Halaman

Selasa, 29 November 2011

Audio Bimbingan Ulama dan Asatidzah Dalam Menghadapi Fitnah Manhaj di Jakarta dan Sekitarnya


Audio Bimbingan Ulama dan Asatidzah
Dalam Menghadapi Fitnah Manhaj di Jakarta dan Sekitarnya Oktober - 9 - 2011


Alhamdulillah ‘alani’matillah.
Sebelum kami tampilkan link lengkap terkait fitnah Hizbi Sururi Rodja yang telah ditegaskan berungkali oleh asatidzah hafizhahumullah sebagai Hizbi Sururi serta ucapan terima kasih Asy Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah kepada orang yang melarang mendengarkan Radio Hizbi, maka:
Pada kesempatan ini kami merasa penting untuk menyampaikan kalimat taubat dan berlepas diri dari pernyataan pada file yang pernah kami sebarkan dengan judul “apakah yazid jawaz seorang ulama salaf.mp3” dimana pada bagian tengah terucap ucapan ustadz Dzulqarnain: “…kalau Yazid Jawas..Salafy tapi Salafynya goncang” karena sesungguhnya yang kami yakini sampai saat ini tidaklah demikian, bahkan Yazid Jawaz adalah salah satu dari para pembesar Hizbi Sururi di negeri ini sebagaimana penjelasan dari para asatidzah dan bukti-bukti yang kita pegang dan arsipkan.
Sungguh fitnah Sururi Rodja yang sengaja disebarkan ke tubuh Salafiyyin telah membuat para ikhwah di Jabobeka terpecahbelah dan cukuplah bukti rekaman sekian asatidzah (seperti halnya al ustadz Muhammad As Sewed yang pada hampir setiap kajian beliau terus ditanyakan masalah ini, Al Ustadz Askari, Al Ustadz Afifuddin, Al Ustadz Luqman Ba’abduh, Al Ustadz Usamah Faishol Mahri, Al Ustadz Dzul Akmal hafizhahumullah) yang membahas dan memperingatkan dengan keras agar jangan sampai para ikhwah sekalian membinasakan diri dengan masuk ke lubang hizbiyyah tersebut. Itu adalah bukti betapa sayangnya mereka kepada ummat walaupun kita juga menyaksikan betapa jahatnya dan kejamnya da’i yang malah menyuruh dan menggiring Salafiyyin untuk terjun ke lubang-lubang hizbiyah yang ada. Ini bukanlah hal yang mengherankan karena memang sebagiannya memiliki dan menjalin hubungan dengan para da’i hizbi yang menyimpang. -Kekerasan fisik- Ibu tiri tak sekejam -kekerasan manhaj- (sebagian da’i) ibukota.
Belum lagi fitnah Rodja mereda, muncul lagi fitnah yang diletuskan oleh Munajat dengan dukungan penuh milis an-nashihah (yang sebagian ustadznya adalah pengelola majalah Akhwat dan situs al-atsariyyah.com) manakala dirinya kalap membabi buta ketika melakukan pembelaan terhadap situs al-atsariyyah.com (sebagian redaksinya adalah kru majalah Akhwatnya) yang mempublikasikan dan menyebarluaskan artikel dari situs Sururi dan milis Sururi!
Sungguh dia telah menyakiti Ahlussunnah Indonesia ketika berusaha mendiskreditkan dan memberikan gambaran-gambaran yang jelek lagi buruk kepada SELURUH ASATIDZAH AHLUSSUNNAH yang dulu pernah terlibat di dalam fkawj dan telah bertaubat!!!
Simak saja sebagian ucapannya yang keji: “ya afwan saja… sekarang bukan lagi jamannya utk taklid pada semua perkataan atau perintah ustadz, apalagi ustadz majhul, ingatlah sudah lewat jaman kegelapan fkawj yang waktu itu disebabkan kegelapannya oleh ustadz kita sendiri, maka jangan sampai atsar-atsar jeleknya terbawa hingga saat ini, terlebih jika masih terbawa oleh para da’i yang terlibat dahulu, karena memang sekalipun sudah taubat tapi terkadang atsar itu sulit hilang begitu saja.”
Ini adalah upaya kasar dan kotor yang terang-terangan dilakukannya untuk menjauhkan dan memisahkan Salafiyyin dari para asatidzah yang ada.
Tidak wahai Munajat, bahkan atsar Sururiyyah itu sulit hilang begitu saja!
Engkau telah menuntut dengan keras kepada ikhwah (dan asatidzah yang majhul bagimu!) di milis Salafy indonesia agar bersikap ilmiah dengan bukti dan hujjah. Maka aku (yang sama sekali bukan anggota milis tersebut) akan membantu keinginanmu.
Kutanyakan kepadamu mengapa seorang ustadz Salafy berlangganan milis Sururi?
Rajin taklim dengan radio Sururi?Apakah hendak membantahnya ataukah mengambil faidahnya untuk kemudian disebarkan kepada umat melalui website resminya?
http://www.4shared.com/document/MMSxTEnF/alatsariyyah_merujuk_sururiyah.html
Atau malah jadi salesnya? Menyebarluaskan syubhat hizbiyyah melalui Blackberry Messengernya?
http://www.4shared.com/document/6PKOXTbq/SALES_RODJA.html
Boro-boro “mereka mengingkari Sururiyah”wahai Munajat, malah berpromosi melingkari kan?
Ini bukanlah mencari-cari aib wahai Munajat, bahkan ini adalah upaya mereka yang tak malu dalam mempertontonkan dan menyebarluaskan aib manhajnya sendiri yang tak sehat agar umat tersesat!
Meng SMSluaskan, Mengcopy-paste dan mempublikasikan di situs resmi lembaganya (bukan blog pribadi!) agar Salafiyyin membaca dan merujuk pada Sururi yang asli!!
Lalu apa hubungannya penyimpangan terkini tersebut dengan taubat masa lalu asatidzah dan fkawj sebagaimana bualan kejimu?
Benar, ini adalah kelicikan an-nashihahnya Munajat untuk memalingkan Salafiyyin dari penampakan manhajnya yang tak shihat.
Nasehat asatidz agar berhati-hati dari situs yang saat ini mengambil dan mempropagandakan artikel dari situs-situs Hizbi-Sururi ditanggapinya dengan menyingkap kejadian masa lalu dan melumurinya dengan gambaran miring lagi keji terhadap segenap asatidzah yang kita semuanya telah bertaubat kepada Allah Ta’ala.
Sungguh yang dia inginkan agar segenap ikhwah Salafiyyin tidak lagi berjalan di atas bimbingan para asatidzah yang kokoh manhajnya!
Dari sisi mana sehingga engkau menyimpulkannya sebagai bentuk vonis mengeluarkan seseorang dari lingkup Ahlussunnah??
Kemungkaran tetaplah kemungkaran yang harus diluruskan.
Kalau engkau merasa berhak menyebarluaskan berita miring yang bisa menyesatkan, kenapa engkau larang dan hinakan saudaramu yang mempublikasikan pelurusannya agar saudaranya yang lain tidak tersesat??
Itukah bentuk kasih sayang cangkul dakwahmu kepada umat yang telah sekian lama dirintis oleh para asatidzah hafizhahumullah -jazakumullahu khoiron- dalam membentengi Ahlussunnah dari hizbiyyah yang kemudian dalam sekejap berupaya kalian runtuhkan sekat pemisah yang telah jelas antara Ahlussunnah dengan Sururiyah dengan cara berkolaborasi dakwah dengan mereka?!
http://www.4shared.com/photo/f4V0NiRe/jafar_trims_rodja.html
Maka aku contohkan cara kalian – wahai Munajat dan milis an-nashihah – mencangkul dakwah yang sudah dibangun sedemikian susah payah oleh ulama dan asatidzah (dan bukankah engkau menuntut milis Salafy indonesia bersikap ilmiyah dengan bukti dan hujjah?):
Inilah suara tahdzir Asy Syaikh Abdullah Al Bukhari hafizhahullah terhadap si pendusta khabits Firanda:
http://www.4shared.com/audio/723K7-GI/Sy_Bukhori_jarh_Firanda_AliMus.html
Dan inilah sekarang bukti cangkul dakwahmu yang engkau gembar-gemborkan adalah “Mereka mengingkari sururiyyah” sedang melingkari, memeluk dan meletakkan wala’ kasih sayangnya kepada gembong-gembong besarnya:
بو المنذر الجاكرتي ‎”…. Adapun Ust Hakim, Yazid, Firanda yang ana tahu mereka membela sunnah, tulisannya, ceramah2nya jelas menampakkan sunnah dan memerangi bid’ah dan pelakunya. meskipun tidak semua yang ada pada mereka ana sepaham.”
Duhai, dimana cangkul dakwahmu itu mendarat wahai Munajat?! Bukankah ini bukti kedahsyatan manhaj karat cangkulmu yang sedang mengajak umat untuk tersesat?
Adapun vonis mengeluarkan seseorang dari Ahlussunnah itu adalah perkara lain yang tidak disinggung dalam pembahasan. Itulah bentuk kelicikan lainnya dari seorang Munajat.
Bukankah semestinya sebagai seorang Ahlussunnah yang kokoh manhajnya (bukan hanya bisnisnya) engkau dengan dukungan penuh milis an-nashihahmu membantah dan meluruskan syubhat Sururi Khabits inilah fakta?
http://www.4shared.com/photo/1hEjgGF1/maskot_syubhat_sururi_khobits2.html
http://www.4shared.com/photo/zpqwKWY8/maskot_syubhat_murahan_sururi_.html
Bukannya meluruskan sepak terjang ustadznya (bahkan Munajat adalah pendukung kokoh Rodjainya!), tetapi malah dia bela para ustadz yang sudah dikenal bermanhaj KKO (Kanan Kiri Oke).
Lalu kenapa ini semua kalian biarkan???! Mana bukti kasih sayang kalian terhadap Salafiyyin Ahlussunnah?!
Setelah puas melemparkan tuduhan keji bahwa (dalam masalah berhati-hati dari situs yang melink kepada situs hizbi) ini ikhwah hanyalah taqlid kepada asatidzah tanpa hujjah, maka ditutuplah risalah bualannya dengan memperolokkan gelar Imam Jarh wa Ta’dil yang
sudah ma’ruf diketahui oleh Salafiyyin disematkan oleh para ulama kepada ayahanda kita Asy Syaikh Rabi’ Al Madkhali hafizhahullah dengan mennyebutnya sebagai imam jarh wa tahdzir abdul ghofur al malanji.
Sungguh hinaan serendah apapun terhadap kehormatan kami tak akan membuat kami menulis pembelaan diri. Karena sesungguhnya yang mentahdzir isi Akhwat bukanlah Abdul Ghafur Al Malanji tetapi Al Imam Jarh wat Ta’dil Rabi bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah. Kalau Munajat minta bukti, maka sodorkanlah kembali wahai saudaraku sekalian Akhwat miliknya ini:
http://www.4shared.com/document/43ftO1Ip/AkhwatMunAJat_Sarik_Hilali_Ghi.html
Apa yang dimauinya dalam keadaan fitnah Hajuriyah semakin brutal kemudian dia memasang gembong-gembong fitnah tersebut lengkap dengan gelar kemuliaan “hafidhahullah” kepada si Pencuri Salim Al Hilali dan “Al Fadhil” Khalid Ghirbani yang menjadi pimpinan situs Hadadiyah Hajuriyah Aloloom di majalah Akhwatnya? Bukti bahwa kelicikan Munajat lebih kuat menunggangi tengkuknya sehingga dia lebih memilih si Abdul Ghafur sebagai kambing hitamnya daripada rujuk kepada tahdzir dari Al Imam Jarh wa Ta’dil Rabi’ bin Hadi Al Madkhali terhadap dua tokoh Akhwatnya. Masya Allah.
Hanya saja sikap kurang ajarnya terhadap asatidzah demi menjauhkan para ikhwah dari asatidzah yang jelas kekokohan sikap dan manhajnya serta memperolok-olokkan gelar Imam mulia lagi terhormat di mata Ahlussunnah untuk kemudian melumurinya dengan kedustaa (menisbatkan gelar mulia tersebut kepada orang yang sama sekali tidak berhak menyandangnya) maka ini adalah olok-olokan kedustaan yang nyata yang layak
untuk mendapatkan balasan yang setimpal dengan kejahatannya.
Cukuplah informasi A1 dari saudaraku Ibrahim rahimahullah semasa hidupnya yang pada sekarang ini menjadi penting untuk diketahui juga oleh segenap ikhwah bahwa Munajat telah ma’ruf keLICIKANnya di kalangan asatidzah.
Dan perkembangan terbaru tingkah polahnya yang menjelek-jelekkan masa lalu asatidzah telah cukup untuk dikomentari oleh ustadz: “Munajat memang rusak!” Hal mana menunjukkan bahwa orang ini memang telah ma’rufnya kerusakannya.
Kalau Munajat masih juga menuding bahwa ustadz tersebut adalah ustadz majhul, maka silakan tanyakan ke saudaramu Hajuriyun Hasan Mukiyi kaki tangan Muhsin Magetan (yang Munajat ini menjadi corong live show Hajuriyun ketika mereka mengadakan Dauroh Ngibul Ngawi) alamatnya Abdul Ghofur Malang, Datanglah, kan kubisiki ke telingamu siapa yang mengucapkannya sebagai simpanan kejutan untuk menghapus kemajhulan KELICIKAN DAN KERUSAKANmu.
Maka datang lagi si masa lalu (Dewa Inskari Putra a.k.a Abu Tilmidz a.k.a Abu Harun)
http://tukpencarialhaq.wordpress.com/2008/05/22/baus-buas-5-penyusup-itu-bernama/
http://tukpencarialhaq.wordpress.com/2008/05/22/baus-buas-6-penyusup-itu-bernama/
yang ternyata belum membaik juga kondisinya di masa kini ikut nimbrung menanggapi tulisan keji si Munajat:
“Bismillah, Fitnah sururiyah telah berakhir akhi. Ini adl kisah lama yang telah selesai jalan akhirnya. [1.Perkataan Al Ustadz Dzulqarnain]Janganlah antum terus menerus disibukkan dengan perkara yang telah tammat ini spt jalannya si imam jarh wa tahdzir abdul ghafur almalanji, atau kebalikannya jgn pula spt orang yang sll tidak terima dgn realita yg ada sehingga sll membela-bela almanhaj, muslim, rodja, dan semacamnya “
Maka pantaslah jika engkau memiliki pemikiran bahwa Yazid Jawas adalah seorang Salafy, Abdul Hakim Abdat dan Firanda adalah da’i yang memerangi bid’ah dan membela sunnah.
Subhanallah!! Al Sofwa masih tegak berdiri! Undang-Undang munkarnya masih tertata dengan rapi! Ihya’ut Turats masih mempropagandakan dan menyebarkan pemikiran sesatnya! Situs-situs mereka masih aktif mempropagandakan dakwahnya! Gembong-gembongnya masih belum bertaubat! Apakah engkau besok juga akan katakan bahwa fitnah Ikhwaniyah sudah berakhir?! Fitnah Mu’tazilah sudah berakhir?! Fitnah Kharijiyah sudah berakhir!! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Lalu engkau anggap apa wahai La Adri para masyayikh semisal Asy Syaikh Rabi’ dan situs-situs Salafiyyin dunia yang sampai sekarang tetap menampilkan kejahatan fitnah Sururiyah Ikhwaniyah Turatsiyyah?
Inikah cara penghormatanmu yang bila adab terhadap segenap asatidzah yang sampai sekarang disibukkan oleh umat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan syubhat manhaj yang terus diulang-ulang penyebarannya oleh para penyesat?!
Engkau dusta! Apakah para masyayikh dan asatidzah yang berbicara berulang-ulang dan memperingatkan umat dari sesuatu yang tidak ada hakekat bahayanya? Dan cukuplah kuakhiri kedustaanmu dengan bimbingan asatidzah terkait fitnah Hizbiyyah-Sururiyyah-Turatsiyyah-Rodjaiyyah dan para salesnya dan ucapan terima kasih dari Asy Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkhali terhadap orang yang melarang mendengarkan Radio Sururi/Hizbi:
http://www.4shared.com/folder/9AYJ_TBE/YAZID-ABDAT-RODJA.html
Semoga bermanfaat dan semoga Allah Ta’ala menyelamatkan kita semua dari berbagai macam fitnah-kejelekan yang ada, amin.

Sumber: http://tukpencarialhaq.wordpress.com/2011/10/09/audio-bimbingan-ulama-dan-asatidzah-dalam-menghadapi-fitnah-manhaj-di-jakarta-dan-sekitarnya/

Senin, 28 November 2011

Enam Landasan Agama, Terjemah Ushul As Sittah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

USHULUS SITTAH (Enam Landasan Utama)
Oleh: al-Imam al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (Rahimahullah)
Bismillahirrahmannirrahim,
Di antara perkara yang sangat menakjubkan dan sekaligus sebagai tanda yang sangat besar atas kekuasaan Allah Ta’ala adalah enam landasan yang telah Allah Ta’ala terangkan dengan sangat gamblang sehingga mudah dipahami oleh orang-orang awam sekalipun, lebih dari yang disangka oleh orang-orang. Namun setelah ini, orang-orang yang cerdas dan berakal dari kalangan Bani Adam keliru dalam masalah itu, kecuali sedikit sekali dari mereka.

Landasan Pertama
Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan penjelasan lawannya yaitu kesyirikan terhadap Allah. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan landasan tersebut dari berbagai sisi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam yang paling bodoh sekalipun. Kemudian seiring berjalannya waktu, taatkala terjadi perubahan pada mayoritas masyarakat, setan menampakkan kepada mereka keikhlasan dalam bentuk penghinaan kepada orang-orang shalih dan merendahkan hak-hak mereka serta menampakkan kesyirikan kepada Allah Ta’ala dalam bentuk kecintaan kepada orang-orang shalih dan pengikut mereka.
Landasan Kedua
Allah memerintahkan kita bersatu dalam menjalankan agama-Nya dan melarang bercerai-berai. Allah Ta’ala telah menjelaskan masalah tersebut dengan gamblang sehingga bisa dipahami oleh orang awam sekalipun. Dia melarang kita mengikuti orang-orang sebelum kita, yang bercerai-berai dan berselisih sehingga mereka binasa. Hal tersebut juga dijelaskan dalan As-Sunnah. Namun di kemudian hari, bercerai-berai dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya dianggap sebagai ilmu dan pengetahuan agama, sedangkan bersatu dalam menjalankan agama malah dianggap sebagi sesuatu yang hanya pantas dilontarkan oleh orang-orang zindiq atau gila.
Landasan Ketiga
Sesungguhnya untuk lebih menyempurnakan landasan yang kedua, yaitu bersatu dalam menjalankan agama, diperlukan sikap mau mendengar dan taat kepada para pemegang pemerintahan, walaupun ia seorang budak Habsyi. Allah Ta’ala telah menjelaskan hal ini dengan penjelsan yang indah, lengkap dan sempurna, baik dari sisi syar’i maupun qadari (kauniyah/bukti), sehingga tidak membutuhkan penjelasan lagi. Kemudian perkara ini berubah menjadi satu hal yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang yang mengaku berilmu. Oleh karena itu, bagaimana mereka bisa mengamalkannya?
Landasan Keempat
Landasan keempat ini berisi penjelasan tentang ilmu dan ulama, fikih, dan ahli fikih serta orang yang berlagak seperti mereka namun tidak termasuk golongan mereka. Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan landasan ini dalam awal surat Al-baqarah dalam firmannya: "Hai Bani Israil, ingatlah kalian kepada nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian dan penuhilah janji-Ku, niscaya Aku penuhi janji kalian.” (QS. al-Baqarah: 4).
Sampai firmannya: "Hai, Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian dan sesungguhnya Aku telah melebihkan kalian atas seluruh manusia.” (QS. al-Baqarah: 47).
Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga menjelaskan hal ini sehingga menjadi semakin jelas dan gamblang bagi orang awam yang bodoh sekalipun. Akan tetapi, di kemudian hari perkara ini menjadi sesuatu yang paling asing; ilmu dan fikih dianggap sebagai bid’ah dan kesesatan. Pilihan terbaik menurut mereka adalah mengaburkan antara yang hak dan yang batil. Mereka menganggap ilmu yang wajib dipelajari manusia dan pujian bagi orang-orang yang berilmu hanyalah bualan orang-orang zindiq atau gila, sedangkan orang yang mengingkari dan memusuhi ilmu serta melarang orang-orang yang mempelajarinya dianggap sebagai orang yang fakih dan ‘alim.
Landasan Kelima
Landasan kelima ini berisi penjelasan tentang wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perbedaan mereka dengan musuh-musuh Allah Ta’ala dari kalangan orang-orang munafik dan orang-orang jahat yang menyerupai mereka. Dalam masalah ini cukuplah kita memperhatikan satu ayat dari surat Ali ‘Imran yakni firman-Nya: "Katakanlah, ’Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (QS. Ali ‘Imran: 31). Dan satu ayat dalam surat al-Maidah yakni firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kalian yang murtad dari agama Allah, maka Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (QS al-Maidah: 54). Serta satu ayat dalam surat Yunus yakni firman-Nya: "Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak akan merasa ketakutan dan tidak pula merasa bersedih hati (yakni) orang-orang yang beriman dan mereka tetap bertakwa.” (QS. Yunus: 62).
Kemudian makna wali-wali Allah ini diubah oleh mereka yang mengaku memiliki ilmu dan sanggup memberi petunjuk kepada manusia serta menguasai ilmu-ilmu syari’at. Mereka menganggap bahwa wali-wali Allah Ta’ala adalah mereka yang meninggalkan teladan para rasul, sedangkan yang meneladani para rasul bukan wali-wali Allah Ta’ala. Selain itu, menurut mereka, para wali mereka yang meninggalkan jihad, keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Barangsiapa yang berjihad, beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala, maka dia bukan termasuk wali.
Ya Allah, kami mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan (dari anggapan sesat mereka). Sesungguhnya Engkau maha mengabulkan doa.
Landasan Keenam
Landasan keenam berisi bantahan terhadap syubhat yang dilontarkan oleh setan yang mengajak manusia meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah kemudian mengikuti pendapat hawa nafsu yang beragam. Syubhat yang mereka lontarkan adalah bahwa Al Qur’an dan As Sunnah tidak bisa dipahami kecuali oleh seoarng mujtahid, sedangkan mujtahid adalah seseorang yang mempunyai kriteria tertentu yang barangkali tidak akan dapat dimiliki oleh siapa pun, termasuk Abu Bakar dan Umar. Oleh karena itu, wajib bagi kita meninggalkan Al Qur'an dan As Sunnah, tidak ragu dan tidak samar lagi. Barangsiapa yang mencari petunjuk dari Al Qur’an dan As Sunnah, maka dia adalah zindiq atau gila, karena ketidakmungkinan memahami keduanya.
Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya. Betapa banyak penjelasan Allah Subhanahu wa Ta’ala , baik dengan perintah-perintah dan larangan maupun dengan hukum-hukum kauni dalam membantah syubhat yang tercela ini mencakup berbagai seginya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Allah Ta’ala berfirman: "Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, sehingga mereka tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Allah Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihat-Na. Berilah kabar gembira (kepada orang-orang seperti ini) ampunan dan pahala yang mulia.” (QS. Yaasin: 7-11).
Akhirnya, segala puji bagi Allah Rabbul ’Alamin dan shalawat dan salam semoga terlimpah atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya sampai hari kiamat.
Untuk Download: matan asli lengkap dengan matan dan terjemah klik di sini.

Sabtu, 26 November 2011

Haq Penguasa dan Haq Rakyat yg Harus Ditunaikan


 Oleh: Syaikh Sa’ad Al-Husain Hafizhahullah

 حق الراعي على رعيته:
     طاعته فيما ليس فيه معصية، والدعاء له، والنصح له، قال الله تعالى: {يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم}.
     وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "من خرج من الطاعة وفارق الجماعة فمات؛ مات ميتة جاهلية" رواه مسلم.
     وقال صلى الله عليه وسلم: "الدين النصيحة،... لله ولرسوله ولكتابه ولأئمة المسلمين وعامتهم"، ومن النصيحة لهم جميعا الدعاء للراعي بالصلاح والتوفيق والهداية.
     قال الامام أحمد بن حنبل لما ذكر ولي الأمر في عهده: "إني لأدعو له بالصلاح والعافية، لئن حدث به حدث لتنظرن ما يحل بالإسلام" (كتاب السنة للخلاّل ص 84).
     وقال البربهاري: "إذا رأيت الرجل يدعو على السلطان فاعلم أنه صاحب هوى، وإذا سمعته يدعو للسلطان بالصلاح فاعلم أنه صاحب سنة، فأُمرنا أن ندعو لهم ولم نؤمر أن ندعو عليهم وإن جاروا وظلموا، لأن جورهم على أنفسهم، وصلاحهم لأنفسهم وللمسلمين" (شرح السنة ص 51).
      وحق الرعية على الراعي:
     النصح لرعيته في أمور الدين أولا، ثم في أمور الدنيا ثانيا؛ بنشر العقيدة والسنة بالتعليم والحكم والدعوة إلى الله على بصيرة، وبمنع البدع وأعظمها بناء المساجد على أوثان الأضرحة والمقامات والمشاهد والمزارات، وما دونها من الزوايا وسائر بدع العبادات، وللرعية على الراعي حقوق الاحسان والرعاية، وألا يكلفهم ما لايطيقون، وأن يوفر لهم من الخدمات المعيشية ما يطيق، وأن يكون قدوة صالحة في الدين والدنيا، قال الله تعالى: {وأن احكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع اهواءهم}.
     وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ما من عبد يسترعيه الله رعية، يموت يوم يموت وهو غاش لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة" رواه مسلم.
     وقال صلى الله عليه وسلم: "كلكم راع ومسؤول عن رعيته" رواه البخاري.

Hak Penguasa Atas Rakyatnya (Kewajiban Rakyat Terhadap Penguasa):
Mentaati, mematuhinya dalam perkara yang tidak mengandung maksiat, mendoakan kebaikan untuknya {1}, memberikan nasehat kepadanya {2}. Allah berfirman:
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri (penguasa dan ulama) di antara kalian.” (QS. An-Nisa: 59)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
من خرج من الطاعة وفارق الجماعة فمات؛ مات ميتة جاهلية
"Barangsiapa memberontak dari ketaatan kepada penguasa dan memecah-belah jamaah kaum muslimin, kemudian dia mati, maka dia mati seperti mati jahiliyyah." (HR Muslim)
Beliau juga bersabda:
الدين النصيحة،... لله ولرسوله ولكتابه ولأئمة المسلمين وعامتهم
"Agama adalah nasihat, ... bagi Allah, bagi Rasul-Nya, bagi Kitabnya, dan bagi penguasa kaum muslimin dan keumuman mereka".
Dan termasuk nasehat untuk penguasa semua adalah dengan mendoakan kebaikan untuk penguasa untuk diberi kebaikan dan taufik serta hidayah.
Imam Ahmad bin Hanbal ketika disebutkan penguasa pada masanya beliau berkata: "Aku mendoakan kebaikan dan keselamatan untuknya." (Kitab As-Sunnah karya Al-Khallal hal 84).
Imam Al-Barbahari mengatakan: "Jika anda melihat seorang mendoakan kejelekan untuk penguasa (muslim), maka ketahuilah bahwa dia adalah pengikut hawa nafsu, jika engkau mendengar dia mendoakan kebaikan untuk penguasa (muslim), maka dia adalah ahlussunnah. Kita diperintah untuk mendoakan kebaikan untuk penguasa (muslim) dan tidak diperintahkan untuk mendoakan kejelekan untuk meskipun mereka berbuat dosa dan zhalim, karena sisi dosa mereka akan ditanggung mereka sendiri sedang sisi kebaikan mereka itu akan berpengaruh pada diri mereka dan kaum muslimin (secara umum).” (Syarhus Sunnah hal. 51).


 {1} Bukan malah mencaci mereka, menebarkan kebencian terhadap penguasa, selalu menyalahkan kebijakan mereka baik dalam media massa, forum-forum atau mimbar-mimbar dan lainnya. Seperti ini adalah ajarannya syiah rafidhah dan khawarij. Yang berakhir sampai mengkafirkan pemerintah muslim bahkan sampai menghalalkan darah mereka. (pent)

{2}bukannya membuka aib mereka, menampakkan kelemahan mereka di depan musuh. Tetapi memberi masukan yang baik kepada mereka dengan niat ikhlas, tidak dengan berdemo, atau cara-cara menjatuhkan dan lainnya yang bukan merupakan ajaran islam. Meskipun itu dilakukan oleh partai yang mengatakan dirinya partai islam.....
 

Hak Rakyat Atas Pemerintah (Kewajiban Penguasa Terhadap Rakyat)
Memperbaiki rakyatnya -pertama- dalam urusan agama, kemudian -kedua- dalam perkara dunia, dengan menyebarkan aqidah (yang benar) dan sunnah nabi, dengan bentuk pendidikan, hukum dan dakwah kepada Allah dilandasi dengan ilmu agama, dan mencegah bid’ah (perkara baru dalam agama), yang paling besarnya adalah membangun masjid-masjid di kuburan-kuburan, monumen, dan tempat-tempat ziyarah yang dikeramatkan, dan bid’ah-bidah lainnya yang dibawahnya. Dan rakyat mendapat hak dari penguasa pemerintah berupa hak kebaikan dan penjagaan. Hendaknya pemerintah tidak membebani mereka dengan perkara yang tidak mereka mampu, dan hendaknya menyediakan untuk mereka layanan kehidupan yang dimampu oleh penguasa. Dan hendaknya penguasa pemerintah menjadi suri teladan yang shalih baik dalam perkara agama dan dunia.
Allah berfirman:
وأن احكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع اهواءهم
“Dan hukumilah mereka dengan petunjuk yang diturunkan Allah dan jangan engkau mengikuti kehendak hawa nafsu mereka.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ما من عبد يسترعيه الله رعية، يموت يوم يموت وهو غاش لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة
"Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga." (HR. Muslim)

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:
كلكم راع ومسؤول عن رعيته
"Masing-masing kalian adalah penguasa dan akan dimintai (pertanggung jawaban oleh Allah) atas rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)

Di Terjemahkan dari:  http://www.saad-alhusayen.com/articles/50



Jumat, 25 November 2011

SUUZH ZHAN TERHADAP ORANG YANG CONDONG KEPADA AHLI BID'AH

الشيخ زيد المدخلي ( يجوز سوء الظن بمن أتى بأسبابه ، كمن تراه يغضب إذا ذكر أهل البدع وتكلّم فيهم وحذر منهم ) 

بسم الله الرحمن الرحيم

جواب فضيلة الشيخ زيد بن محمد المدخلي حفظه الله

السؤال :
هل الاحتياط في عدم الترويج لبعض من ظهرت منه مواقف وكلمات فيها نظر حتى يتضح أمره ، هل يعتبر هذا الفعل صوابا أم لا ؟


الجواب :
أولا : أقول : لا يجوز سوء الظن بأهل السنة والجماعة الذين هم متمسكون بها والموالون لأهلها والمجالسون لهم والمبتعدون عن أهل الأهواء والبدع .
ويجوز سوء الظن بمن أتى بأسبابه ، كمن تراه يغضب إذا ذكر أهل البدع وتكلّم فيهم وحذر منهم تحذيرا عاما ، أو تسمعه يدافع عنهم جماعات أو أفرادا ، أو دلّت قرائن يتبين منها أن الشخص مميّع لمنهج أهل السنة ، فلا تروج له ولا ترشد إلى الأخذ عنه حتى تتبين لك سلامته فترشد طلاب العلم إلى أخذ العلم عنه ، أو يتبين لك موالاته لأهل البدع ولو بالترويج لهم وعدم الإنكار عليهم فاحذره وحذر منه ، وحقا ما قاله الشاعر :

ومهما تكن عند امرئ من خليقة ـ ـ ـ ـ وإن خالها تخفى على الناس تعلم

فمثل هذا ومن ماثله تبين له أيها الداعية خطأه بيانا واضحا جليا ، وتورد له الأدلة التي يتميز بها الخطأ من الصواب ، ثم انظر إلى أي فرقة يزحف ، وأي جماعة يألف ، ومع من يغدو ويروح ، واعلم أن من أخفى على أهل السنة بدعته ، فلن تخفى عليهم ألفته .

المصدر :
شبكة سحاب السلفية
الأجوبة الأثرية عن المسائل المنهجية (ص : 93)
لفضيلة الشيخ زيد بن محمد المدخلي حفظه الله .

Boleh suuzh zhan terhadap orang yang mempunyai sebab-sebabnya, seperti orang yang engkau lihat marah ketika ahlul bid’ah disebut-sebut dan diperbincangkan, serta diperingatkan dari mereka
Jawaban Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhali hafizhahullah
Soal:
Apakah berhati-hati bila tidak memperkenalkan sebagian orang yang nampak darinya sikap-sikap dan ucapan-ucapan yang mengandung sesuatu sampai jelas perkaranya, apakah perbuatan ini terhitung benar atau tidak?

Jawab:
Pertama: Aku berkata: Tidak boleh suuzhan dengan ahlussunnah wal jamaah yang mereka berpegang teguh dengannya dan wala terhadap ahlussunnah, bermajlis dengan mereka, dan menjauhi ahlul hawa dan ahlul bidah.
Boleh suuzhan terhadap orang yang melakukan asbab-asbabnya, seperti orang yang engkau lihat marah jika ahlul bid’ah disebut-sebut, diperbincangkan, diperingatkan mereka secara umum, atau yang engkau dengar membela mereka baik secara jamaah atau perorangan, atau qarinah-qarinah yang jelas menunjukkan bahwa orang ini mumayyi’ terhadap manhaj ahlussunnah, maka jangan engkau memperkenalkan dia dan menunjukkan untuk mengambil ilmu darinya sampai jelas keselamatannya, sehingga engkau bias menunjukkan tulabul ilmi untuk mengambil ilmu darinya. Atau jelas dia berwala (loyal) terhadap ahlul bid’ah, meskipun dia hanya memperkenalkan ahlul bid’ah dan tidak mengingkari mereka, maka berhati-hatilah darinya dan peringatkan orang darinya. Dan sungguh benar yang dikatakan penyair:
Apapaun satu perangai pada seseorang
Meskipun hal itu tersembunyi atas manusia, akan diketahui juga

Orang seperti ini dan semisalnya, wahai daiyah, engkau jelaskan kesalahanya dengan jelas, dan engkau bawakan dalil-dalil yang membedakan kesalahannya dari kebenarannya, kemudian engkau lihat ke firqah apa dia bergabung, ke jamaah apa dia bersatu, dan bersama siapa dia pergi. Ketahuilah bahwa orang yang menyembunyikan bidahnya terhadap ahlussunnah, maka tidak akan tersembunyi teman-temannya.

Sumber: Al-Ajwibah Al-Atsariyah ‘An Al-Masail Al-Minhajiyyah hal 93 dari
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=122704&view=findpost&p=604281 

Hukum lelaki bergaul (bermuamalah) dengan wanita melalui internet


Oleh syaikh Abu Abdil Mu’izz Muhammad ‘Ali Ferkous
Fatwa No 116, kategori: fatwa keluarga – kewanitaan

Pertanyaan: Apa hukum pelajaran dan studi ilmiyah secara tertulis yang mengumpulkan antara pengguna lelaki dan wanita dalam forum-forum internet? Barakallahu fikum.
Jawaban:
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada beliau yang diutus Allah sebagai rahmat untuk alam, juga kepada keluarganya, para shahabatnya, dan saudara-saudaranya (seislam) sampai hari pembalasan nanti. Adapun sesudah itu,

Mengadakan muamalah (pergaulan) secara lisan atau tertulis atau dengan dua-duanya bersamaan dengan wanita ajnabiyah (selain mahram), jika tidak diiringi dengan ketentuan amannya dari fitnah, dan pergaulan itu terjadi dari dua arah, terus-menerus, berentetan, maka itu bahayanya jelas atas agama dan kehormatan seorang lelaki. Telah datang dalam satu hadits:
«مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ»
“Tidak aku tinggalkan satu fitnah setelahku yang lebih bahaya untuk para lelaki daripada para wanita.” (HR al-Bukhari: Kitab an-Nikah Bab Ma Yuttaqa min Syuum al-Mar’ah 5096 dan Muslim: Kitab ar-Riqaq 2740 dari hadits Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)

 Dan telah diketahui dari perbincangan wanita dengan lelaki ajnabi (bukan mahram) seharusnya dipakai adab yang sempurna sesuai dengan kebutuhan, agar tidak memunculkan dalam hati lelaki pendengar satu ketertarikan yang bisa berkembang pada hati lelaki yang mempunyai penyakit.

Oleh karena itu, setiap pergaulan dengan pembicaraan atau tulisan yang mengandung ketundukan, kelembutan, irama, nada, obrolan yang tak karuan, canda, keramahan, gurauan, dan lainnya yang akan menimbulkan syahwat dan menggerakkan tabiat, maka itu terlarang untuk menutup jalan kepada yang haram. Metode dalam pergaulan ini keluar dari pembicaran yang beradab dan ucapan yang baik, bahkan suara yang lembut dan logat yang rendah akan memungkinkan –tanda diragukan- tabiat-tabiat dan syahwat untuk naik dan muncul baik jaraknya dekat atau jauh. Allah berfirman:
﴿يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا﴾ [
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32)

Ketika beberapa akhwat (para wanita) tidak memenuhi ketentuan ini dan tidak menghormati batasan-batasan syariat dalam ucapan, perbincangan, dan surat-menyurat mereka, maka yang lebih selamat untuk kehormatan dan agama adalah meninggalkan bergaul (bermuamalah) dengan para wanita kecuali dalam batasan yang sempit dengan memenuhi syarat-syarat amannya dari fitnah dan dalam ikatan kebutuhan secara syariat. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« .. فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ»
“Takutlah kalian dari dunia, dan takutlah kalian dari para wanita. Sesungguhnya fitnah pertama pada bani israil adalah dalam masalah wanita.” (HR. Muslim: Kitab ar-Riqaq 2742 dari Abi Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Dan ilmunya di sisi Allah. Dan akhir seruan kami segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Dan semoga shalawat dan sallam tercurah atas Nabi Muhammad, keluarganya, para shahabatnya, saudara-saudaranya (seislam) sampai hari pembalasan, demikian juga keselamatan.

Al-Jazair, 10 Syawwal 1432 H / 8 September 2011
Sumber: Website resmi Yang Mulia Syaikh Muhammad ‘Ali Ferkous hafizhahullah ta’ala

Apa yang kita lakukan terhadap penguasa yang zhalim, fasik, dan suka berbuat dosa?


Oleh: Syaikh Sa’ad Al-Husain Hafizhahullah
ماذا تفعل الرعية بالحاكم الظالم والفاسق والفاجر؟


     على الرعية طاعة الراعي وإن ظلم وجار، وإن فسق وفجر، إلا أن يأمر بمعصية الله فلا طاعة لمخلوق في معصية الخالق، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "عليك السمع والطاعة في عسرك ويسرك ومنشطك ومكرهك وأثرة عليك" رواه مسلم.
     وقال صلى الله عليه وسلم: "إنها ستكون بعدي أثرة وأمور تنكرونها" قالوا: كيف تأمر من أدرك منا ذلك؟ قال: "تؤدون الحق الذي عليكم وتسألون الله الذي لكم" متفق عليه.
     وقال صلى الله عليه وسلم: "من يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني" متفق عليه.
     بل قال صلى الله عليه وسلم: "يكون بعدي أئمة لا يهتدون بهداي ولا يستنون بسنتي" قال حديفة: كيف أصنع يا رسول الله إن أدركت ذلك؟ قال صلى الله عليه وسلم: "تسمع وتطيع للأمير وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع" رواه مسلم.
     بل قال صلى الله عليه وسلم: "كيف أنت إذا كانت عليك أمراء يؤخرون (أو يميتون) الصلاة عن وقتها؟" قال أبو ذر: فما تأمرني؟ قال صلى الله عليه وسلم: "صل الصلاة لوقتها، فان أدركتها معهم فصل فإنها لك نافلة" رواه مسلم.
     ومع ظهور المعاصي من الشرك فما دونه في مسلمي اليوم إلا من رحم الله؛ لم يؤمر باقترافها، ولو حدث ذلك وجبت طاعة الراعي في طاعة الله ومعصيته في معصية الله، كما قال عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنه أحد رواة الحديث عن ذلك، وصلى الله وسلم على محمد وآله وصحبه

.
Rakyat wajib taat kepada pemerintah penguasa meskipun penguasa zhalim dan jahat, meskipun fasik dan berbuat dosa, kecuali jika penguasa memerintahkan suatu kemaksiatan kepada Allah, maka tidak boleh mentaati makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عليك السمع والطاعة في عسرك ويسرك ومنشطك ومكرهك وأثرة عليك
"Engkau (sebagai rakyat) harus mendengar dan taat (kepada pemerintah) dalam kesusahan dan kelapanganmu, dalam perkara yang engkau senangi atau benci, meskipun (mereka) tidak memenuhi hakmu." (HR. Muslim)

Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:
"إنها ستكون بعدي أثرة وأمور تنكرونها" قالوا: كيف تأمر من أدرك منا ذلك؟ قال: "تؤدون الحق الذي عليكم وتسألون الله الذي لكم"
"Sungguh akan muncul setelahku sikap penguasa yang mementingkan dunia dan perkara-perkara yang kalian ingkari." Mereka bertanya: “Apa yang engkau perintahkan kepada kami jika mendapati hal itu?” Beliau menjawab: "Tunaikan hak penguasa yang menjadi kewajibanmu dan (berdoalah kepada Allah) minta hak kalian kepada-Nya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:
من يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني
"Barangsiapa mematuhi pemerintah (selain dalam perkara maksiat) berarti telah mematuhiku, dan barangsiapa mendurhakai pemerintah berarti telah mendurhakaiku." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Bahkan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:
يكون بعدي أئمة لا يهتدون بهداي ولا يستنون بسنتي" قال حديفة: كيف أصنع يا رسول الله إن أدركت ذلك؟ قال صلى الله عليه وسلم: "تسمع وتطيع للأمير وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع
"Akan ada para penguasa yang tidak mengambil aturan dengan aturanku dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku.” Shahabat Hudzaifah bertanya: “Bagaimana yang akan aku lakukan wahai Rasulullah, jika aku mendapati hal itu?” Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Dengar dan taatilah penguasa, meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu. Tetap dengar dan taat kepadanya." (HR. Muslim) ...
Semoga shalwat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarganya, dan para shahabatnya.

http://www.saad-alhusayen.com/articles/50

Kamis, 24 November 2011

Hukum Ucapan Selamat Tahun Baru Hijriyyah

Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

نحن في مطلع العام الهجري الجديد، ويتبادل بعض الناس التهنئة بالعام الهجري الجديد، قائلين: (كل عام وأنتم بخير)، فما حكم الشرع في هذه التهنئة؟

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على عبده ورسوله، وخيرته من خلقه، وأمينه على وحيه، نبينا وإمامنا وسيدنا محمد بن عبد الله وعلى آله وأصحابه ومن سلك سبيله، واهتدى بهداه إلى يوم الدين. أما بعد: فالتهنئة بالعام الجديد لا نعلم لها أصلاً عن السلف الصالح، ولا أعلم شيئاً من السنة أو من الكتاب العزيز يدل على شرعيتها، لكن من بدأك بذلك فلا بأس أن تقول وأنت كذلك إذا قال لك كل عام وأنت بخير أو في كل عام وأنت بخير فلا مانع أن تقول له وأنت كذلك نسأل الله لنا ولك كل خير أو ما أشبه ذلك أما البداءة فلا أعلم لها أصلاً.
.
Syaikh Bin Baz rahimahullah ditanya: Kita sedang berada pada awal tahun baru hijriyah, sebagian orang saling bertukar ucapan salam dengan tahun baru hijriyah dengan mengucapkan: ‘Semoga anda dalam kebaikan pada seluruh tahun”, apa hukum syariat tentang ucapan selamat ini?
Beliau menjawab: Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Semoga shalawat dan sallam terlimpah atas hamba dan rasul-Nya, orang terbaik dari makhluk-Nya, orang kepercayaan-Nya untuk menyampaikan wahyu, nabi kita, imam kita, penghulu kita, Muhammad bin Abdillah, juga kepada keluarganya, para shahabatnya serta orang yang menempuh jalannya serta mengambil petunjuknya sampai hari pembalasan nanti. Amma ba’du:
Ucapan selamat tahun baru, kami tidak mengetahui ada asalnya dari salaf shaleh. Kami tidak mengetahui juga dalil dari as-sunnah atau dari al-Qur’an yang menunjukkan disyariatkannya.
Tetapi bila ada orang mulai mengucapkan selamat dengan hal itu, tidak mengapa engkau membalas: ‘demikian juga engkau’. Jika ada orang mengucapkan ‘semoga seluruh tahun anda dalam kebaikan’ maka tidak apa-apa engkau membalas ‘demikian juga anda’, ‘kami memohon kepada Allah setiap kebaikan untuk kami dan kamu’ atau yang semisalnya. Sedangkan memulai mengucapkan selamat, maka kami tidak mengetahui ada asalnya.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/10042

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin rahimahullah

 
السؤال: فضيلة الشيخ! تكلمتم عن العام الجديد، فما حكم التهنئة بالسنة الهجرية؟ وماذا يجب علينا نحو المهنئين؟
الجواب: إن هنأك أحد فرد عليه، ولا تبتدئ أحداً بذلك، هذا هو الصواب في هذه المسألة، لو قال لك إنسان مثلاً: نهنئك بهذا العام الجديد قال: هنأك الله بخير وجعله عام خير وبركة. لكن لا تبتدئ الناس أنت؛ لأنني لا أعلم أنه جاء عن السلف أنهم كانوا يهنئون بالعام الجديد، بل اعلموا أن السلف لم يتخذوا المحرم أول العام الجديد إلا في خلافة عمر بن الخطاب رضي الله عنه.
( اللقاء الشهري [44] )في آخر هذا العام (عام 1417هـ)

وسئل رحمه الله: فضيلة الشيخ: ما رأيكم في تبادل التهنئة في بداية العام الهجري الجديد؟
الجواب: أرى أن بداية التهنئة في قدوم العام الجديد لا بأس بها ولكنها ليست مشروعة بمعنى: أننا لا نقول للناس: إنه يسن لكم أن يهنئ بعضكم بعضاً، لكن لو فعلوه فلا بأس، وإنما ينبغي له أيضاً إذا هنأه في العام الجديد أن يسأل الله له أن يكون عام خيرٍ وبركة فالإنسان يرد التهنئة. هذا الذي نراه في هذه المسألة، وهي من الأمور العادية وليست من الأمور التعبدية.
( لقاء الباب المفتوح [93] )يوم الخميس الخامس والعشرين من شهر ذي الحجة عام (1415هـ)
وسئل رحمه الله : هل يجوز التهنئة بحلول العام الجديد؟
الشيخ: التهنئة بحلول العام الجديد ليس لها أصل من عمل السلف الصالح ، فلا تبتدئها أنت، ولكن إن هنَّاك أحد فرد عليه، لأن هذا أصبح معتاداً في أوساط الناس، وإن كان هذا بدأ يَقِل الآن، لما حصل ولله الحمد عند الناس علم، وكانوا من قبل يتبادلون الرسائل.
السائل: ما هي الصيغة التي يتبادلها الناس؟
الشيخ: أن يهنئوك ببلوغ العام الجديد، ونسأل الله أن يتجاوز عنك ما مضى في العام الماضي، وأن يعينك على ما يستقبل أو كلمة نحوها.
السائل: هل يقال: كل عام وأنتم بخير؟
الشيخ: لا، كل عام وأنتم بخير لا تقال لا في عيد الأضحى ولا الفطر ولا بهذا.

اللقاء( 202) من اللقاء المعروف بـ(لقاء الباب المفتوح) يوم الخميس هو السادس من شهر المحرم عام (1420هـ)

 

Pertanyaan: Yang Mulia Syaikh, engkau telah berbicara tentang tahun baru, apakah hukum mengucapkan selamat tahun baru hijriyah dan apa kewajiban kita bila kita diberi ucapan selamat itu?
Jawaban beliau: Jika engkau diberi ucapan selamat tahun baru oleh seseorang, maka jawablah, tapi engkau jangan memulai dengan hal itu. Inilah yang benar dalam permasalahan ini. Kalau seorang berkata kepadamu -misalnya- “kami memberikan ucapan selamat dengan tahun baru ini”, dia balas “semoga Allah memberikanmu kebaikan dan menjadikannya sebagai tahun yang baik dan barokah.”
Tapi engkau jangan memulai yang mengucapkan, karena aku tidak tahu bila ada perbuatan salaf yang dulu mereka mengucapkan selamat dengan tahun baru. Bahkan ketahuilah bahwa salaf tidak menjadikan bulan Muharram sebagai awal tahun baru kecuali pada masa kekhilafahan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. (Sedang pada masa nabi masih hidup dan kekhalifahan Abu Bakr tidak, pent)
(Dari al-Liqa asy-Syahri 44 akhir tahun 1417 H)
Beliau rahimahullah juga ditanya: Apakah boleh mengucapkan selamat dengan masuknya tahun baru hijriyyah?
Beliau menjawab: Mengucapkan salam dengan masuknya tahun baru tidak ada asalnya dari amalan salaf shaleh, maka engkau jangan memulai mengucapkannya. Tetapi jika seseorang memberimu ucapan selamat, hendaklah engkau membalasnya, karena hal ini telah menjadi perkara yang biasa di antara manusia, meskipun sekarang hal ini mulai berkurang, segala puji bagi Allah karena orang-orang mempunyai ilmu. Dulu mereka saling bertukar ucapan selamat.
Penanya: Apakah bentuk ucapan yang saling mereka kirimkan?
Syaikh: Dengan memberi ucapan selamat dengan sampainya tahun baru, dan seperti “Kami memohon kepada Allah memaafkan darimu perkara yang telah lewat pada tahun lalu, dan membantumu pada tahun yang akan datang”, dan ucapan semisalnya.
Penanya: Apakah boleh dikatakan: Semoga setiap tahun anda dalam kabaikan.
Syaikh: tidak, ucapan itu tidak dikatakan pada hari idul adha atau idul fitri dan juga tidak pada (awal tahun baru) ini. (Liqa Bab al-Maftuh 202 pada hari kamis 6 Muharram 1420 H.)
Diambil dari http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=116401

Senin, 21 November 2011

Janganlah Takut Kepada Kemiskinan..

Ya saudaraku ketahuilah dunia sangat berbahaya bagi seorang muslim. Inilah kenyataannya.. Lihatlah keadaan orang-orang di sekitar kita. Ketika mereka lebih dekat kepada kemiskinan (yakni dalam keadaan miskin), mereka lebih bertakwa kepada Allah dan lebih khusyu'. Rajin shalat berjama'ah di masjid, menghadiri majelis 'ilmu dan lain-lain. Namun, ketika banyak hartanya, mereka semakin lalai dan semakin berpaling dari jalan Allah. Dan muncullah sikap melampaui batas dari mereka.
Akhirnya, sekarang manusia menjadi orang-orang yang selalu merindukan keindahan dunia dan perhiasannya: mobil, rumah, tempat tidur, pakaian dan lain-lainnya. Dengan ini semuanya, mereka saling membanggakan diri antara satu dengan lainnya. Dan mereka berpaling dari amalan-amalan yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.
Jadilah majalah-majalah, koran-koran dan media lainnya tidaklah membicarakan kecuali tentang kemegahan dunia dan apa-apa yang berkaitan dengannya. Dan mereka berpaling dari akhirat, sehingga rusaklah manusia kecuali orang-orang yang Allah kehendaki.
Maka kesimpulannya, bahwasanya ketika dibukakan keindahan dunia,kita memohon kepada Allah agar menyelamatkan kami dan kalian dari kejelekannya- maka dunia itu akan membawa kejelekan dan akan menjadikan manusia melampaui batas.

كَلاَّ إِنَّ الإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
"Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup." (Al-'Alaq:6-7)
Dan sungguh Fir'aun telah berkata kepada kaumnya,

يَاقَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلاَ تُبْصِرُونَ
"Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kalian tidak melihat(nya)?" (Az-Zukhruf:51)
Fir'aun berbangga dengan dunia. Oleh karena itulah, maka dunia adalah sesuatu yang sangat berbahaya.
Hadits di atas mirip dengan hadits berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: جَلَسَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَى الْمِنْبَرِ، وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ، فَقَالَ: ((إِنَّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِي مَا يُفْتَحُ عَلَيْكُمْ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا وَزِيْنَتِهَا))
Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk di atas mimbar dan kami pun duduk di sekitar beliau. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya di antara yang paling aku takutkan atas kalian sepeninggalku adalah ketika dibukakan atas kalian keindahan dunia dan perhiasannya." (HR. Al-Bukhariy no.1465 dan Muslim no.1052)

Dunia Itu Manis dan Hijau
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang keadaan dunia sekaligus memperingatkan ummatnya dari fitnahnya.

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: ((إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ))
Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kalian pemimpin padanya. Lalu Dia akan melihat bagaimana amalan kalian. Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah kalian dari fitnahnya wanita." (HR. Muslim no.2742)

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau." Yakni manis rasanya dan hijau pemandangannya, memikat dan menggoda. Karena sesuatu itu apabila keadaannya manis dan sedap dipandang mata, maka dia akan menggoda manusia. Demikian juga dunia, dia manis dan hijau sehingga akan menggoda manusia.
Akan tetapi beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga menyatakan, "Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kalian pemimpin padanya." Yakni Dia menjadikan kalian pemimpin-pemimpin padanya, sebagian kalian menggantikan sebagian yang lainnya dan sebagian kalian mewarisi sebagian yang lainnya.
"Lalu Dia akan melihat bagaimana amalan kalian." Apakah kalian mengutamakan dunia atau akhirat? Karena inilah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan, "Maka takutlah kalian dari fitnahnya dunia dan takutlah kalian dari fitnahnya wanita."

Akan tetapi apabila Allah memberikan kekayaan kepada seseorang, lalu kekayaannya tersebut membantunya untuk taat kepada Allah, dia infakkan hartanya di jalan kebenaran dan di jalan Allah, maka jadilah dunia itu sebagai kebaikan.
Kita semua tidak bisa lepas dari dunia secara keseluruhan. Kita butuh tempat tinggal/rumah, kendaraan, pakaian dan lain sebagainya. Bahkan kalau benda-benda tadi kita gunakan untuk membantu ketaatan kepada Allah niscaya kita mendapatkan pahala. Sebagai contohnya adalah kendaraan. Kita gunakan untuk menghadiri majelis 'ilmu atau kegiatan lainnya yang bermanfaat. Bahkan kita pun bisa mengajak teman-teman ikut bersama kita. Dengan menggunakan kendaraan sendiri kita bisa menghindari kemaksiatan seperti ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram) dan lainnya.
Akan tetapi jangan sampai kendaraan ataupun harta benda duniawi menjadikan kita bangga, sombong sehingga akhirnya merendahkan dan meremehkan orang lain. Jadikan harta tersebut sebagai alat bantu untuk taat kepada Allah yang dengannya kita bisa menjadi orang yang bersyukur.
Bahkan sebagian 'ulama mewajibkan untuk memiliki kendaraan pribadi. Dengan kendaraan tersebut seorang muslim akan terhindar dari ikhtilath dan kemaksiatan lainnya. Sedangkan menghindari maksiat adalah wajib. Sementara di dalam kaidah ushul fiqh disebutkan, "Suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu adalah wajib."
Akan tetapi tentunya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jangan sampai karena ingin mendapatkan kendaraan, dia mati-matian mencari harta siang dan malam. Yang terbenak dalam otaknya adalah uang, uang dan uang. Sehingga lupa berdzikir kepada Allah, mempelajari agamanya, menghadiri majelis ilmu, shalat berjama'ah dan ketaatan lainnya.
Ingatlah selalu firman Allah subhanahu wa ta'ala,

فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian." (At-Taghaabun:16)

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Al-Baqarah:286)
Oleh karena itulah, keadaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan pada keridhaan-Nya seperti kedudukan orang 'alim yang telah Allah berikan hikmah dan ilmu kepadanya, yang mengajarkan ilmunya kepada manusia.
Maka di sana ada perbedaan antara orang yang rakus/ambisi terhadap dunia dan berpaling dari akhirat dengan orang yang Allah berikan kekayaan yang digunakannya untuk mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat dan dia infakkan di jalan Allah.

رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." (Al-Baqarah:201)
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala selalu membimbing kita untuk mengamalkan apa-apa yang dicintai dan diridhai-Nya serta memperbaiki urusan-urusan kita. Aamiin. Wallaahu A'lam.

Maraaji': Syarh Riyaadhish Shaalihiin 2/186-189, Maktabah Ash-Shafaa; dan Bahjatun Naazhiriin 1/528, Daar Ibnil Jauziy.

Jumat, 18 November 2011

Wahai Saudaraku Kenapa Engkau takut Menikah

Melihat perilaku menunda menikah tanpa alasan syar’i di tengah-tengah kaum muslimin baik dengan alasan menyelesaikan kuliah, karir atau alasan tidak syar’i lainnya menjadi salah satu sebab dari banyak sebab tersebarnya kemaksiatan onani, zina bahkan liwath (homo dan lesbi). Naudzubillah, dibarengi kemaksiatan buka aurat, ikhtilat, tersebarnya pornografi membuat kerusakan di atas kerusakan, menambah tersebar luasnya kemaksiatan. Sebuah fenomena yang membuat lisan ini berucap semoga Allah menjaga kita semua. Sambil berfikir apa yang harus kutulis di secarik kertas ini, sebagai nasehat untuk kaum muslimin. Kucoba awali dengan sebuah doa dengan berkata semoga Allah memberi hidayah dan menjaga kita semua…

Wahai kaum muslimin……..

Tidak tahukah kalian bahwa diantara penyebab kemaksiatan onani, perzinahan bahkan perbuatan liwat (homo dan lesbi) adalah akibat menunda nikah karena karir, kuliah atau tanpa alasan syari’i lainnya…

Tidak khwatirkah kalian terjatuh kedalamnya…

Karir apa yang kalian cari…, apakah dengan mempertaruhkan agama kauraih karirmu….!!!

Bukankah keselamatan agama dan menjaga keimanan hal yang sangat terpenting bagi kita…

Lalu apa yang menghalangi kalian untuk menikah, padahal dengan menikah dapat menjaga kita dari kemaksiatan….

Wahai kaum muslimin…….

Kuhadirkan perkataan seorang ulama yang menjelaskan hukum dan manfaat menikah sebagai hadiah dariku untuk kalian, berkata Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin Rahimahullah: ”Dan berkata sebagian Ahlu Ilmi (Ulama -penj) bahwasannya menikah hukummnya wajib secara mutlak karena asal perintah adalah wajib. Hal ini dikarenakan perkataan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: ”Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menikah maka menikahlah.” Al-lam li ‘Amr pada asalnya di dalam ‘amr : perintah ” adalah wajib kecuali ada yang memalingkannya dari perintah wajib. Di samping itu bahwasannya meninggalkan menikah disertai kemampuan untuk menikah di dalamnya terkandung tasyabuh (menyerupai) orang Nasrani yang mereka meninggalkan menikah dengan tujuan untuk menjadi pendeta dan tasyabuh dengan selain dari kaum muslimin haram hukumnya. Dimana terdapat di dalam menikah dari kebaikan yang besar dan menolak kerusakkan yang banyak, bahwasannya dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan akan tetapi dengan adanya syarat mampu pada pendapat ini, dikarenakan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengkaitkan yang demikian itu dengan kemampuan sebagaimana perkataannya ” barangsiapa di antara kalian mampu menikah ” dan dikarenakan di dalam kaidah umum, setiap kewajiban disertai dengan syarat mampu. Pendapat wajibnya nikah dalam sisiku lebih mendekati kebenaran.” (Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaq’ni, Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin, Kitab Nikah hal: 12 )

Terlepas di sana ada perbedaan pendapat tentang hukum menikah, akan tetapi ulama sepakat bahwa terdapat kemaslahatan yang banyak dengan menikah, di antaranya menjadi sebab terjaganya seseorang dari perbuatan maksiat.

Wahai kaum muslimin…..

Bagaimana jika…(semoga Allah menjaga kita semua) dengan menundanya seseorang dari menikah tanpa alasan syar’i sebab terjatuh kedalam perbuatan zina, padahal Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Artinya: ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ : 32)

Berkata Syaikh As-Sa’di Rahimahullah: ”Larangan mendekati zina lebih mengena daripada sekedar larangan berbuat zina, dikarenakan yang demikian itu mencakup larangan dari segala muqadimah zina dan perkara yang mendekatkannya.“ ( Tafsir Ar Karimur Rahman, Syaikh As-Sa’di )

Allah Ta’ala juga berfirman pada ayat lain:

وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)…….. “ (QS. Al Furqan: 67 – 68)

Berkata Syaikh Sa’di Rahimahullah:

”Dan nash firman Allah Ta’ala tentang ketiga dosa ini merupakan dosa besar yang paling besar, perbuatan syirik di dalamnya terdapat merusak agama, membunuh di dalamnya terdapat merusak badan dan zina di dalamnya terdapat merusak kehormatan.” (Silakan lihat Taisirul Karimur-Rahman)

Apalagi jika sampai terjatuh kedalam perbuatan liwath, Naudzubillah. Sebuah dosa yang sangat besar, sebuah kekejian yang sangat keji. Sebagaimna Allah Ta’ala berfirman :

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: ”Mengapa kamu melakukan perbuatan keji (liwath), yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)?” (QS. Al A’raaf: 80)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ”Tidak ada yang paling aku takutkan daripada ketakutanku kepada kalian atas perbuatan kaum luth.“ (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Sahabat Ibnu Abbas Radiyallahu ‘Anhu dishahihkan oleh Syaikh al-Albani Rahimahullah)


Berkata Imam Adz-Zhahabi Rahimahullah: ”Liwath (homo/lesbi) lebih keji dan jelek dari perbuatan zina.“ (Al-Kabaair Imam adz-Dzahabi)
Siapa yang menjamin kita akan selamat dari perbuatan maksiat….
Apakah karena karir kau pertaruhkan agamamu ….
Apakah karena mempriroritaskan kuliah dengan ikhtilat kau pertaruhkan kejernihan hatimu….
Apakah karena karir di kantor atau aktivitas profesimu dengan kemaksiatan ikhtilat atau kemaksiatan yang ada di dalamnya kau ambil resiko yang membahayakan agamamu dengan menunda menikah…
Tidak inginkah kita hidup dengan kehidupan sempurna sebagai seorang manusia dengan didampingi seorang istri sholehah atau ditemani seorang suami sholeh……..
Tidak inginkah kita merasakan hidup sakinah dengan ditemani seorang istri penyayang lagi penurut atau suami penyabar lagi bijaksana….
Tidak inginkah kita bahagia sebagaimana kebahagian seorang suami istri yang menggandeng buah hatinya pergi ke majelis ilmu…..
Tidak inginkah kita bahagia sebagaimana kebahagian keluarga fulan yang bercanda dengan buah hatinya…..


Tidak inginkah kita bahagia ketika kening kita dikecup anak-anak kita sebagaimana kebahagian sepasang suami istri yang dikecup keningnya oleh buah hatinya sambil berkata : ”Ummi….. Abi… Abdurrahman berangkat dulu yah, sekarang ada setoran Juz Amma sama Ustadz”…


Jawablah wahai kaum muslimin….

Kalau kalian ingin bahagia sebagaimana mereka bahagia, kalau kalian ingin menjaga agama kalian sebagaimana mereka menjaga agamanya, lalu apa yang menjadi alasan kalian untuk menunda nikah tanpa alasan syar’i. Apakah kalian merasa aman dengan kemaksiatan yang telah tersebar, yang banyak orang terjatuh ke dalamnya. Tahukah kalian yang menjadi alasan kekhawatiran Nabi Ibrahim ‘Alaihissallam akan dirinya terjatuh ke dalam perbuatan penyembahan berhala, sehingga beliau berdoa kepada Allah agar dijauhi dari penyembahan berhala, yaitu dikarenakan banyaknya orang yang terjatuh kedalam perbuatan tersebut. Bukankah Allah Ta’ala berfirman mengkabarkan tentang doa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam:

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ

”Dan jauhkanlah aku berserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.” (QS. Ibrahim: 35).



Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah: ”Ketika Nabi Ibrahim merasa takut terhadap dirinya, maka beliaupun berdoa kepada Rabbnya agar di teguhkan di atas agama tauhid dan agar tidak dipalingkan hatinya sebagaimana dipalingkannya mereka. Karena beliau adalah seorang manusia seperti mereka dan seorang manusia tidaklah merasa aman dari fitnah.“ (Durus Nawaqidul Islam, Syaikh Shaleh Al Fauzan: 37)



Wahai saudaraku fillah, semoga Allah menjaga kita semua.

Tak tahukah kalian, bahwa disana ada seorang akhwat yang karena sangat takutnya terjatuh ke dalam perbuatan maksiat atau karena khawatir terhadap keselamatan agamanya dia selalu berdoa: ”Ya Allah jauhkanlah aku dari perbuatan maksiat dan karuniakanlah kepada diriku seorang suami sholeh“.


Wahai ukhti fillah, tak tahukah kalian bahwa disana ada seorang ikhwan yang karena khawatir terjatuh kedalam perbuatan maksiat dia isi waktu terkabulnya doa dengan berdoa: ”Ya Allah jauhkanlah aku dari perbuatan maksiat dan karuniakanlah kepada diriku seorang istri sholehah“.

Wahai saudaraku fillah, bagaimana kalau ikhwan atau akhwat tersebut terjatuh kedalam perbuatan maksiat, lalu bagaimana kalau kita yang berada pada kondisi mereka. Bukankah kita merasa sedih kalau kita berbuat maksiat apakah kita tidak merasa sedih kalau saudara kita terjatuh kedalam perbuatan maksiat, lalu di mana ta’awun kita terhadap saudara kita, bukankah Allah Ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan.“ (QS. Maidah: 2)



Bukankah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: ”Dan Allah akan menolong hambanya apabila hambanya menolong saudaranya.” (HR. Muslim dari Sahabat Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu )

Berkata Syaikh Shaleh Alu Syaikh Hafidzahullah: ”Di dalam hadist ini terdapat anjuran kepada seseorang untuk menolong saudaranya dengan sebesar-besar anjuran, anjuran bahwasannya seorang hamba apabila menolong saudaranya maka Allah akan menolongnya, apabila kamu membantu kebutuhan saudaramu, Allah akan membantu kebutuhanmu, jika kamu membantu kaum muslimin, dan suatu saat kamu butuh bantuan maka Allah akan membantumu dan ini keutamaan dan pahala yang sangat besar.“ (Syarh Arbain Nawawi, Syaikh Sholeh Alu Syaikh: 391)

Wahai saudaraku adakah yang lebih besar dari ta’awun yang dengan sebab ta’awun kita dapat menjadi sebab selamatnya saudara kita dari kemaksiatan…..



Jawablah wahai saudaraku fillah…..

Karena dengan menikahnya dirimu, maka engkau sedang ta’awun dengan istri atau suamimu, karena dengan menikahnya dirimu menjadi sebab terjaganya seorang istri atau suami ke dalam perbuatan maksiat. Berkata Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-Utsaimin Rahimahullah: ”Di antara keutamaan menikah adalah dengan menikah dapat menjaga kemaluan dirinya dan istrinya dan menjaga pandangannya dan pandangan istrinya, kemudian setelah keutamaan itu lalu dalam rangka memenuhi kebutuhan syahwatnya.” (Syarhul Mumti’ Jilid 12 hal: 10)

Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah: “ Wahai manusia bertaqwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa menikah terkandung didalamya kebaikkan yang sangat banyak, diantaranya kesucian suami istri dan terjaganya mereka dari terjatuh kedalam perbuatan maksiat, Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: ”Wahai para pemuda barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.“ (Khutbatul Mimbariyah Fil Munaasibaatil ‘Asriyah, Syaikh Shaleh Al Fauzan: 242)

Mungkin di antara kalian ada yang berkata, saya belum mau menikah dan belum ada pikiran ke arah sana, maka saya katakan semoga Allah menjaga kita semua dan mengkaruniakan kepada kita pendamping yang sholehah…amin, wahai saudaraku fillah bahwa di sana ada pendapat dari ulama yang mengatakan hukumnya sunnah (dianjurkan) bukan sekedar mubah (boleh) bagi orang yang tidak berkeinginan untuk menikah atau melakukan hubungan suami istri, sementara dia mampu, dan ini pendapat yang benar dikarenakan beberapa hal, di antaranya dengan menikah dia dapat menjaga agama istrinya atau menjadi sebab istrinya terjaga dari perbuatan maksiat, begitu juga dikarenakan masuk kedalam keumuman dalil tentang diajurkannya menikah.” (Silakan lihat Malzamah Kitab Nikah Syaikh Muhammad Bin Hizam Hafidzhullah)

Maka sudah saatnya untuk kita menikah, mencari pendamping sholehah, semanhaj, membina keluarga sakinah.
Maka sudah seharusnya kita ta’awun dengan menganjurkan orang untuk menikah dan membantunya sesuai dengan kemampuan kita.
Wahai kaum muslimin, semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua….

Tidak tahukah kalian beberapa banyak dari pemuda kaum muslimin yang terjatuh kepada perbuatan zina, sebuah dosa yang sangat besar yang pelakunya berhak dihukum 100 kali cambukkan dan diasingkan dari negerinya, adapun kalau sudah menikah dihukum dengan dirajam sampai mati.

Tidak tahukah kalian bahkan ada yang terjatuh pada sebuah dosa yang pelakunya berhak dikenai hukuman dengan dilempar dari gedung yang paling tinggi kemudian dilempari batu, bahkan dosa liwath ini telah menyebar di negeri ini. Naudzubillah…

Tidak tahukah engkau bahwa kemaksiatan onani, pornografi, buka aurat, pacaran dianggap sesuatu hal yang biasa…
Wahai kaum muslimin kalau seperti ini kondisi bangsa ini, lalu apa yang menjadikan alasan kita untuk menunda nikah…….

Kalau seperti ini kondisi bangsa ini lalu apa yang menjadi alasan para orangtua tidak menganjurkan anaknya untuk menikah……
Kalau seperti ini kondisi bangsa ini lalu apa yang menjadi alasan para orang tua melarang anaknya untuk segera menikah, katakanlah kepada diriku wahai kaum muslimin….
Bukankah kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan untuk diri kita….
Bukankah kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan untuk keluarga kita…
Bukankah para orangtua menginginkan keselamatan dan kebahagiaan untuk anak-anaknya…..
Buknkah kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan untuk kaum muslimin…


Lants apa yang menghalangi kita untuk menikah…..
Lantas apa yang menghalangi kita untuk menganjurkan orang untuk menikah…..
Lantas apa yang menghalangi kita untuk membantu saudara kita untuk menikah…..

Bukankah Allah Ta’ala dan Rasul Nya menganjurkan kita untuk menikah, Allah Ta’ala berfirman:

فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

“Maka nikahillah perempuan yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja. “ ( QS. an-Nisa’: 3 )



Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: ”Wahai para pemuda barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa hal itu sebagai tameng baginya.“ (HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu)

Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah: ”Di dalam hadist ini terdapat anjuran dari Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam untuk para pemuda, khususnya para pemuda kaum muslimin, dikarenakan syahwat para pemuda lebih kuat dan kebutuhan untuk menikah di sisi mereka lebih banyak, karena inilah dianjurkan bagi mereka untuk menikah.“ (Tashiilul Ilmaam Bifiqhil Ahaadist Min Bulugil Maram, Jilid 4 Kitab Nikah, hal 304)

Berkata Syaikh Abdullah al-Basam Rahimahullah: ”Setiap pernikahan ini terkandung di dalamnya manfaat yang agung, yang kemanfaatan tersebut kembali kepada suami istri, anak-anak, perkumpulan (komunitas), dan agama dengan kebaikan yang banyak.” (Taudihul Ahkam Min Bulughil Maram, Jlid 5 Kitab Nikah hal 209)

Oleh karena itu ada yang ingin kukatakan ”Saatnya untuk kita menikah“, menjalankan perintah Allah dan RasulNya, membina rumah tangga sakinah semoga dengan itu Allah menjaga agama dan diri kita dari kemaksiatan.




Sumber: Buletin Da’wah Islami “Al-Atsary” Tahun 03/Edisi 51/1431H/2010M, Dengan Judul “Menikah Itu Indah”, Penasehat: al-Ustadz Abdurrahman Mubarak, Alamat Redaksi: Jl. Raya Narogong Kp. Cikalagan RT01/RW10 Depan Pasar Baru Cileungsi, Informasi: 08567133567. Juga telah dipublikasikan di blog http://tauhiddansyi rik.wordpress. com.

Di posting dari thullabul-ilmiy@yahoogroup
s.com


Oleh: Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al Jakarty

Larangan Bergaul Dengan Ahli Bid’ah

Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah
Abu Fadhl Al Hamadzani berkata : “Ahli bid’ah serta orang-orang yang memalsukan hadits lebih berbahaya daripada orang-orang kafir yang secara terang-terangan menentang Islam. Orang-orang kafir bermaksud menghancurkan Islam dari luar sedangkan ahli bid’ah bermaksud menghancurkan Islam dari dalam. Mereka seperti penduduk suatu kampung yang ingin menghancurkan keadaan kampung tersebut sedangkan kaum kuffar bagaikan musuh yang sedang menunggu di luar benteng sampai pintu benteng tersebut dibuka oleh ahli bid’ah. Sehingga ahli bid’ah lebih jelek akibatnya terhadap Islam dibanding orang yang menentang secara terang-terangan.” (Al Maudlu’at Ibnul Jauzi lihat kitab Naqdur Rijal halaman 128)
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya As Siyasah Asy Syar’iyyah halaman 123 mengatakan : “Sekelompok dari kalangan pengikut Imam Syafi’i, Ahmad, dan selainnya memperbolehkan membunuh orang yang berdakwah pada kebid’ahan yang menyelisihi Al Qur’an. Demikian pula pengikut Imam Malik, mereka mengatakan bahwa Imam Malik membolehkan membunuh Qadariyah bukan karena mereka murtad (keluar dari Islam) tetapi karena mereka menyebarkan kerusakan di muka bumi.” (Naqdur Rijal halaman 127)
3. Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata tentang tafsir ayat :
“Hari yang pada waktu itu putih wajah-wajah.”
Yaitu Ahli Sunnah Wal Jamaah dan ayat :
“Dan hitam wajah-wajah.”
Yaitu ahli furqah dan ahli bid’ah. Kita katakan kepada ahli bid’ah:
“Apakah kalian berani kembali pada kekafiran setelah kalian beriman?”
[ Lihat kitab Ma Ana ‘Alaihi wa Ashhabi oleh Syaikh Ahmad Salam halaman 187 dan Tafsir Ibnu Katsir tafsir surat Ali Imran ayat 106 ]
4. Allah berfirman :
“Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olok ayat Kami maka tinggalkanlah mereka sampai mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang dhalim itu sesudah teringat.” (Al An’am : 68)
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Thabari menyebutkan dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali radliyallahu ‘anhu bahwasanya ia berkata :
“Janganlah kalian duduk dengan orang yang suka berdebat karena mereka itulah orang yang memperolok-olok ayat-ayat Allah.”
5. Fudhail bin ‘Iyadl berkata : “Barangsiapa mencintai ahli bid’ah niscaya Allah akan menggugurkan amalnya dan mengeluarkan cahaya Islam dari hatinya. Barangsiapa menikahkan anak perempuannya dengan ahli bid’ah maka dia telah memutuskan silaturahminya. Barangsiapa duduk dengan ahli bid’ah maka dia tidak akan diberi hikmah. Dan kalau Allah telah mengetahui bahwa seseorang telah memiliki rasa benci kepada ahli bid’ah maka saya berharap semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.”
6. Sebagian ahli bid’ah berkata kepada Abi ‘Imran An Nakha’i : “Dengarlah dariku satu kata!” Lalu Abu ‘Imran berpaling darinya seraya berkata : “Saya tidak mau mendengar sekalipun setengah kata.” (Lihat Al Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam Al Qurthubi jilid 7 halaman 11)
7. Yahya bin Abi Katsir berkata : “Jika engkau bertemu dengan ahli bid’ah di satu jalan maka carilah jalan lain.” (Asy Syari’ah Al Ajurri. Lihat pula kitab Ilmu Ushulil Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan halaman 298)
8. Pernah suatu ketika ada seorang laki-laki yang dilaporkan kepada Al Auza’i bahwa dia berkata : “Saya duduk bersama Ahli Sunnah dan suatu ketika juga saya duduk dengan ahli bid’ah.” Maka Al Auza’i berkata : “Orang ini ingin menyamakan antara yang haq dengan yang bathil.” (Ilmu Ushulil Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan halaman 300)
9. Sebagian ahli bid’ah datang kepada Ibnu Taimiyah dengan niat ingin memperindah dan menghiasi bid’ah mereka di hadapan beliau. Mereka berkata : “Ya Syaikh, betapa banyak orang yang bertaubat karena dakwah kami!” Ibnu Taimiyah berkata : “Mereka taubat dari perbuatan apa?” Kata mereka : “Mereka taubat dari mencuri, merampok, dan lain-lainnya.” Lalu Ibnu Taimiyah menjawab : “Keadaan mereka sebelum bertaubat (karena dakwah kalian, ed.) lebih baik daripada keadaan mereka sekarang, karena sesungguhnya mereka dahulu dalam keadaan fasiq dan meyakini keharaman apa yang mereka kerjakan sehingga mereka selalu mengharap rahmat dari Allah dan mereka ingin bertaubat. Adapun sekarang mereka menjadi sesat dan musyrik akibat dakwah kalian bahkan mereka keluar dari Islam dan mencintai apa yang dibenci Allah dan membenci apa yang disukai Allah … .” Kemudian Ibnu Taimiyah menjelaskan kepada mereka bahwa bid’ah yang mereka kerjakan lebih jelek daripada kemaksiatan lainnya. (Lihat pula kitab Ilmu Ushulil Bida’ halaman 220)
Demikianlah beberapa pendapat ulama Ahli Sunnah tentang hukum bershahabat dengan ahli bid’ah. Dari sini jelaslah bagi kita tentang kebathilan manhaj yang diistilahkan dengan manhaj al inshaf (sururiyah) terhadap ahli bid’ah karena kita lihat begitu keras sikap para ulama Ahli Sunnah terhadap ahli bid’ah. Demikian pula sikap mereka terhadap kitab-kitab ahli bid’ah sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa ahli bid’ah itu lebih berbahaya daripada orang-orang kafir yang jelas-jelas menentang Islam. Maka marilah kita menyelamatkan diri kita dari ‘kalajengking-kalajengking’ yang menyembunyikan kepala dan tangan mereka di dalam tanah dan mengeluarkan ekornya, kapan saja mereka mempunyai kesempatan maka mereka langsung menyengat[1] sedangkan kita tidak menyadarinya. Demikianlah perumpamaan ahli bid’ah yang sangat halus caranya untuk menipu umat kepada kebid’ahannya. Tidak ada jalan bagi kita untuk menelaah buku-buku mereka sekarang karena masih tipis ilmu yang kita miliki dan begitu halus politik dan tipu daya mereka.
=======================================================
BAB 1
Berpegang Dengan Al Quran Dan As Sunnah, Mengikuti Atsar Salafus Shalih, Dan Menjauhi Bid’ah
———————
1. Allah Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. Dan berpeganglah kamu semua dengan tali Allah dan jangan berpecah-belah. Dan ingatlah nikmat Allah terhadapmu ketika kamu saling bermusuhan maka Dia satukan hati kamu lalu kamu menjadi bersaudara dengan nikmat-Nya dan ingatlah ketika kamu berada di bibir jurang neraka lalu Dia. selamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat-Nya agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran : 102-103)
2. Allah Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia dan jangan kamu ikuti jalan-jalan (lainnya) sebab jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Allah berwasiat kepada kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa.” (QS. Al An’am : 153)
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing, gigitlah dengan gerahammu dan hati-hatilah kamu terhadap perkara yang baru karena sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad 4/126 , At Tirmidzy 2676, Al Hakim 1/96, Al Baghawy 1/205 nomor 102)
4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya Allah meridlai tiga perkara untuk kamu –di antaranya beliau bersabda– : “ … dan hendaknya kamu semua berpegang dengan tali Allah.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Baghawy 1/202 nomor 101)
5. Hudzaifah bin Al Yaman radliyallahu ‘anhu berkata :
“Hai para Qari’ (pembaca Al Quran) bertaqwalah kepada Allah dan telusurilah jalan orang-orang sebelum kamu sebab demi Allah seandainya kamu melampaui mereka sungguh kamu melampaui sangat jauh dan jika kamu menyimpang ke kanan dan ke kiri maka sungguh kamu telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Al Lalikai 1/90 nomor 119, Ibnu Wudldlah
dalam Al Bida’ wan Nahyu ‘anha 17, As Sunnah Ibnu Nashr 30)
6. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah! Sebab sungguh itu telah cukup bagi kalian. Dan (ketahuilah) bahwa setiap bid’ah adalah sesat.” (Ibnu Nashr 28 dan Ibnu Wudldlah 17)
7. Imam Az Zuhry berkata, ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan :
“Berpegang dengan As Sunnah itu adalah keselamatan. Dan ilmu itu tercabut dengan segera maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam sedangkan dengan perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama).” (Al Lalikai 1/94 nomor 136 dan Ad Darimy 1/58 nomor 16)
8. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Berpeganglah kamu dengan ilmu (As Sunnah) sebelum diangkat dan berhati-hatilah kamu dari mengada-adakan yang baru (bid’ah) dan melampaui batas dalam berbicara dan membahas suatu perkara, hendaknya kalian tetap berpegang dengan contoh yang telah lalu.” (Ad Darimy 1/66 nomor 143, Al Ibanah Ibnu Baththah 1/324 nomor 169, Al Lalikai 1/87 nomor 108, dan Ibnu Wadldlah 32)
9. Dan ia juga mengatakan bahwa :
“Sederhana dalam As Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Ibnu Nashr 30, Al Lalikai 1/88 nomor 114, dan Al Ibanah 1/320 nomor 161)
10. Sa’id bin Jubair (murid dan shahabat Ibnu Abbas) berkata –mengenai ayat– :
“Dan beramal shalih kemudian mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha : 82)
Yaitu senantiasa berada di atas As Sunnah dan mengikuti Al Jama’ah. (Al Ibanah 1/323 nomor 165 dan Al Lalikai 1/71 nomor 72)
11. Imam Al Auza’i berkata :
“Kami senantiasa mengikuti sunnah kemanapun ia beredar.” (Al Lalikai 1/64 nomor 47)
12. Imam Ahmad bin Hambal berkata :
“Berhati-hatilah kamu jangan sampai menulis masalah apapun dari ahli ahwa’ sedikit atau pun banyak. Dan berpeganglah dengan Ahli Atsar dan Sunnah.” (As Siyar 11/231)
13. Umar bin Abdul Aziz dalam risalahnya untuk salah seorang aparatnya mengatakan :
Dari Umar bin Abdul Aziz Amirul Mukminin kepada Ady bin Arthaah :
“Segala puji hanya bagi Allah yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia.
Kemudian daripada itu :
Saya wasiatkan kepadamu, bertaqwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam (menjalankan) perintah-Nya dan ikutilah sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan tinggalkanlah apa yang diada-adakan ahli bid’ah terhadap sunnah ya
Perintah Komitmen Dengan Jamaah Muslimin dan Imam Mereka Serta Peringatan Bahayanya Perpecahan
17. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaah sejengkal saja maka ia telah menanggalkan ikatan Islam dari lehernya.” (As Sunnah Ibnu Abi Ashim dan dishahihkan Syaikh Al Albani 892 dan 1053)
18. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang mati tanpa mempunyai imam maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah.” (As Sunnah Ibnu Abi Ashim dihasankan Syaikh Al Albani 1057)
19. Beliau bersabda :
“Tetaplah kamu bersama Al Jamaah dan jauhilah perpecahan, sesungguhnya syaithan selalu bersama orang yang sendirian dan ia lebih jauh dari yang berdua dan siapa yang ingin tinggal di tengah-tengah kebun surga maka hendaknya tetap berpegang dengan Al Jamaah.” (Shahih As Sunnah Ibnu Abi Ashim 88)
20. Beliau bersabda :
“Berjamaah itu rahmat dan perpecahan itu adzab.” (Hadits hasan dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 93)
21. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan Al Jamaah maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 93 dan 1064)
22. Beliau bcrsabda :
“Tiga hal yang tidak ditanya dari mereka yaitu seseorang yang memisahkan diri dari Al Jamaah dan orang yang mendurhakai imamnya dan mati dalam keadaan maksiat.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 89, 100, dan 1060)
23. Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu berkata :
“Tangan Allah ada di atas Al Jamaah, maka siapa menyimpang maka Allah tidak akan mempedulikan dia dengan penyimpangannya itu.” (Al Ibanah 1/289 nomor 119)
24. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Hai manusia, tetaplah kalian taat dan berada dalam Al Jamaah karena sesungguhnya itu adalah tali Allah yang Ia perintahkan berpegang dengannya dan sesungguhnya apapun yang tidak disukai dalam jamaah jauh lebih baik daripada apapun yang disukai di dalam perpecahan.” (Al Ibanah 1/297 nomor 133)
25. Al Auza’i berkata :
“Dikatakan bahwa terdapat lima hal yang shahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para tabi’in di atasnya, di antaranya menetapi Al Jamaah.” (Al Lalikai 1/64 nomor 48)
———————
BAB 3
———————
Perintah Mentaati Dan Memuliakan Penguasa Serta Tidak Memberontak Kepadanya
26. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Meskipun kamu diperintah oleh budak Habsyi yang (jelek) terpotong hidungnya tetaplah kamu mendengar dan mentaatinya selama ia memimpinmu dengan Kitab Allah.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1062)
27. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang mentaatiku berarti ia mentaati Allah dan siapa yang bermaksiat kepadaku maka ia bermaksiat kepada Allah dan siapa yang taat kepada amirnya (pemimpin/penguasa) berarti ia mentaatiku dan siapa yang bermaksiat kepada amirnya (pemimpin/penguasa) maka ia berarti bermaksiat kepadaku dan amirnya adalah tameng.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1065-1068)
(Menurut Imam Al Qurthuby yang dinukil oleh Imam As Suyuthi dalam Kitab Az Zahrur Riba, arti tameng di sini adalah ia (amir itu) diikuti pendapat dan pandangannya dalam beberapa peraturan dalam menghadapi keadaan yang mengkhawatirkan, pent.)
28. Dari Ady bin Hatim ia berkata, kami berkata :
“Ya Rasulullah, kami tidak bertanya tentang ketaatan kepada orang yang bertaqwa tapi (bagaimana) terhadap orang yang berbuat begini dan begitu –ia menyebut berbagai kejelekan–.” Beliau berkata : “Bertaqwalah kamu kepada Allah dan tetaplah kamu mendengar dan mentaatinya.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1069)
29. Dari Abi Sa’id Al Khudri ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Akan ada nanti para pemimpin yang kulit menjadi lunak terhadap mereka sedangkan hati tidak tenteram kemudian akan ada pula para pemimpin yang hati manusia gemetar karena mereka dan bulu kuduk berdiri karena (takut) kepada mereka.” Lalu ada yang bertanya : “Ya Rasulullah apakah tidak diperangi saja mereka?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab : “Tidak, selama mereka menegakkan shalat.” (Ibid nomor 1077)
30. Dari Abu Dzar radliyallahu ‘anhu ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendatangiku ketika saya di mesjid lalu beliau menyentuhku dengan kakinya dan bersabda : “Apakah kamu sedang tidur di tempat ini?” Saya menjawab : “Wahai Rasulullah, mataku mengalahkanku.” Beliau bersabda : “Bagaimana jika kamu diusir dari sini?” Maka saya menjawab : “Sungguh saya akan memilih tanah Syam yang suci dan diberkahi.” Beliau bertanya lagi : “Bagaimana jika kamu diusir dari Syam?” Saya berkata : “Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya perangi dia, ya Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab : “Maukah aku tunjukkan jalan yang lebih baik dari tindakan itu dan lebih dekat kepada petunjuk –beliau ulangi dua kali–? Yaitu kamu dengar dan taati, kamu akan digiring kemanapun mereka menggiringmu.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1074)
31. Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan ia berkata, ketika Abu Dzar keluar menuju Rabdzah, serombongan pengendara dari Iraq menemuinya lalu berkata :
“Hai Abu Dzar, apa yang me
nimpamu telah sampai kepada kami, pancangkanlah bendera jihad (berontak) niscaya akan datang kepadamu orang-orang berapapun kamu kehendaki.” Ia berkata : [ Tenanglah hai kaum Muslimin, sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Akan ada sesudahku nanti penguasa maka hormatilah dia, barangsiapa yang mencari-cari kesalahannya maka ia berarti benar-benar merobohkan sendi-sendi Islam dan tidak akan diterima taubatnya sampai mengembalikannya seperti semula.” ] (Ibid nomor 1079)
32. Dari Qathn Abul Haitsami ia berkata bahwa Abu Ghalib bercerita kepada kami, saya berada di sisi Abu Umamah ketika seseorang berkata kepadanya :
“Apa pendapat Anda mengenai ayat :
Dia-lah yang telah menurunkan kepadamu Al Kitab di antaranya (berisi) ayat-ayat yang muhkam itulah Ummul Kitab dan ayat lainnya adalah ayat mutasyabihat. Maka adapun orng-orang yang dalam hati mereka ada zaigh (condong kepada kesesatan) maka mereka akan mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat. (QS. Ali Imran : 7)
Siapakah mereka (orang yang di hatinya terdapat zaigh) ini?” Ia berkata : “Mereka adalah Khawarij, –beliau melanjutkan– dan tetaplah kamu beriltizam (komitmen) dengan As Sawadul A’zham.” Saya berkata : “Engkau telah mengetahui apa yang ada pada mereka (penguasa).” Ia menjawab : “Kewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu, taatilah mereka niscaya kamu akan mendapat petunjuk.” (As Sunnah Ibnu Na shr 22 nomor 55)
33. Dari Daud bin Abil Furat ia berkata, Abu Ghalib bercerita kepadaku bahwa Abu Umamah bercerita bahwa Bani Israil terpecah menjadi 71 golongan dan ummat ini lebih banyak satu golongan dari mereka, semua di neraka kecuali As Sawadul A’zham, yakni Al Jamaah. Saya berkata :
“Terkadang dapat diketahui apa yang ada pada As Sawadul A’zham –di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan–.” Ia berkata : “Ketahuilah, sungguh demi Allah saya benar-benar tidak suka perbuatan mereka namun bagi kewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajibanmu adalah apa yang dibebankan kepadamu, di samping itu mendengar dan ta at kepada mereka lebih baik daripada durhaka dan bermaksiat kepada mereka.” (Ibid nomor 56)
34. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memuliakan penguasa (yang dijadikan) Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi di dunia maka Allah memuliakannya pada hari kiamat dan siapa yang menghinakan penguasa Allah Yang Maha Suci dan Mah a Tinggi di dunia maka Allah hinakan dia pada hari kiamat.” (Ash Shahihah Al Albani 2297)
35. Beliau bersabda :
“Lima perkara, barangsiapa yang mengamalkan salah satunya ia mendapat jaminan dari Allah Azza wa Jalla, yaitu (antara lain) barangsiapa yang masuk kepada imam (pemimpinnya) untuk memuliakan dan menghormatinya.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1021)
36. Dari Ubadah bin Ash Shamit radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (beliau) bersabda :
“Dengar dan taatilah mereka baik –dalam– kesulitan atau kemudahan, gembira dan tidak suka, dan (meskipun) mereka bersikap egois (sewenang-wenang) terhadapmu, walaupun mereka memakan hartamu dan memukul punggungmu.” (Ibid, dishahihkan Al Albani 1026)
37. Dari Rabi’i bin Harrasy ia berkata, saya mendatangi Hudzaifah radliyallahu ‘anhu di Madain pada malam hari ketika banyak orang yang men datangi Utsman bin Affan radliyallahu ‘anhu maka ia berkata :
“Hai Rabi’i! Apa yang dilakukan kaummu?” Saya menjawab : “Tentang kejadian mana yang Anda tanyakan?” Ia berkata : “Tentang siapa di antara mereka yang keluar (unjuk rasa/memberontak) kepada orang itu (Utsman)?” Maka saya sebutkan nama-nama beberapa orang di antara mereka. Lalu kata Hudzaifah : “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaah dan merendahkan pemerintah maka ia akan menemui Allah Azza wa Jalla dalam keadaan tidak mempunyai muka lagi –dalam lafaz Adz Dzahabi, tidak mempunyai hujjah–.” (HR. Ahmad 5/387, Al Hakim menshahihkannya, dan disetujui Adz Dzahabi 1/119)
38. Imam Al Barbahary berkata, Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan :
“Dengar dan taatilah para pemimpin dalam perkara yang dicintai dan diridlai Allah! Dan siapa yang diserahi jabatan kekhalifahan dengan kesepakatan dan keridlaan manusia kepadanya maka ia adalah Amirul Mukminin. Tidak halal bagi siapapun untuk berdiam satu malam dalam keadaan tidak menganggap adanya imam baik orang yang shalih ataupun durhaka.” (Thabaqat Hanabilah 2/21 dan Syarhus Sunnah 77-78)
Kata Syaikh Jamal bin Farihan, ijma’ (kesepakatan manusia dan keridlaan mereka) di sini maksudnya adalah manusia dari kalangan Ahlul Hali wal ‘Aqdi (ulama mujtahid) bukan seluruh rakyat yang di dalamnya banyak terdapat orang-orang yang bodoh. Maka perhatikanlah hal ini!
39. Kata beliau (dalam Syarhus Sunnah hal 77-78) :
“Barangsiapa yang keluar (demonstrasi/memberontak) kepada imam kaum Muslimin maka ia Khawarij dan sungguh mereka telah mematahkan tongkatnya kaum Muslimin, menyelisihi atsar maka mereka mati dalam keadaan jahiliyyah.”
40. Dan kata beliau lagi :
“Tidak halal memerangi (memberontak) kepada penguasa dan keluar (demonstrasi) terhadap mereka meskipun mereka jahat karena tidak ada dalam As Sunnah (tuntunan) memerangi penguasa sebab yang demikian mengakibatkan kerusakan dunia dan agama.”
———————
BAB 4
———————
Bersabar Atas Kejahatan Penguasa
41. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang melihat pada amirnya terdapat satu hal yang dia benci hendaknya ia (tetap) bersabar.” (Hadits dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1101)
42. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Adapun sesudah itu, sesungguhnya kamu akan melihat sikap atsarah (egois dan suka melebihkan orang lain selain kamu) maka bersabarlah sampai kamu berjumpa denganku.” (Ibid 1102)
Bab 6
Tanda-Tanda Ahli Bid’ah Dan Ahli Ahwa’
48. Ayyub As Sikhtiyani berkata :
“Saya tidak mengetahui ada seseorang dari ahli ahwa yang berdebat kecuali
dengan perkara (ayat) mutasyabihat.” (Al Ibanah 2/501, 605, 609)
49. Imam Al Barbahary berkata :
“Jika kamu lihat seseorang mencela salah seorang shahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka ketahuilah bahwa sesungguhya dia telah
mengucapkan kata-kata yang buruk dan termasuk ahli ahwa.” (Halaman 115 nomor
133)
50. Ia juga berkata :
“Jika kamu mendengar seseorang mencerca atsar (hadits-hadits), menolaknya, dan
menginginkan selain itu maka curigailah keislamannya dan jangan kamu ragu bahwa
ia adalah pengikut hawa nafsu dan mubtadi’.” (Ibid 115-116 nomor 134)
51. Kata beliau juga :
“Jika kamu lihat seseorang mendoakan kejelekan terhadap penguasa maka
ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu.” (Ibid 116 nomor 136)
52. Abu Hatim berkata :
“Salah satu tanda ahli bid”ah adalah adanya cercaan mereka terhadap Ahli
Atsar.” (Al Lalikai 1/179)
Abu Abdillah Jamal berkata : “Jika kamu lihat seseorang mencerca ulama As
Sunnah dan manhaj Salafus Shalih di negeri ini dan lainnya maka ketahuilah
bahwa ia adalah pengikut hawa.”
53. Ibnul Qaththan berkata :
“Tidak ada di dunia ini seorang mubtadi’ melainkan sangat membenci Ahli
Hadits.” (Aqidah Salaf Ash Shabuni 102 nomor 163)
54. Imam Ash Shabuni berkata :
Dan tanda-tanda ahli bid’ah itu sangat jelas terlihat pada mereka dan salah
satu tanda yang paling menonjol adalah kerasnya permusuhan mereka terhadap para
pembawa berita dari Rasulullah Shallallahu