Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah
Abu Fadhl Al Hamadzani berkata : “Ahli bid’ah serta orang-orang yang memalsukan hadits lebih berbahaya daripada orang-orang kafir yang secara terang-terangan menentang Islam. Orang-orang kafir bermaksud menghancurkan Islam dari luar sedangkan ahli bid’ah bermaksud menghancurkan Islam dari dalam. Mereka seperti penduduk suatu kampung yang ingin menghancurkan keadaan kampung tersebut sedangkan kaum kuffar bagaikan musuh yang sedang menunggu di luar benteng sampai pintu benteng tersebut dibuka oleh ahli bid’ah. Sehingga ahli bid’ah lebih jelek akibatnya terhadap Islam dibanding orang yang menentang secara terang-terangan.” (Al Maudlu’at Ibnul Jauzi lihat kitab Naqdur Rijal halaman 128)
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya As Siyasah Asy Syar’iyyah halaman 123 mengatakan : “Sekelompok dari kalangan pengikut Imam Syafi’i, Ahmad, dan selainnya memperbolehkan membunuh orang yang berdakwah pada kebid’ahan yang menyelisihi Al Qur’an. Demikian pula pengikut Imam Malik, mereka mengatakan bahwa Imam Malik membolehkan membunuh Qadariyah bukan karena mereka murtad (keluar dari Islam) tetapi karena mereka menyebarkan kerusakan di muka bumi.” (Naqdur Rijal halaman 127)
3. Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata tentang tafsir ayat :
“Hari yang pada waktu itu putih wajah-wajah.”
Yaitu Ahli Sunnah Wal Jamaah dan ayat :
“Dan hitam wajah-wajah.”
Yaitu ahli furqah dan ahli bid’ah. Kita katakan kepada ahli bid’ah:
“Apakah kalian berani kembali pada kekafiran setelah kalian beriman?”
[ Lihat kitab Ma Ana ‘Alaihi wa Ashhabi oleh Syaikh Ahmad Salam halaman 187 dan Tafsir Ibnu Katsir tafsir surat Ali Imran ayat 106 ]
4. Allah berfirman :
“Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olok ayat Kami maka tinggalkanlah mereka sampai mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang dhalim itu sesudah teringat.” (Al An’am : 68)
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Thabari menyebutkan dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali radliyallahu ‘anhu bahwasanya ia berkata :
“Janganlah kalian duduk dengan orang yang suka berdebat karena mereka itulah orang yang memperolok-olok ayat-ayat Allah.”
5. Fudhail bin ‘Iyadl berkata : “Barangsiapa mencintai ahli bid’ah niscaya Allah akan menggugurkan amalnya dan mengeluarkan cahaya Islam dari hatinya. Barangsiapa menikahkan anak perempuannya dengan ahli bid’ah maka dia telah memutuskan silaturahminya. Barangsiapa duduk dengan ahli bid’ah maka dia tidak akan diberi hikmah. Dan kalau Allah telah mengetahui bahwa seseorang telah memiliki rasa benci kepada ahli bid’ah maka saya berharap semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.”
6. Sebagian ahli bid’ah berkata kepada Abi ‘Imran An Nakha’i : “Dengarlah dariku satu kata!” Lalu Abu ‘Imran berpaling darinya seraya berkata : “Saya tidak mau mendengar sekalipun setengah kata.” (Lihat Al Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam Al Qurthubi jilid 7 halaman 11)
7. Yahya bin Abi Katsir berkata : “Jika engkau bertemu dengan ahli bid’ah di satu jalan maka carilah jalan lain.” (Asy Syari’ah Al Ajurri. Lihat pula kitab Ilmu Ushulil Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan halaman 298)
8. Pernah suatu ketika ada seorang laki-laki yang dilaporkan kepada Al Auza’i bahwa dia berkata : “Saya duduk bersama Ahli Sunnah dan suatu ketika juga saya duduk dengan ahli bid’ah.” Maka Al Auza’i berkata : “Orang ini ingin menyamakan antara yang haq dengan yang bathil.” (Ilmu Ushulil Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan halaman 300)
9. Sebagian ahli bid’ah datang kepada Ibnu Taimiyah dengan niat ingin memperindah dan menghiasi bid’ah mereka di hadapan beliau. Mereka berkata : “Ya Syaikh, betapa banyak orang yang bertaubat karena dakwah kami!” Ibnu Taimiyah berkata : “Mereka taubat dari perbuatan apa?” Kata mereka : “Mereka taubat dari mencuri, merampok, dan lain-lainnya.” Lalu Ibnu Taimiyah menjawab : “Keadaan mereka sebelum bertaubat (karena dakwah kalian, ed.) lebih baik daripada keadaan mereka sekarang, karena sesungguhnya mereka dahulu dalam keadaan fasiq dan meyakini keharaman apa yang mereka kerjakan sehingga mereka selalu mengharap rahmat dari Allah dan mereka ingin bertaubat. Adapun sekarang mereka menjadi sesat dan musyrik akibat dakwah kalian bahkan mereka keluar dari Islam dan mencintai apa yang dibenci Allah dan membenci apa yang disukai Allah … .” Kemudian Ibnu Taimiyah menjelaskan kepada mereka bahwa bid’ah yang mereka kerjakan lebih jelek daripada kemaksiatan lainnya. (Lihat pula kitab Ilmu Ushulil Bida’ halaman 220)
Demikianlah beberapa pendapat ulama Ahli Sunnah tentang hukum bershahabat dengan ahli bid’ah. Dari sini jelaslah bagi kita tentang kebathilan manhaj yang diistilahkan dengan manhaj al inshaf (sururiyah) terhadap ahli bid’ah karena kita lihat begitu keras sikap para ulama Ahli Sunnah terhadap ahli bid’ah. Demikian pula sikap mereka terhadap kitab-kitab ahli bid’ah sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa ahli bid’ah itu lebih berbahaya daripada orang-orang kafir yang jelas-jelas menentang Islam. Maka marilah kita menyelamatkan diri kita dari ‘kalajengking-kalajengking’ yang menyembunyikan kepala dan tangan mereka di dalam tanah dan mengeluarkan ekornya, kapan saja mereka mempunyai kesempatan maka mereka langsung menyengat[1] sedangkan kita tidak menyadarinya. Demikianlah perumpamaan ahli bid’ah yang sangat halus caranya untuk menipu umat kepada kebid’ahannya. Tidak ada jalan bagi kita untuk menelaah buku-buku mereka sekarang karena masih tipis ilmu yang kita miliki dan begitu halus politik dan tipu daya mereka.
=======================================================
BAB 1
Berpegang Dengan Al Quran Dan As Sunnah, Mengikuti Atsar Salafus Shalih, Dan Menjauhi Bid’ah
———————
1. Allah Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. Dan berpeganglah kamu semua dengan tali Allah dan jangan berpecah-belah. Dan ingatlah nikmat Allah terhadapmu ketika kamu saling bermusuhan maka Dia satukan hati kamu lalu kamu menjadi bersaudara dengan nikmat-Nya dan ingatlah ketika kamu berada di bibir jurang neraka lalu Dia. selamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat-Nya agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran : 102-103)
2. Allah Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia dan jangan kamu ikuti jalan-jalan (lainnya) sebab jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Allah berwasiat kepada kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa.” (QS. Al An’am : 153)
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing, gigitlah dengan gerahammu dan hati-hatilah kamu terhadap perkara yang baru karena sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad 4/126 , At Tirmidzy 2676, Al Hakim 1/96, Al Baghawy 1/205 nomor 102)
4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya Allah meridlai tiga perkara untuk kamu –di antaranya beliau bersabda– : “ … dan hendaknya kamu semua berpegang dengan tali Allah.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Baghawy 1/202 nomor 101)
5. Hudzaifah bin Al Yaman radliyallahu ‘anhu berkata :
“Hai para Qari’ (pembaca Al Quran) bertaqwalah kepada Allah dan telusurilah jalan orang-orang sebelum kamu sebab demi Allah seandainya kamu melampaui mereka sungguh kamu melampaui sangat jauh dan jika kamu menyimpang ke kanan dan ke kiri maka sungguh kamu telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Al Lalikai 1/90 nomor 119, Ibnu Wudldlah
dalam Al Bida’ wan Nahyu ‘anha 17, As Sunnah Ibnu Nashr 30)
6. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah! Sebab sungguh itu telah cukup bagi kalian. Dan (ketahuilah) bahwa setiap bid’ah adalah sesat.” (Ibnu Nashr 28 dan Ibnu Wudldlah 17)
7. Imam Az Zuhry berkata, ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan :
“Berpegang dengan As Sunnah itu adalah keselamatan. Dan ilmu itu tercabut dengan segera maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam sedangkan dengan perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama).” (Al Lalikai 1/94 nomor 136 dan Ad Darimy 1/58 nomor 16)
8. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Berpeganglah kamu dengan ilmu (As Sunnah) sebelum diangkat dan berhati-hatilah kamu dari mengada-adakan yang baru (bid’ah) dan melampaui batas dalam berbicara dan membahas suatu perkara, hendaknya kalian tetap berpegang dengan contoh yang telah lalu.” (Ad Darimy 1/66 nomor 143, Al Ibanah Ibnu Baththah 1/324 nomor 169, Al Lalikai 1/87 nomor 108, dan Ibnu Wadldlah 32)
9. Dan ia juga mengatakan bahwa :
“Sederhana dalam As Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Ibnu Nashr 30, Al Lalikai 1/88 nomor 114, dan Al Ibanah 1/320 nomor 161)
10. Sa’id bin Jubair (murid dan shahabat Ibnu Abbas) berkata –mengenai ayat– :
“Dan beramal shalih kemudian mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha : 82)
Yaitu senantiasa berada di atas As Sunnah dan mengikuti Al Jama’ah. (Al Ibanah 1/323 nomor 165 dan Al Lalikai 1/71 nomor 72)
11. Imam Al Auza’i berkata :
“Kami senantiasa mengikuti sunnah kemanapun ia beredar.” (Al Lalikai 1/64 nomor 47)
12. Imam Ahmad bin Hambal berkata :
“Berhati-hatilah kamu jangan sampai menulis masalah apapun dari ahli ahwa’ sedikit atau pun banyak. Dan berpeganglah dengan Ahli Atsar dan Sunnah.” (As Siyar 11/231)
13. Umar bin Abdul Aziz dalam risalahnya untuk salah seorang aparatnya mengatakan :
Dari Umar bin Abdul Aziz Amirul Mukminin kepada Ady bin Arthaah :
“Segala puji hanya bagi Allah yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia.
Kemudian daripada itu :
Saya wasiatkan kepadamu, bertaqwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam (menjalankan) perintah-Nya dan ikutilah sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan tinggalkanlah apa yang diada-adakan ahli bid’ah terhadap sunnah ya
Perintah Komitmen Dengan Jamaah Muslimin dan Imam Mereka Serta Peringatan Bahayanya Perpecahan
17. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaah sejengkal saja maka ia telah menanggalkan ikatan Islam dari lehernya.” (As Sunnah Ibnu Abi Ashim dan dishahihkan Syaikh Al Albani 892 dan 1053)
18. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang mati tanpa mempunyai imam maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah.” (As Sunnah Ibnu Abi Ashim dihasankan Syaikh Al Albani 1057)
19. Beliau bersabda :
“Tetaplah kamu bersama Al Jamaah dan jauhilah perpecahan, sesungguhnya syaithan selalu bersama orang yang sendirian dan ia lebih jauh dari yang berdua dan siapa yang ingin tinggal di tengah-tengah kebun surga maka hendaknya tetap berpegang dengan Al Jamaah.” (Shahih As Sunnah Ibnu Abi Ashim 88)
20. Beliau bersabda :
“Berjamaah itu rahmat dan perpecahan itu adzab.” (Hadits hasan dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 93)
21. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan Al Jamaah maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 93 dan 1064)
22. Beliau bcrsabda :
“Tiga hal yang tidak ditanya dari mereka yaitu seseorang yang memisahkan diri dari Al Jamaah dan orang yang mendurhakai imamnya dan mati dalam keadaan maksiat.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 89, 100, dan 1060)
23. Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu berkata :
“Tangan Allah ada di atas Al Jamaah, maka siapa menyimpang maka Allah tidak akan mempedulikan dia dengan penyimpangannya itu.” (Al Ibanah 1/289 nomor 119)
24. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Hai manusia, tetaplah kalian taat dan berada dalam Al Jamaah karena sesungguhnya itu adalah tali Allah yang Ia perintahkan berpegang dengannya dan sesungguhnya apapun yang tidak disukai dalam jamaah jauh lebih baik daripada apapun yang disukai di dalam perpecahan.” (Al Ibanah 1/297 nomor 133)
25. Al Auza’i berkata :
“Dikatakan bahwa terdapat lima hal yang shahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para tabi’in di atasnya, di antaranya menetapi Al Jamaah.” (Al Lalikai 1/64 nomor 48)
———————
BAB 3
———————
Perintah Mentaati Dan Memuliakan Penguasa Serta Tidak Memberontak Kepadanya
26. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Meskipun kamu diperintah oleh budak Habsyi yang (jelek) terpotong hidungnya tetaplah kamu mendengar dan mentaatinya selama ia memimpinmu dengan Kitab Allah.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1062)
27. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang mentaatiku berarti ia mentaati Allah dan siapa yang bermaksiat kepadaku maka ia bermaksiat kepada Allah dan siapa yang taat kepada amirnya (pemimpin/penguasa) berarti ia mentaatiku dan siapa yang bermaksiat kepada amirnya (pemimpin/penguasa) maka ia berarti bermaksiat kepadaku dan amirnya adalah tameng.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1065-1068)
(Menurut Imam Al Qurthuby yang dinukil oleh Imam As Suyuthi dalam Kitab Az Zahrur Riba, arti tameng di sini adalah ia (amir itu) diikuti pendapat dan pandangannya dalam beberapa peraturan dalam menghadapi keadaan yang mengkhawatirkan, pent.)
28. Dari Ady bin Hatim ia berkata, kami berkata :
“Ya Rasulullah, kami tidak bertanya tentang ketaatan kepada orang yang bertaqwa tapi (bagaimana) terhadap orang yang berbuat begini dan begitu –ia menyebut berbagai kejelekan–.” Beliau berkata : “Bertaqwalah kamu kepada Allah dan tetaplah kamu mendengar dan mentaatinya.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1069)
29. Dari Abi Sa’id Al Khudri ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Akan ada nanti para pemimpin yang kulit menjadi lunak terhadap mereka sedangkan hati tidak tenteram kemudian akan ada pula para pemimpin yang hati manusia gemetar karena mereka dan bulu kuduk berdiri karena (takut) kepada mereka.” Lalu ada yang bertanya : “Ya Rasulullah apakah tidak diperangi saja mereka?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab : “Tidak, selama mereka menegakkan shalat.” (Ibid nomor 1077)
30. Dari Abu Dzar radliyallahu ‘anhu ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendatangiku ketika saya di mesjid lalu beliau menyentuhku dengan kakinya dan bersabda : “Apakah kamu sedang tidur di tempat ini?” Saya menjawab : “Wahai Rasulullah, mataku mengalahkanku.” Beliau bersabda : “Bagaimana jika kamu diusir dari sini?” Maka saya menjawab : “Sungguh saya akan memilih tanah Syam yang suci dan diberkahi.” Beliau bertanya lagi : “Bagaimana jika kamu diusir dari Syam?” Saya berkata : “Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya perangi dia, ya Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab : “Maukah aku tunjukkan jalan yang lebih baik dari tindakan itu dan lebih dekat kepada petunjuk –beliau ulangi dua kali–? Yaitu kamu dengar dan taati, kamu akan digiring kemanapun mereka menggiringmu.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1074)
31. Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan ia berkata, ketika Abu Dzar keluar menuju Rabdzah, serombongan pengendara dari Iraq menemuinya lalu berkata :
“Hai Abu Dzar, apa yang me
nimpamu telah sampai kepada kami, pancangkanlah bendera jihad (berontak) niscaya akan datang kepadamu orang-orang berapapun kamu kehendaki.” Ia berkata : [ Tenanglah hai kaum Muslimin, sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Akan ada sesudahku nanti penguasa maka hormatilah dia, barangsiapa yang mencari-cari kesalahannya maka ia berarti benar-benar merobohkan sendi-sendi Islam dan tidak akan diterima taubatnya sampai mengembalikannya seperti semula.” ] (Ibid nomor 1079)
32. Dari Qathn Abul Haitsami ia berkata bahwa Abu Ghalib bercerita kepada kami, saya berada di sisi Abu Umamah ketika seseorang berkata kepadanya :
“Apa pendapat Anda mengenai ayat :
Dia-lah yang telah menurunkan kepadamu Al Kitab di antaranya (berisi) ayat-ayat yang muhkam itulah Ummul Kitab dan ayat lainnya adalah ayat mutasyabihat. Maka adapun orng-orang yang dalam hati mereka ada zaigh (condong kepada kesesatan) maka mereka akan mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat. (QS. Ali Imran : 7)
Siapakah mereka (orang yang di hatinya terdapat zaigh) ini?” Ia berkata : “Mereka adalah Khawarij, –beliau melanjutkan– dan tetaplah kamu beriltizam (komitmen) dengan As Sawadul A’zham.” Saya berkata : “Engkau telah mengetahui apa yang ada pada mereka (penguasa).” Ia menjawab : “Kewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu, taatilah mereka niscaya kamu akan mendapat petunjuk.” (As Sunnah Ibnu Na shr 22 nomor 55)
33. Dari Daud bin Abil Furat ia berkata, Abu Ghalib bercerita kepadaku bahwa Abu Umamah bercerita bahwa Bani Israil terpecah menjadi 71 golongan dan ummat ini lebih banyak satu golongan dari mereka, semua di neraka kecuali As Sawadul A’zham, yakni Al Jamaah. Saya berkata :
“Terkadang dapat diketahui apa yang ada pada As Sawadul A’zham –di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan–.” Ia berkata : “Ketahuilah, sungguh demi Allah saya benar-benar tidak suka perbuatan mereka namun bagi kewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajibanmu adalah apa yang dibebankan kepadamu, di samping itu mendengar dan ta at kepada mereka lebih baik daripada durhaka dan bermaksiat kepada mereka.” (Ibid nomor 56)
34. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memuliakan penguasa (yang dijadikan) Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi di dunia maka Allah memuliakannya pada hari kiamat dan siapa yang menghinakan penguasa Allah Yang Maha Suci dan Mah a Tinggi di dunia maka Allah hinakan dia pada hari kiamat.” (Ash Shahihah Al Albani 2297)
35. Beliau bersabda :
“Lima perkara, barangsiapa yang mengamalkan salah satunya ia mendapat jaminan dari Allah Azza wa Jalla, yaitu (antara lain) barangsiapa yang masuk kepada imam (pemimpinnya) untuk memuliakan dan menghormatinya.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1021)
36. Dari Ubadah bin Ash Shamit radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (beliau) bersabda :
“Dengar dan taatilah mereka baik –dalam– kesulitan atau kemudahan, gembira dan tidak suka, dan (meskipun) mereka bersikap egois (sewenang-wenang) terhadapmu, walaupun mereka memakan hartamu dan memukul punggungmu.” (Ibid, dishahihkan Al Albani 1026)
37. Dari Rabi’i bin Harrasy ia berkata, saya mendatangi Hudzaifah radliyallahu ‘anhu di Madain pada malam hari ketika banyak orang yang men datangi Utsman bin Affan radliyallahu ‘anhu maka ia berkata :
“Hai Rabi’i! Apa yang dilakukan kaummu?” Saya menjawab : “Tentang kejadian mana yang Anda tanyakan?” Ia berkata : “Tentang siapa di antara mereka yang keluar (unjuk rasa/memberontak) kepada orang itu (Utsman)?” Maka saya sebutkan nama-nama beberapa orang di antara mereka. Lalu kata Hudzaifah : “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaah dan merendahkan pemerintah maka ia akan menemui Allah Azza wa Jalla dalam keadaan tidak mempunyai muka lagi –dalam lafaz Adz Dzahabi, tidak mempunyai hujjah–.” (HR. Ahmad 5/387, Al Hakim menshahihkannya, dan disetujui Adz Dzahabi 1/119)
38. Imam Al Barbahary berkata, Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan :
“Dengar dan taatilah para pemimpin dalam perkara yang dicintai dan diridlai Allah! Dan siapa yang diserahi jabatan kekhalifahan dengan kesepakatan dan keridlaan manusia kepadanya maka ia adalah Amirul Mukminin. Tidak halal bagi siapapun untuk berdiam satu malam dalam keadaan tidak menganggap adanya imam baik orang yang shalih ataupun durhaka.” (Thabaqat Hanabilah 2/21 dan Syarhus Sunnah 77-78)
Kata Syaikh Jamal bin Farihan, ijma’ (kesepakatan manusia dan keridlaan mereka) di sini maksudnya adalah manusia dari kalangan Ahlul Hali wal ‘Aqdi (ulama mujtahid) bukan seluruh rakyat yang di dalamnya banyak terdapat orang-orang yang bodoh. Maka perhatikanlah hal ini!
39. Kata beliau (dalam Syarhus Sunnah hal 77-78) :
“Barangsiapa yang keluar (demonstrasi/memberontak) kepada imam kaum Muslimin maka ia Khawarij dan sungguh mereka telah mematahkan tongkatnya kaum Muslimin, menyelisihi atsar maka mereka mati dalam keadaan jahiliyyah.”
40. Dan kata beliau lagi :
“Tidak halal memerangi (memberontak) kepada penguasa dan keluar (demonstrasi) terhadap mereka meskipun mereka jahat karena tidak ada dalam As Sunnah (tuntunan) memerangi penguasa sebab yang demikian mengakibatkan kerusakan dunia dan agama.”
———————
BAB 4
———————
Bersabar Atas Kejahatan Penguasa
41. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang melihat pada amirnya terdapat satu hal yang dia benci hendaknya ia (tetap) bersabar.” (Hadits dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1101)
42. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Adapun sesudah itu, sesungguhnya kamu akan melihat sikap atsarah (egois dan suka melebihkan orang lain selain kamu) maka bersabarlah sampai kamu berjumpa denganku.” (Ibid 1102)
Bab 6
Tanda-Tanda Ahli Bid’ah Dan Ahli Ahwa’
48. Ayyub As Sikhtiyani berkata :
“Saya tidak mengetahui ada seseorang dari ahli ahwa yang berdebat kecuali
dengan perkara (ayat) mutasyabihat.” (Al Ibanah 2/501, 605, 609)
49. Imam Al Barbahary berkata :
“Jika kamu lihat seseorang mencela salah seorang shahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka ketahuilah bahwa sesungguhya dia telah
mengucapkan kata-kata yang buruk dan termasuk ahli ahwa.” (Halaman 115 nomor
133)
50. Ia juga berkata :
“Jika kamu mendengar seseorang mencerca atsar (hadits-hadits), menolaknya, dan
menginginkan selain itu maka curigailah keislamannya dan jangan kamu ragu bahwa
ia adalah pengikut hawa nafsu dan mubtadi’.” (Ibid 115-116 nomor 134)
51. Kata beliau juga :
“Jika kamu lihat seseorang mendoakan kejelekan terhadap penguasa maka
ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu.” (Ibid 116 nomor 136)
52. Abu Hatim berkata :
“Salah satu tanda ahli bid”ah adalah adanya cercaan mereka terhadap Ahli
Atsar.” (Al Lalikai 1/179)
Abu Abdillah Jamal berkata : “Jika kamu lihat seseorang mencerca ulama As
Sunnah dan manhaj Salafus Shalih di negeri ini dan lainnya maka ketahuilah
bahwa ia adalah pengikut hawa.”
53. Ibnul Qaththan berkata :
“Tidak ada di dunia ini seorang mubtadi’ melainkan sangat membenci Ahli
Hadits.” (Aqidah Salaf Ash Shabuni 102 nomor 163)
54. Imam Ash Shabuni berkata :
Dan tanda-tanda ahli bid’ah itu sangat jelas terlihat pada mereka dan salah
satu tanda yang paling menonjol adalah kerasnya permusuhan mereka terhadap para
pembawa berita dari Rasulullah Shallallahu
Abu Fadhl Al Hamadzani berkata : “Ahli bid’ah serta orang-orang yang memalsukan hadits lebih berbahaya daripada orang-orang kafir yang secara terang-terangan menentang Islam. Orang-orang kafir bermaksud menghancurkan Islam dari luar sedangkan ahli bid’ah bermaksud menghancurkan Islam dari dalam. Mereka seperti penduduk suatu kampung yang ingin menghancurkan keadaan kampung tersebut sedangkan kaum kuffar bagaikan musuh yang sedang menunggu di luar benteng sampai pintu benteng tersebut dibuka oleh ahli bid’ah. Sehingga ahli bid’ah lebih jelek akibatnya terhadap Islam dibanding orang yang menentang secara terang-terangan.” (Al Maudlu’at Ibnul Jauzi lihat kitab Naqdur Rijal halaman 128)
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya As Siyasah Asy Syar’iyyah halaman 123 mengatakan : “Sekelompok dari kalangan pengikut Imam Syafi’i, Ahmad, dan selainnya memperbolehkan membunuh orang yang berdakwah pada kebid’ahan yang menyelisihi Al Qur’an. Demikian pula pengikut Imam Malik, mereka mengatakan bahwa Imam Malik membolehkan membunuh Qadariyah bukan karena mereka murtad (keluar dari Islam) tetapi karena mereka menyebarkan kerusakan di muka bumi.” (Naqdur Rijal halaman 127)
3. Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata tentang tafsir ayat :
“Hari yang pada waktu itu putih wajah-wajah.”
Yaitu Ahli Sunnah Wal Jamaah dan ayat :
“Dan hitam wajah-wajah.”
Yaitu ahli furqah dan ahli bid’ah. Kita katakan kepada ahli bid’ah:
“Apakah kalian berani kembali pada kekafiran setelah kalian beriman?”
[ Lihat kitab Ma Ana ‘Alaihi wa Ashhabi oleh Syaikh Ahmad Salam halaman 187 dan Tafsir Ibnu Katsir tafsir surat Ali Imran ayat 106 ]
4. Allah berfirman :
“Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olok ayat Kami maka tinggalkanlah mereka sampai mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang dhalim itu sesudah teringat.” (Al An’am : 68)
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Thabari menyebutkan dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali radliyallahu ‘anhu bahwasanya ia berkata :
“Janganlah kalian duduk dengan orang yang suka berdebat karena mereka itulah orang yang memperolok-olok ayat-ayat Allah.”
5. Fudhail bin ‘Iyadl berkata : “Barangsiapa mencintai ahli bid’ah niscaya Allah akan menggugurkan amalnya dan mengeluarkan cahaya Islam dari hatinya. Barangsiapa menikahkan anak perempuannya dengan ahli bid’ah maka dia telah memutuskan silaturahminya. Barangsiapa duduk dengan ahli bid’ah maka dia tidak akan diberi hikmah. Dan kalau Allah telah mengetahui bahwa seseorang telah memiliki rasa benci kepada ahli bid’ah maka saya berharap semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.”
6. Sebagian ahli bid’ah berkata kepada Abi ‘Imran An Nakha’i : “Dengarlah dariku satu kata!” Lalu Abu ‘Imran berpaling darinya seraya berkata : “Saya tidak mau mendengar sekalipun setengah kata.” (Lihat Al Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam Al Qurthubi jilid 7 halaman 11)
7. Yahya bin Abi Katsir berkata : “Jika engkau bertemu dengan ahli bid’ah di satu jalan maka carilah jalan lain.” (Asy Syari’ah Al Ajurri. Lihat pula kitab Ilmu Ushulil Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan halaman 298)
8. Pernah suatu ketika ada seorang laki-laki yang dilaporkan kepada Al Auza’i bahwa dia berkata : “Saya duduk bersama Ahli Sunnah dan suatu ketika juga saya duduk dengan ahli bid’ah.” Maka Al Auza’i berkata : “Orang ini ingin menyamakan antara yang haq dengan yang bathil.” (Ilmu Ushulil Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan halaman 300)
9. Sebagian ahli bid’ah datang kepada Ibnu Taimiyah dengan niat ingin memperindah dan menghiasi bid’ah mereka di hadapan beliau. Mereka berkata : “Ya Syaikh, betapa banyak orang yang bertaubat karena dakwah kami!” Ibnu Taimiyah berkata : “Mereka taubat dari perbuatan apa?” Kata mereka : “Mereka taubat dari mencuri, merampok, dan lain-lainnya.” Lalu Ibnu Taimiyah menjawab : “Keadaan mereka sebelum bertaubat (karena dakwah kalian, ed.) lebih baik daripada keadaan mereka sekarang, karena sesungguhnya mereka dahulu dalam keadaan fasiq dan meyakini keharaman apa yang mereka kerjakan sehingga mereka selalu mengharap rahmat dari Allah dan mereka ingin bertaubat. Adapun sekarang mereka menjadi sesat dan musyrik akibat dakwah kalian bahkan mereka keluar dari Islam dan mencintai apa yang dibenci Allah dan membenci apa yang disukai Allah … .” Kemudian Ibnu Taimiyah menjelaskan kepada mereka bahwa bid’ah yang mereka kerjakan lebih jelek daripada kemaksiatan lainnya. (Lihat pula kitab Ilmu Ushulil Bida’ halaman 220)
Demikianlah beberapa pendapat ulama Ahli Sunnah tentang hukum bershahabat dengan ahli bid’ah. Dari sini jelaslah bagi kita tentang kebathilan manhaj yang diistilahkan dengan manhaj al inshaf (sururiyah) terhadap ahli bid’ah karena kita lihat begitu keras sikap para ulama Ahli Sunnah terhadap ahli bid’ah. Demikian pula sikap mereka terhadap kitab-kitab ahli bid’ah sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa ahli bid’ah itu lebih berbahaya daripada orang-orang kafir yang jelas-jelas menentang Islam. Maka marilah kita menyelamatkan diri kita dari ‘kalajengking-kalajengking’ yang menyembunyikan kepala dan tangan mereka di dalam tanah dan mengeluarkan ekornya, kapan saja mereka mempunyai kesempatan maka mereka langsung menyengat[1] sedangkan kita tidak menyadarinya. Demikianlah perumpamaan ahli bid’ah yang sangat halus caranya untuk menipu umat kepada kebid’ahannya. Tidak ada jalan bagi kita untuk menelaah buku-buku mereka sekarang karena masih tipis ilmu yang kita miliki dan begitu halus politik dan tipu daya mereka.
=======================================================
BAB 1
Berpegang Dengan Al Quran Dan As Sunnah, Mengikuti Atsar Salafus Shalih, Dan Menjauhi Bid’ah
———————
1. Allah Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. Dan berpeganglah kamu semua dengan tali Allah dan jangan berpecah-belah. Dan ingatlah nikmat Allah terhadapmu ketika kamu saling bermusuhan maka Dia satukan hati kamu lalu kamu menjadi bersaudara dengan nikmat-Nya dan ingatlah ketika kamu berada di bibir jurang neraka lalu Dia. selamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat-Nya agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran : 102-103)
2. Allah Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia dan jangan kamu ikuti jalan-jalan (lainnya) sebab jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Allah berwasiat kepada kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa.” (QS. Al An’am : 153)
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing, gigitlah dengan gerahammu dan hati-hatilah kamu terhadap perkara yang baru karena sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad 4/126 , At Tirmidzy 2676, Al Hakim 1/96, Al Baghawy 1/205 nomor 102)
4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya Allah meridlai tiga perkara untuk kamu –di antaranya beliau bersabda– : “ … dan hendaknya kamu semua berpegang dengan tali Allah.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Baghawy 1/202 nomor 101)
5. Hudzaifah bin Al Yaman radliyallahu ‘anhu berkata :
“Hai para Qari’ (pembaca Al Quran) bertaqwalah kepada Allah dan telusurilah jalan orang-orang sebelum kamu sebab demi Allah seandainya kamu melampaui mereka sungguh kamu melampaui sangat jauh dan jika kamu menyimpang ke kanan dan ke kiri maka sungguh kamu telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Al Lalikai 1/90 nomor 119, Ibnu Wudldlah
dalam Al Bida’ wan Nahyu ‘anha 17, As Sunnah Ibnu Nashr 30)
6. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah! Sebab sungguh itu telah cukup bagi kalian. Dan (ketahuilah) bahwa setiap bid’ah adalah sesat.” (Ibnu Nashr 28 dan Ibnu Wudldlah 17)
7. Imam Az Zuhry berkata, ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan :
“Berpegang dengan As Sunnah itu adalah keselamatan. Dan ilmu itu tercabut dengan segera maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam sedangkan dengan perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama).” (Al Lalikai 1/94 nomor 136 dan Ad Darimy 1/58 nomor 16)
8. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Berpeganglah kamu dengan ilmu (As Sunnah) sebelum diangkat dan berhati-hatilah kamu dari mengada-adakan yang baru (bid’ah) dan melampaui batas dalam berbicara dan membahas suatu perkara, hendaknya kalian tetap berpegang dengan contoh yang telah lalu.” (Ad Darimy 1/66 nomor 143, Al Ibanah Ibnu Baththah 1/324 nomor 169, Al Lalikai 1/87 nomor 108, dan Ibnu Wadldlah 32)
9. Dan ia juga mengatakan bahwa :
“Sederhana dalam As Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Ibnu Nashr 30, Al Lalikai 1/88 nomor 114, dan Al Ibanah 1/320 nomor 161)
10. Sa’id bin Jubair (murid dan shahabat Ibnu Abbas) berkata –mengenai ayat– :
“Dan beramal shalih kemudian mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha : 82)
Yaitu senantiasa berada di atas As Sunnah dan mengikuti Al Jama’ah. (Al Ibanah 1/323 nomor 165 dan Al Lalikai 1/71 nomor 72)
11. Imam Al Auza’i berkata :
“Kami senantiasa mengikuti sunnah kemanapun ia beredar.” (Al Lalikai 1/64 nomor 47)
12. Imam Ahmad bin Hambal berkata :
“Berhati-hatilah kamu jangan sampai menulis masalah apapun dari ahli ahwa’ sedikit atau pun banyak. Dan berpeganglah dengan Ahli Atsar dan Sunnah.” (As Siyar 11/231)
13. Umar bin Abdul Aziz dalam risalahnya untuk salah seorang aparatnya mengatakan :
Dari Umar bin Abdul Aziz Amirul Mukminin kepada Ady bin Arthaah :
“Segala puji hanya bagi Allah yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia.
Kemudian daripada itu :
Saya wasiatkan kepadamu, bertaqwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam (menjalankan) perintah-Nya dan ikutilah sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan tinggalkanlah apa yang diada-adakan ahli bid’ah terhadap sunnah ya
Perintah Komitmen Dengan Jamaah Muslimin dan Imam Mereka Serta Peringatan Bahayanya Perpecahan
17. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaah sejengkal saja maka ia telah menanggalkan ikatan Islam dari lehernya.” (As Sunnah Ibnu Abi Ashim dan dishahihkan Syaikh Al Albani 892 dan 1053)
18. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang mati tanpa mempunyai imam maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah.” (As Sunnah Ibnu Abi Ashim dihasankan Syaikh Al Albani 1057)
19. Beliau bersabda :
“Tetaplah kamu bersama Al Jamaah dan jauhilah perpecahan, sesungguhnya syaithan selalu bersama orang yang sendirian dan ia lebih jauh dari yang berdua dan siapa yang ingin tinggal di tengah-tengah kebun surga maka hendaknya tetap berpegang dengan Al Jamaah.” (Shahih As Sunnah Ibnu Abi Ashim 88)
20. Beliau bersabda :
“Berjamaah itu rahmat dan perpecahan itu adzab.” (Hadits hasan dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 93)
21. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan Al Jamaah maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 93 dan 1064)
22. Beliau bcrsabda :
“Tiga hal yang tidak ditanya dari mereka yaitu seseorang yang memisahkan diri dari Al Jamaah dan orang yang mendurhakai imamnya dan mati dalam keadaan maksiat.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 89, 100, dan 1060)
23. Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu berkata :
“Tangan Allah ada di atas Al Jamaah, maka siapa menyimpang maka Allah tidak akan mempedulikan dia dengan penyimpangannya itu.” (Al Ibanah 1/289 nomor 119)
24. Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
“Hai manusia, tetaplah kalian taat dan berada dalam Al Jamaah karena sesungguhnya itu adalah tali Allah yang Ia perintahkan berpegang dengannya dan sesungguhnya apapun yang tidak disukai dalam jamaah jauh lebih baik daripada apapun yang disukai di dalam perpecahan.” (Al Ibanah 1/297 nomor 133)
25. Al Auza’i berkata :
“Dikatakan bahwa terdapat lima hal yang shahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para tabi’in di atasnya, di antaranya menetapi Al Jamaah.” (Al Lalikai 1/64 nomor 48)
———————
BAB 3
———————
Perintah Mentaati Dan Memuliakan Penguasa Serta Tidak Memberontak Kepadanya
26. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Meskipun kamu diperintah oleh budak Habsyi yang (jelek) terpotong hidungnya tetaplah kamu mendengar dan mentaatinya selama ia memimpinmu dengan Kitab Allah.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1062)
27. Beliau bersabda :
“Barangsiapa yang mentaatiku berarti ia mentaati Allah dan siapa yang bermaksiat kepadaku maka ia bermaksiat kepada Allah dan siapa yang taat kepada amirnya (pemimpin/penguasa) berarti ia mentaatiku dan siapa yang bermaksiat kepada amirnya (pemimpin/penguasa) maka ia berarti bermaksiat kepadaku dan amirnya adalah tameng.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1065-1068)
(Menurut Imam Al Qurthuby yang dinukil oleh Imam As Suyuthi dalam Kitab Az Zahrur Riba, arti tameng di sini adalah ia (amir itu) diikuti pendapat dan pandangannya dalam beberapa peraturan dalam menghadapi keadaan yang mengkhawatirkan, pent.)
28. Dari Ady bin Hatim ia berkata, kami berkata :
“Ya Rasulullah, kami tidak bertanya tentang ketaatan kepada orang yang bertaqwa tapi (bagaimana) terhadap orang yang berbuat begini dan begitu –ia menyebut berbagai kejelekan–.” Beliau berkata : “Bertaqwalah kamu kepada Allah dan tetaplah kamu mendengar dan mentaatinya.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1069)
29. Dari Abi Sa’id Al Khudri ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Akan ada nanti para pemimpin yang kulit menjadi lunak terhadap mereka sedangkan hati tidak tenteram kemudian akan ada pula para pemimpin yang hati manusia gemetar karena mereka dan bulu kuduk berdiri karena (takut) kepada mereka.” Lalu ada yang bertanya : “Ya Rasulullah apakah tidak diperangi saja mereka?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab : “Tidak, selama mereka menegakkan shalat.” (Ibid nomor 1077)
30. Dari Abu Dzar radliyallahu ‘anhu ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendatangiku ketika saya di mesjid lalu beliau menyentuhku dengan kakinya dan bersabda : “Apakah kamu sedang tidur di tempat ini?” Saya menjawab : “Wahai Rasulullah, mataku mengalahkanku.” Beliau bersabda : “Bagaimana jika kamu diusir dari sini?” Maka saya menjawab : “Sungguh saya akan memilih tanah Syam yang suci dan diberkahi.” Beliau bertanya lagi : “Bagaimana jika kamu diusir dari Syam?” Saya berkata : “Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya perangi dia, ya Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab : “Maukah aku tunjukkan jalan yang lebih baik dari tindakan itu dan lebih dekat kepada petunjuk –beliau ulangi dua kali–? Yaitu kamu dengar dan taati, kamu akan digiring kemanapun mereka menggiringmu.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1074)
31. Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan ia berkata, ketika Abu Dzar keluar menuju Rabdzah, serombongan pengendara dari Iraq menemuinya lalu berkata :
“Hai Abu Dzar, apa yang me
nimpamu telah sampai kepada kami, pancangkanlah bendera jihad (berontak) niscaya akan datang kepadamu orang-orang berapapun kamu kehendaki.” Ia berkata : [ Tenanglah hai kaum Muslimin, sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Akan ada sesudahku nanti penguasa maka hormatilah dia, barangsiapa yang mencari-cari kesalahannya maka ia berarti benar-benar merobohkan sendi-sendi Islam dan tidak akan diterima taubatnya sampai mengembalikannya seperti semula.” ] (Ibid nomor 1079)
32. Dari Qathn Abul Haitsami ia berkata bahwa Abu Ghalib bercerita kepada kami, saya berada di sisi Abu Umamah ketika seseorang berkata kepadanya :
“Apa pendapat Anda mengenai ayat :
Dia-lah yang telah menurunkan kepadamu Al Kitab di antaranya (berisi) ayat-ayat yang muhkam itulah Ummul Kitab dan ayat lainnya adalah ayat mutasyabihat. Maka adapun orng-orang yang dalam hati mereka ada zaigh (condong kepada kesesatan) maka mereka akan mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat. (QS. Ali Imran : 7)
Siapakah mereka (orang yang di hatinya terdapat zaigh) ini?” Ia berkata : “Mereka adalah Khawarij, –beliau melanjutkan– dan tetaplah kamu beriltizam (komitmen) dengan As Sawadul A’zham.” Saya berkata : “Engkau telah mengetahui apa yang ada pada mereka (penguasa).” Ia menjawab : “Kewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu, taatilah mereka niscaya kamu akan mendapat petunjuk.” (As Sunnah Ibnu Na shr 22 nomor 55)
33. Dari Daud bin Abil Furat ia berkata, Abu Ghalib bercerita kepadaku bahwa Abu Umamah bercerita bahwa Bani Israil terpecah menjadi 71 golongan dan ummat ini lebih banyak satu golongan dari mereka, semua di neraka kecuali As Sawadul A’zham, yakni Al Jamaah. Saya berkata :
“Terkadang dapat diketahui apa yang ada pada As Sawadul A’zham –di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan–.” Ia berkata : “Ketahuilah, sungguh demi Allah saya benar-benar tidak suka perbuatan mereka namun bagi kewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajibanmu adalah apa yang dibebankan kepadamu, di samping itu mendengar dan ta at kepada mereka lebih baik daripada durhaka dan bermaksiat kepada mereka.” (Ibid nomor 56)
34. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memuliakan penguasa (yang dijadikan) Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi di dunia maka Allah memuliakannya pada hari kiamat dan siapa yang menghinakan penguasa Allah Yang Maha Suci dan Mah a Tinggi di dunia maka Allah hinakan dia pada hari kiamat.” (Ash Shahihah Al Albani 2297)
35. Beliau bersabda :
“Lima perkara, barangsiapa yang mengamalkan salah satunya ia mendapat jaminan dari Allah Azza wa Jalla, yaitu (antara lain) barangsiapa yang masuk kepada imam (pemimpinnya) untuk memuliakan dan menghormatinya.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1021)
36. Dari Ubadah bin Ash Shamit radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (beliau) bersabda :
“Dengar dan taatilah mereka baik –dalam– kesulitan atau kemudahan, gembira dan tidak suka, dan (meskipun) mereka bersikap egois (sewenang-wenang) terhadapmu, walaupun mereka memakan hartamu dan memukul punggungmu.” (Ibid, dishahihkan Al Albani 1026)
37. Dari Rabi’i bin Harrasy ia berkata, saya mendatangi Hudzaifah radliyallahu ‘anhu di Madain pada malam hari ketika banyak orang yang men datangi Utsman bin Affan radliyallahu ‘anhu maka ia berkata :
“Hai Rabi’i! Apa yang dilakukan kaummu?” Saya menjawab : “Tentang kejadian mana yang Anda tanyakan?” Ia berkata : “Tentang siapa di antara mereka yang keluar (unjuk rasa/memberontak) kepada orang itu (Utsman)?” Maka saya sebutkan nama-nama beberapa orang di antara mereka. Lalu kata Hudzaifah : “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaah dan merendahkan pemerintah maka ia akan menemui Allah Azza wa Jalla dalam keadaan tidak mempunyai muka lagi –dalam lafaz Adz Dzahabi, tidak mempunyai hujjah–.” (HR. Ahmad 5/387, Al Hakim menshahihkannya, dan disetujui Adz Dzahabi 1/119)
38. Imam Al Barbahary berkata, Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan :
“Dengar dan taatilah para pemimpin dalam perkara yang dicintai dan diridlai Allah! Dan siapa yang diserahi jabatan kekhalifahan dengan kesepakatan dan keridlaan manusia kepadanya maka ia adalah Amirul Mukminin. Tidak halal bagi siapapun untuk berdiam satu malam dalam keadaan tidak menganggap adanya imam baik orang yang shalih ataupun durhaka.” (Thabaqat Hanabilah 2/21 dan Syarhus Sunnah 77-78)
Kata Syaikh Jamal bin Farihan, ijma’ (kesepakatan manusia dan keridlaan mereka) di sini maksudnya adalah manusia dari kalangan Ahlul Hali wal ‘Aqdi (ulama mujtahid) bukan seluruh rakyat yang di dalamnya banyak terdapat orang-orang yang bodoh. Maka perhatikanlah hal ini!
39. Kata beliau (dalam Syarhus Sunnah hal 77-78) :
“Barangsiapa yang keluar (demonstrasi/memberontak) kepada imam kaum Muslimin maka ia Khawarij dan sungguh mereka telah mematahkan tongkatnya kaum Muslimin, menyelisihi atsar maka mereka mati dalam keadaan jahiliyyah.”
40. Dan kata beliau lagi :
“Tidak halal memerangi (memberontak) kepada penguasa dan keluar (demonstrasi) terhadap mereka meskipun mereka jahat karena tidak ada dalam As Sunnah (tuntunan) memerangi penguasa sebab yang demikian mengakibatkan kerusakan dunia dan agama.”
———————
BAB 4
———————
Bersabar Atas Kejahatan Penguasa
41. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang melihat pada amirnya terdapat satu hal yang dia benci hendaknya ia (tetap) bersabar.” (Hadits dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1101)
42. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Adapun sesudah itu, sesungguhnya kamu akan melihat sikap atsarah (egois dan suka melebihkan orang lain selain kamu) maka bersabarlah sampai kamu berjumpa denganku.” (Ibid 1102)
Bab 6
Tanda-Tanda Ahli Bid’ah Dan Ahli Ahwa’
48. Ayyub As Sikhtiyani berkata :
“Saya tidak mengetahui ada seseorang dari ahli ahwa yang berdebat kecuali
dengan perkara (ayat) mutasyabihat.” (Al Ibanah 2/501, 605, 609)
49. Imam Al Barbahary berkata :
“Jika kamu lihat seseorang mencela salah seorang shahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka ketahuilah bahwa sesungguhya dia telah
mengucapkan kata-kata yang buruk dan termasuk ahli ahwa.” (Halaman 115 nomor
133)
50. Ia juga berkata :
“Jika kamu mendengar seseorang mencerca atsar (hadits-hadits), menolaknya, dan
menginginkan selain itu maka curigailah keislamannya dan jangan kamu ragu bahwa
ia adalah pengikut hawa nafsu dan mubtadi’.” (Ibid 115-116 nomor 134)
51. Kata beliau juga :
“Jika kamu lihat seseorang mendoakan kejelekan terhadap penguasa maka
ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu.” (Ibid 116 nomor 136)
52. Abu Hatim berkata :
“Salah satu tanda ahli bid”ah adalah adanya cercaan mereka terhadap Ahli
Atsar.” (Al Lalikai 1/179)
Abu Abdillah Jamal berkata : “Jika kamu lihat seseorang mencerca ulama As
Sunnah dan manhaj Salafus Shalih di negeri ini dan lainnya maka ketahuilah
bahwa ia adalah pengikut hawa.”
53. Ibnul Qaththan berkata :
“Tidak ada di dunia ini seorang mubtadi’ melainkan sangat membenci Ahli
Hadits.” (Aqidah Salaf Ash Shabuni 102 nomor 163)
54. Imam Ash Shabuni berkata :
Dan tanda-tanda ahli bid’ah itu sangat jelas terlihat pada mereka dan salah
satu tanda yang paling menonjol adalah kerasnya permusuhan mereka terhadap para
pembawa berita dari Rasulullah Shallallahu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.