shahih Muslim) bahwasanya ketaatan kepada pemerintah termasuk perkara penting. Maka mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam perkara ini dengan mengadakan pemimpin-pemimpin yang dibai’at untuk mengurus masjid-masjid atau daerah-daerah. Mereka memiliki sistem bai’at dan pemerintahan tersendiri yang mereka namakan tidak sesuai dengan hakekatnya, seperti mereka namakan dengan tanzhim (pengaturan), ‘ahd, mitsaaq, wafaa’ (ikatan janji) atau yang semisalnya. Ini semua hanyalah menamai sesuatu yang tidak sesuai dengan hakekatnya. Padahal sebenarnya semua itu adalah sistem pemerintahan (yang menyelisihi pemerintahan resmi negara, pent).
Kami (Syaikh Kholid, pent.) langsung menyaksikan fenomena ini sehingga tidak perlu seorangpun mendustakan dan mengingkarinya. Sebagai contoh yang terjadi di tempat kami di Kuwait, sejak dulu hingga sekarang mereka menjadikan di setiap masjid seorang amir (pemimpin) dan tidak boleh seorangpun menyelisihinya. Jika engkau menyelisihinya, maka engkau dianggap berdosa. Sang amir masjid ini memiliki amir di atasnya lagi, yaitu amir kota (wilayah) dan amir kota ini yang mengatur dan memerintah para amir masjid tersebut. Sedangkan, para amir kota juga mempunyai atasan lagi yaitu amir yayasan. Demikianlah, bahkan walau untuk urusan berkunjung dan bersilaturahmi pada sanak kerabatpun engkau tidak boleh melakukannya kecuali dengan meminta izin kepada amir tersebut, jika tidak, maka engkau dianggap berdosa.
Ini semua adalah perkara bid’ah yang tidak pernah dikenal di kalangan generasi shahabat ataupun setelahnya. Pernahkah kalian mendengar bahwa di masjid Quba ada amir-nya? Atau pernahkah kalian mendengar bahwa ada amir di setiap masjid di zaman Abu Bakar Radhiallahu‘anhu? Yang ada adalah kepemimpinan secara umum dan kekhilafahan (yang sah, pent.), serta adanya amir yang ditugaskan pemerintah untuk kota dan daerah. Adapun sistem pemerintahan yang mereka buat ini adalah pemerintahan bid’ah yang tidak sesuai dengan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah. Bahkan, hal itu adalah salah satu bentuk pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Telah kami sebutkan ucapan Syaikh Hammad Al-Anshori Rahimahullah ketika aku tanyakan kepada beliau tentang hal ini, maka beliau menjawab: “Hendaknya dibunuh yang terakhir muncul dari keduanya.” Ini termasuk dalam bab yang dianggap beliau sebagai pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Pemerintahan propaganda yang mereka terapkan ini telah ditulis dalam satu buku oleh Muhammad bin Hamud An-Najdi. Demikian pula Abdullah bin Sabt telah mengarang satu buku untuk hal ini dan banyak lagi dari mereka yang menulis buku dan berbicara di dalam muhadharah-muhadharah yang terekam yang semua itu dengan satu tujuan untuk mengokohkan pemerintahan mereka tadi. Ini adalah penyelisihan mereka terhadap pemahaman Ahlussunnah.
Yayasan Ihya’ut Turots Menyelisihi Ahlussunnah Dalam Menyikapi Orang Yang Menyimpang
Permasalahan lain yang mereka menyelisihi Ahlussunnah adalah dalam menyikapi orang yang menyimpang. Ahlussunnah memiliki sikap yang jelas terhadap orang yang menyimpang, seperti sikap terhadap Hizbiyyin, Takfiriyyin, Quthbiyyin dan orang-orang yang memerangi Ahlussunnah. Sedangkan pada yayasan ini, sikap mereka berbeda dengan sikap para ulama salaf. Mereka mengundang Hizbiyyin untuk menyampaikan muhadharah. Mereka mengadakan muktamar dan seminar-seminar serta mengundang di daerah kami Abu Ishaq Al-Huwaini (http://img77.imageshack.us/img77/345/abiishaqatturatsjk0.jpg) dan Muhammad Hassan yang memuji Sayyid Quthub dan mencela para masyaikh Ahlussunnah seperti Syaikh Rabi’ dan semisal beliau.
Demikian pula, mereka mengundang Muhammad Shofwat Nuruddin (orang ini telah wafat), ketika dia datang dan menyampaikan muhadharah di Kuwait dia berkata:
“Perpecahan umat dan beragamnya kelompok-kelompok dalam Islam adalah fenomena yang sehat.”
Ini jelas menyelisihi sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang perpecahan dan memerintahkan untuk bersatu.
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah-belah setelah datang kepada mereka keterangan”.(QS Ali Imran 105)
Allah melarang dari perpecahan, namun orang ini justru berkata bahwa perpecahan adalah fenomena yang sehat. Pemahaman ini diambilnya dari Abdurrahman Abdul Khaliq (dedengkot Ihya’ut Turots, pen.). Dan janganlah seseorang menduga bahwa kesalahan, kekeliruan dan kejahatan ini hanya terbatas pada Abdurrahman Abdul Khaliq saja. Sungguh, ada beberapa orang lagi yang keluar dari manhaj ini walaupun Abdurrahman adalah sebagai pendahulu mereka dalam kesesatan ini. Kita mohon keselamatan kepada Allah.
Inilah sikap mereka terhadap orang-orang yang menyimpang, bahkan mereka tidak suka membicarakan dan mentahdzir orang-orang yang menyimpang dan para Hizbiyyin. Mereka anggap itu adalah perbuatan memecah belah umat. Inilah sikap yang mereka serukan di daerah kami. Mayoritas kalian yang datang dari Yaman tentu mengenal Al-Mahdi dan Al-Maqtiri serta sikap keduanya terhadap Ahlussunnah wal Jama’ah dan dakwah Syaikh Muqbil. Sungguh, mereka telah datang ke Kuwait berkali-kali dan mengadakan seminar serta muhadharah.
Semua ini adalah bentuk penyimpangan terhadap manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah. Mereka mencoba di Yaman dengan membentuk yayasan Al-Hikmah dan menyalurkan bantuan-bantuan padanya serta menerbitkan majalah Al-Furqon. Thariq Al-Isa setelah kunjungannya ke Yaman dan mendatangi yayasan Al-Hikmah dia kembali ke Kuwait dan menulis di majalah Al Furqon dengan memuji yayasan Al Hikmah dan sepak terjang dakwahnya.
Demikianlah, mereka selalu akrab dengan orang-orang yang menyimpang dan selalu memerangi Ahlussunnah. Maka, ini adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip Ahlussunnah dalam menyikapi orang-orang yang menyimpang yang diselisihi oleh mereka .
Yayasan Ihya’ut Turots Menyelisihi Ahlussunnah Dalam Menyikapi Salafiyyin
Termasuk penyelisihan mereka terhadap Ahlussunnah adalah sikap mereka terhadap Salafiyyin. Engkau tidak akan mendapati mereka mau menolong Salafiyyin dan tidak pula engkau dapati sikap terpuji mereka terhadap ulama Ahlussunnah. Engkau tidak akan dapati mereka mengadakan muhadharah dengan masyaikh Ahlussunnah yang dikenal. Bahkan, mereka berupaya dengan sungguh-sungguh di berbagai daerah untuk memecah belah Salafiyyin dengan harta mereka dan inilah kenyataannya.
Mereka memecah-belah Ahlussunnah setelah sebelumnya bersatu di bawah bimbingan seorang ‘alim di Bangladesh (telah wafat, Rahimahullah). Mereka datang dan memikat orang–orang yang mencintai harta, inilah metode mereka. Mereka mendatangi sekelompok Ahlussunnah dan melihat siapa yang suka harta sehingga mereka dapat merekrutnya dan memberikan harta kepadanya. Mereka memecah belah Ahlussunnah, mereka datang kesana dan merekrut Asadullah Al-Ghalib dan orang-orang yang bersamanya sehingga berpecahlah Salafiyyin menjadi dua kelompok. Di Mesir mereka merusak Anshorus Sunnah, dan saat ini Anshorus Sunnah menjadi politikus-politikus. Mereka membela Abdurrahman Abdul Khaliq dan menyebarkan buku-bukunya serta berpendapat dengan pendapatnya sebagaimana yang aku nukilkan dari Muhammad Shofwat Nuruddin dan selainnya.
Maka, mereka menyimpang disebabkan harta dari yayasan ini. Demikian pula di Sudan, Anshorus Sunnah di Sudan telah rusak disebabkan Ihya’ut Turots hingga mereka menyanjung dan memuji At-Turabi (pembesar Ikhwanul Muslimin Sudan, ed.) dan mereka mulai masuk ke lingkaran politik.
Mereka juga berupaya merusak Ahlussunnah di Yaman, tetapi Allah memalingkan tipu daya mereka dan hanya mampu mempengaruhi orang–orang yang terfitnah dengan harta, serta mendirikan yayasan disana sebagaimana yang telah aku sebutkan. Mereka datang kepada Syaikh Muqbil dan menawarkan bantuan, tetapi Syaikh menyadari bahwa mereka menginginkan syarat dan ingin mengikat dengan harta bantuan itu sehingga Syaikh menolak dan tidak mau menerima bantuan tersebut. Dan ini adalah perkara yang harus diperingatkan darinya yaitu masalah harta. Mereka sibuk mengumpulkan harta para muhsinin (dermawan) dan orang-orang yang baik untuk digunakan memecah belah Salafiyyin dengan cara mendatangi sekelompok Salafiyyin dan menawarkan harta kepada mereka. Salafush Shalih telah memperingatkan dengan keras tentang hal ini, sebagaimana yang telah diucapkan oleh Abdullah bin Al-Mubarok Rahimahullah: “Jangan sampai Ahlul Bid’ah memiliki jasa terhadapmu!”.
Terkadang mereka datang menawarkan bantuan dan berkata bantuan ini tanpa syarat. Mereka bangun markas dan masjid untukmu, setelah itu baru engkau menyadari ini adalah masalah harta yang jika engkau memulai proyek pembangunan, maka engkau akan membutuhkan harta tambahan hingga engkau pun akan butuh kepada orang yang membantumu di awal pembangunan. Disaat itulah mereka akan mencengkeram lehermu hingga engkau tidak mampu melepaskan diri.
Mereka tidak akan mau membantumu dan menawarkan harta kepadamu kecuali karena mereka ingin engkau juga membantu mereka. Pernahkah engkau tahu ada seseorang yang Ihya’ut Turots telah membangunkan baginya masjid dan markas, lalu dia mampu berkata: “Kami tidak punya hubungan dengan At-Turots?”
Apakah dia mampu untuk memperingatkan umat dari Ihya’ut Turots?
Demikian pula (apakah dia mampu, pen.) mengadakan muhadharah Syaikh Rabi’, Syaikh Ahmad (bin Yahya An-Najmi, pen.) atau Syaikh Zaid (bin Muhammad Al-Madkhali, pen.)?? Dia tidak akan mampu melakukannya! Disebabkan bantuan harta yang diambilnya dari mereka sehingga dia berada di bawah pengaturan mereka dan bertindak sesuai kemauan mereka.
Mereka mengubah orang ini dan memalingkannya serta memisahkannya dari Ahlussunnah.
Maka, sudah seharusnya para ikhwah sekalian bertekad untuk tidak mengambil bantuan dari mereka. Sungguh, Allah Maha Kaya, di tangan-Nya lah segala kekuasaan. Kemuliaan hanya bagi orang-orang yang beriman, maka janganlah kalian mengambil apapun dari mereka walaupun kalian harus belajar di bawah pohon. Jangan kalian biarkan mereka mempunyai jasa terhadap kalian karena sebagaimana yang kita katakan tadi bahwa tidaklah mereka mau membantu kecuali dengan syarat-syarat dan untuk tujuan menyesatkan dan memecah-belah.
Adapun jika mereka mengetahui bahwasanya engkau adalah seorang Salafy yang sesungguhnya dan engkau selalu bersama masyaikh Ahlussunnah, maka mereka tidak akan mau bersamamu dan tidak akan menolongmu.
Inilah kenyataan yang terjadi pada yayasan Ihya’ut Turots.
(Dikutip dari terjemahan al Ustadz Faishal Jamil Al Maidani dari muhadharah Syaikh Dr. Abu Abdillah Khalid Adh Dhahawi Al Kuwaiti pada tanggal 2 September 2006 atau 8 Sya’ban 1427 H di Mahad Al Anshar, Sleman. Beliau adalah da’i yang tinggal di Kuwait, alumnus Jami’ah Islamiyyah Madinah, webmaster situs Asy Syaikh Rabi ibn Haadi www.Rabee.net )
Sumber: http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1167
Yayasan Ihya’ut Turots Selalu Menjadi Musuh Salafiyyin
Demikian pula, keberadaan mereka yang selalu menjadi lawan Salafiyyin di mayoritas tempat, contohnya di Kuwait. Mereka sungguh berbeda dengan kami, bagi mereka kelompok mereka dan bagi kami para ikhwah dan pemuda Salafiyyin. Sedikitpun mereka tidak ada hubungan dengan kami, bahkan mereka mentahdzir kami dan para masyaikh sunnah. Mereka mentahdzir Syaikh Rabi’ dan senantiasa memuji Abdurrahman Abdul Khaliq.
Adapun ucapan mereka, “Kami telah meninggalkan Abdurrahman Abdul Khaliq.” Ini adalah sebuah lelucon yang nyata karena Abdurrahman Abdul Khaliq jelas berada di yayasan Ihya’ut Turots, bahkan mempunyai kedudukan di Lajnah ‘Ilmiyyah Ihya’ut Turots. (red, inilah pengakuan Abdurrahman di situsnya sendiri: http://img464.imageshack.us/img464/1181/buktidisalafinetbahwaabft2.gif )
Terkadang jika engkau menelepon untuk meminta fatwa, maka mereka akan mengarahkanmu kepada Abdurrahman Abdul Khaliq sebagai penghormatan terhadapnya, dia ada dan tinggal di tengah-tengah mereka.
Tidak benar kalau mereka berkata: “Kami telah meninggalkannya.”
Bahkan, ada markas cabang Ihya’ut Turots yang menyelenggarakan muhadharah dan seminar bagi Abdurrahman Abdul Khaliq. Dengan ini jelaslah bahwa omongan mereka, “kami telah meninggalkan Abdurrahman Abdul Khaliq”, ibarat melemparkan debu ke mata hingga orang tertipu dengannya.
Orang mengetahui kesesatan Abdurrahman Abdul Khaliq dan mayoritas Salafiyyin mengetahui bahwa dia telah menyimpang. Asy Syaikh Bin Baaz, Asy Syaikh Al Fauzan, Asy Syaikh Rabi’, Asy Syaikh Al Faqihi, Asy Syaikh As Suhaimi dan Asy Syaikh Al Albani telah menjarh Abdurrahman Abdul Khaliq.
Mereka tidak mempunyai tipu daya lagi kecuali dengan mengatakan bahwa kami telah mengusir Abdurrahman Abdul Khaliq, padahal dia adalah saudara mereka yang mereka dan syaikh yang utama di kalangan mereka.
Dengan pengakuan ini mereka ingin memalingkan para pemuda karena mereka tidak akan bisa masuk kepada pemuda Salafiyyin kecuali dengan menyebarkan berita dusta bahwa “Kami telah mengusir Abdurrahman Abdul Khaliq”.
Maka dengan ini kita harus bersikap tegas untuk tidak berhubungan dengan yayasan ini. Demikian pula, terhadap orang yang berhubungan dan bekerjasama dengan mereka padahal dia mengetahui keadaan mereka dan mendengar ucapan–ucapan ulama tentang mereka.
Kita tidak akan membiarkan mereka merusak saudara-saudara kita Salafiyyin dan menipu mereka dengan yayasan ini.
Sesungguhnya, kita – demi Allah – sudah merasa cukup dengan masyaikh Ahlussunnah dan buku-buku Ahlussunnah dan kita tidak membutuhkan harta yayasan ini.
Kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar memberi kita rezeki dengan keutamaannya dan menjadikan kita berkecukupan serta tidak memerlukan orang-orang yang ingin menyesatkan Salafiyyin dengan harta mereka.
Adapun jika mereka berdalil dengan fatwa ulama yang mendukung Ihya’ut Turots, maka kita katakan:
“Sungguh, kebenaran tidak diambil dari para tokoh, tetapi para tokoh itu yang diukur dengan kebenaran”.
Menghukumi suatu masalah dengan melihat kenyataannya. Kami mengenal baik yayasan ini dan kalian pun mengenalinya dan mengenali sikap fanatiknya dan penyimpangannya dalam melawan sunnah dan Salafiyyin. Sehingga, jika ada yang datang kepada kita dan memuji mereka, tentu kita tidak akan menerimanya hanya semata-mata rekomendasi dan pujian.
Sesungguhnya, mereka mendatangi orang ‘alim dan menampakkan diri bahwa mereka berada di jalan Ahlussunnah dan menulis manhaj dan aqidah Ahlussunnah.
“Yang menjadi ibrah bukanlah ucapan dan apa yang tertulis, tetapi yang menjadi ibrah adalah perbuatan dan sepak terjang kalian. Inilah sikap kalian terhadap orang yang menyimpang. Inilah sikap kalian terhadap Ahlussunnah, maka inilah yang menjadi ibrah.
Sedangkan, jika kalian berpenampilan bukan dengan penampilan kalian yang sebenarnya dan kalian mendatangi ulama untuk mendapatkan rekomendasi dari Ahlussunnah, sungguh jika datang seseorang kepada orang ‘alim dengan pengakuan seperti itu pastilah orang ‘alim itu akan berkata: ‘Jazakallahu khairan, ini adalah manhaj yang baik,” lalu mereka akan mengambil ucapan ini dengan beranggapan bahwa orang ‘alim ini telah memberikan rekomendasi.
Kita memiliki kaidah dan para ulama salaf juga telah meletakkan kaidah.
Diantara kaidah tersebut adalah:
“Kebenaran tidak dikenal dari seorang tokoh, tetapi seorang tokoh itu dikenali dengan kebenarannya.”
“Kritikan yang terperinci lebih didahulukan daripada pujian secara umum.”
Jika datang seseorang kepada kita dan berkata:
“Demi Allah tidaklah aku melihat keburukan mereka sedikitpun dan tidaklah aku ketahui kecuali mereka di atas kebaikan”,
(maka kita katakan, pen.): “Sungguh hujjah bukanlah pada ucapanmu tetapi hujjah bagi siapa yang mengetahui hakekat yang sebenarnya,
“Orang yang mengetahui lebih didahulukan ucapannya daripada yang tidak mengetahui.”
Kemudian – jika kita melihat kenyataan -, sungguh tidak seorangpun dari ahlul bid’ah yang menyimpang, maka akan ada perselisihan tentangnya. Maksudnya bahwa mayoritas mereka (ahlul bid’ah, pen.) yang ada sekarang sungguh masih ada perselisihan tentang mereka.
Kalaulah menyikapi masalah ini dengan kaidah kalian bahwasanya, “Masih ada ulama yang memuji yayasan Ihya’ut Turots sehingga tidak boleh membicarakan keburukannya”, maka kalau begitu di sana juga ada ulama yang memuji Sayyid Quthb, bagaimana menurut kalian?
Ada juga ulama yang memuji Abdurrahman Abdul Khaliq, apa berarti tidak boleh membicarakannya?
Kalau Turotsi (orang-orang yang ikut atau membela Ihya’ut Turots, pen.) ini berkata, “tidak boleh membicarakan kejelekan Ihya’ut Turots karena ada ulama yang merekomendasinya”, niscaya akan datang kepadanya seorang Sururi menghujatnya dengan berkata: “Kalau begitu tidak boleh pula membicarakan kejelekan syaikh Salman Al-Audah dan Safar Hawali karena ada juga ulama yang merekomendasikannya” – dia membawakan rekomendasi tertulis dari sebagian ulama -. Maka bagaimana menjawab alasan ini?
Turotsi ini tidak akan mempunyai jawaban kecuali dengan berkata bahwa yang menjadi ibrah adalah kenyataan yang ada dan bahwasanya rekomendasi-rekomendasi itu tidak berguna kalau kenyataannya menyelisihi jalan Ahlussunnah, bahkan menyelisihi prinsip imam dan ‘alim yang merekomendasikannya.
Apabila dia terus berpegang dengan pendapat bahwa rekomendasi bisa mencegah untuk membicarakan seseorang, berarti kita nyatakan bahwa rekomendasi juga bisa mencegah untuk membicarakan Abdurrahman, Sayyid Quthb, Salman (al Audah, pen.), dan selain mereka dari kalangan Sururiyyin, Quthbiyyin, Takfiriyyin dan qiyaskanlah ke yang lainnya!
Penutup
Dengan ini jelaslah bahwa adanya perselisihan pada suatu masalah tidak memberi pengertian bahwa kebenaran tidak jelas pada masalah itu dan tidak pula menyebabkan kita tidak bersikap.
Janganlah ada yang menduga bahwa masalah ini adalah ijtihadiyyah karena telah nyata bukti-bukti yang menunjukkan kesesatan yayasan ini dan penyimpangannya dari jalan Ahlussunnah.
Ini bukanlah masalah ijtihadiyyah yang setiap orang boleh berkata dengan pendapatnya dan orang yang menyelisihinya dilarang untuk menentangnya. Tidak! Masalah ini adalah masalah yang jelas yang menyelisihi Ahlussunnah dan kita harus berhati-hati dari mereka.
Pada hakekatnya yang memecah-belah bukanlah Ahlussunnah karena Salafiyyin adalah orang-orang yang paling bersemangat untuk tegaknya persatuan. Mereka datang seraya berkata: “Dengan tahdzir kalian terhadap Ihya’ut Turots, Salman, Quthbiyyin, dan Ikhwanul muslimin, semua itu telah menjadi sebab terpecah belahnya umat.”
Sungguh perkataan itu tidak benar karena Ahlussunnah adalah orang-orang yang sangat bersemangat untuk persatuan. Persatuan di atas Al Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih dan bukan persatuan ala Hasan Al Banna dan yang semisalnya dengan semboyan:
“Kita bersatu di atas apa yang telah kita sepakati dan kita saling toleransi pada apa yang tidak kita sepakati”, tetapi kita bersatu di atas sunnah.
Termasuk faktor utama terwujudnya persatuan adalah memutuskan sebab-sebab perpecahan. Dan termasuk dari sebab munculnya perpecahan adalah penyimpangan, kebid’ahan dan fanatisme golongan. Dan semua ini termasuk dari sebab munculnya perpecahan.
Dengan ini barangsiapa yang datang kepada kita dengan fanatisme golongan, maka dialah yang menyebabkan perpecahan dan memecah belah Salafiyyin. Sedangkan tahdzir dari Salafiyyin dalam hal ini hukumnya wajib!! Bahkan, tahdzir adalah termasuk sebab bersatunya manusia di atas kebenaran.
Dan termasuk sebab terbentuknya persatuan adalah dengan mentahdzir orang-orang yang meyimpang dan mentahdzir ahlul bid’ah.
Oleh karena itu, Ahlussunnah sepakat untuk mentahdzir ahlul bid’ah karena engkau tidak akan mampu mempersatukan manusia di atas kebaikan kecuali engkau telah memisahkan antara yang haq dan yang bathil. Di dalam hadits telah disebutkan bahwa di antara sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memecah belah di antara manusia. Maksudnya adalah beliau memisahkan antara yang haq dan yang bathil.
“Katakanlah, telah datang kebenaran dan telah sirna kebatilan, sungguh kebatilan pasti akan sirna” {Al-Israa’:81}.
Kebatilan dan kebenaran tidak akan mungkin bersatu. Jika bersatu berarti menunjukkan orang tersebut tidak berada di atas jalan Ahlussunnah, yaitu jalannya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Salaf selalu membedakan antara haq dan batil dengan cara memperingatkan umat dari yang batil sehingga kebatilan tidak lagi mampu menyesatkan dan menjauhkan manusia dari jalan Salafus Shalih dan dari jalan kebenaran.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis lurus kemudian membuat garis lain di kanan dan kirinya seraya berkata: “Setiap jalan ini ada syaithan yang menyeru kepadanya”. Kalau begitu di sana ada banyak jalan yang padanya syaithan menjauhkan manusia dari jalan Ahlussunnah dan memecah belah manusia. Dengan ini apakah aku harus diam atau mentahdzir umat dari jalan-jalan itu?
Adalah wajib bagiku untuk mentahdzir umat dari jalan-jalan itu agar manusia tidak akan masuk dan menuju kepada jalan-jalan itu jika kita memperingatkan umat darinya.
Adapun kalau kita diam, niscaya akan terbentuklah jalan-jalan itu dan manusia akan berpecah belah, setiap hari berkelompok-kelompok. Sedangkan kewajiban kita semua adalah berada pada satu barisan dan memperingatkan umat dari Ahlul Bid’ah. Dan temasuk dari sebab persatuan adalah memperingatkan umat akan bahayanya Ahlul Bid’ah.
(Dikutip dari terjemahan al Ustadz Faishal Jamil Al Maidani dari muhadharah Syaikh Dr. Abu Abdillah Khalid Adh Dhahawi Al Kuwaiti pada tanggal 2 September 2006 atau 8 Sya’ban 1427 H di Mahad Al Anshar, Sleman. Beliau adalah da’i yang tinggal di Kuwait, alumnus Jami’ah Islamiyyah Madinah, webmaster situs Asy Syaikh Rabi ibn Haadi www.Rabee.net)
Sumber: http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1168
Semoga para pembela dan pendukung Ihya’ut Turats segera bertaubat kepada Allah Ta’ala, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.