Halaman

Sabtu, 21 Mei 2011

MENYIKAPI BUKU Lerai Pertikaian “Made In” Firanda As-Soronji

BUKU SYAHADAH MUHIMMAH

LERAI PERTIKAIAN ”MADE IN” KANTOR PUSAT IHYA’UT TUROTS KUWAIT1

(Dilema Ihya’ut Turots, Antara Tuntutan Dana, Popularitas Diri & Upaya Mencari Sensasi)2


Andi Muhammad Arief:

Ba’da Tahmid, Tsana’ wa Sholah, saya adalah muwadhof di Jam’iyah Ihya Turots Islamy (JITI) Maktab Indonesia dan silahkan anda-anda semua membaca AD/ART nya sehingga akan tahu bagaimana itu JITI. Jazakumullah ya Ustadz Abdullah Taslim atas perjuangan menegakkan islam diatas manhaj yang benar. Saya berani bersumpah atas nama Allah bahwa Manhaj SALAF / Ahlussunnah adalah manhaj yang benar dan selamat.

(Tanggapan Andi Muhammad Arief Terhadap Artikel Abdullah Taslim cs, Mus$$$.or.$$, April 12th, 2006 10:31)

Luar biasa. BUKU EMAS (pujian tertinggi, terdahsyat dan mengerikan dari Abu Salma)3 “Lerai Pertikaian, Sudahi Permusuhan” buah karya Abu ‘Abdil Muhsin Firanda bin Abidin As-Soronji seolah menjadi buku wajib bagi Sururiyyin dan Turotsiyyin. Berupaya keras untuk memahamkan kepada umat bahwa permasalahan dakwah yang terjadi selama ini hanyalah persoalan Khilafiyyah Ijtihadiyyah yang tidak boleh padanya diterapkan prinsip-prinsip Al-Wala’ dan Al-Bara’. Firanda menyebutkan nama-nama Kibar Ulama yang telah mentazkiyah Ihya’ut Turots dan menekankan bahwa jumlah mereka lebih banyak daripada “murid-murid para ulama Kibar tersebut, dengan jumlah lebih sedikit” yang telah meng-hizbi-kan yayasan tersebut.

Kalau Firanda menganggap bahwa “Salafiyyin” menuduh Kibar ulama tidak tahu fiqhul waqi’ karena membenarkan fatwa dan bukti-bukti ‘shighar’ ulama yang memperingatkan umat dari kesesatan Ihya’ut Turots, bukankah dia sebenarnya sedang merobohkan kaidah dia sendiri (Lerai…,hal.225)?! Bukankah pernyataannya itu juga berarti bahwa “shighar ulama” dia tuduh tidak tahu fiqhul waqi’ pula karena “berani” mentahdzir Ihya’ut Turots yang di”tazkiyah” oleh Kibar ulama?4 Baginya, burhan dan Hujjah yang dibawa oleh “murid-murid para ulama Kibar” bukan lagi menjadi parameter kebenaran yang harus diperhatikan. Lebih nahas lagi, “murid-murid ulama Kibar tersebut” (yang meng-hizbi-kan Ihya’ut Turots) ternyata jumlahnya lebih sedikit. Jadi, tidak ada alasan lagi untuk mempercayai tahdzir dari “murid-murid ulama Kibar tersebut yang jumlahnya lebih sedikit”. Allahul Musta’an.

Firanda juga menggarisbawahi bahwa dana yayasan ini “datangnya dari kaum mukminin”(Lerai…,hal.241). Juga “Sekali lagi kami tekankan, bahwa dana yang dimiliki oleh yayasan tersebut bersumber dari kaum Muslimin yang dermawan”(ibid)5.

Telah datang bukti kepada kita –alhamdulillah- bahwa salah satu kaum mukminin(!?) yang menjadi dermawan yayasan ini adalah dari kaum “Syi’ah Rafidhah”, bahkan bukti nyata bagaimana Ihya’ut Turots menggandeng Partai Politik Ikhwanul Muslimin. Bukankah bukti ini menjadi petunjuk kuat betapa “ada yang tidak beres” dari manhaj yayasan ini?

Jangan terburu-buru menyatakan:”Kalau benar yang kalian katakan, maka perkaranya bukan pada pusat yayasan tersebut, namun masalahnya kembali ke cabang yayasan tersebut” (Lerai…, hal.236-237)6.

Kita katakan:”Justru bukti-bukti ‘ketidakberesan manhaj” tersebut terjadi di Kuwait!! Tempat dimana Ihya’ut Turots dilahirkan!!”

Kalau engkau jujur -wahai Firanda- dan mau berfikir secara jernih tentang isi tahdzir dan peringatan “murid-murid ulama Kibar yang jumlahnya lebih sedikit” itu, justru penyimpangan yang ditunjukkan oleh Ihya’ut Turots di Kuwait-lah yang menjadi sebab paling besar mengapa yayasan ini ditahdzir oleh “murid-murid ulama Kibar” tersebut!!

Adapun penyimpangan-penyimpangan cabang-cabang yayasan ini yang terjadi di beberapa negeri bukankah merupakan dampak dari “uswah sayyi’ah” yang diperagakan oleh Ihya’ut Turots Kuwait?

Apakah karena kelompok-kelompok bid’ah wal Hizbiyyah yang dapat mengambil dana dari cabang-cabang Ihya’ut Turots kemudian Ihya’ut Turots Kuwait dapat “mencuci tangan” dari penyimpangan dan penyelewengan cabang-cabangnya(Lerai…, hal.236-237)?

Bagaimana mungkin Ihya’ut Turots Kuwait dapat mencuci tangan dari penyimpangan ini sementara setiap pengajuan dana kepada yayasan haruslah membuat proposal terlebih dahulu dan harus pula mendapat acc persetujuan pencairan dana? Bahkan setiap alokasi dana mengharuskan penerima dana tersebut membuat laporan pertanggungjawaban dan dikirimkan ke Ihya’ut Turots Kuwait lengkap bersama foto-fotonya? Ini adalah ciri khas Ihya’ut Turots!!7

Sebagaimana –persaksian Al-Akh Abdurrahman- dana yang disalurkan Ihya’ut Turots Kuwait melalui Al-Irsyad cabang Kuwait kepada PP. Al-Irsyad dan yayasan As-Sunnah Cirebon, maka kedua lembaga ini telah mengirimkan laporan pertanggungjawaban kepada Al-Irsyad cabang Kuwait dan Ihya’ut Turots Kuwait!! Apakah Ihya’ut Turots Kuwait tidak memiliki data-data siapa saja penerima dananya dan peruntukannya serta laporan pertanggungjawaban para “pasien” nya yang karenanya dapat dijadikan alasan untuk berkelit dan cuci tangan dari penyimpangan cabang-cabangnya? Dan bukankah Ihya’ut Turots Kuwait juga harus memberikan laporan kepada para donatur “mukminin” itu?! Bagaimana tanggapan donaturnya jika Ihya’ut Turots Kuwait menyatakan tidak tahu menahu kemana dana mereka disalurkan?! Bukankah logika Firanda adalah logika yang tidak logis?!

Dengan dana Ihya’ yang berasal dari kaum “mukminin” ini, sesuatu yang tidak mungkin terjadi dapat dilakukan oleh “Salafiyyin”, bergabung dan berkoalisi dengan gembong-gembong Ikhwanul Muslimin!! Tidak perlu terlalu jauh, (satu contoh saja –bukti-bukti lainnya telah berlalu di bab-bab sebelumnya) Aunur Rafiq dan kawan-kawannya, di bawah bendera Al-Sofwa Al-Muntada bergabung dengan Mudzakir Arif sang Pembesar Ikhwanul Muslimin di Markas Besarnya di Sulawesi, ia sekaligus seorang “kader tangguh” partai Ikhwanul Muslimin Indonesia. Bagaimana mungkin “rombongan du’at Salafiyyin’ bergabung dengan du’at Ikhwanul Muslimin di markas besar mereka?! Apa yang tidak mungkin? Dana kaum “mukminin” Ihya’ut Turots dapat mewujudkan “impian” mereka!!

Apakah rombongan du’at Salafy” tersebut hendak berusaha menyadarkan dan mendakwahi Mudzakir Arif agar lepas dari kungkungan Hizbiyyahnya partai Ikhwanul Muslimin?! Tidak, bahkan mereka bergabung untuk berkolaborasi dakwah bersama-sama8. Allahul Musta’an.

Tetapi “fiqhul waqi’” di sisi Firanda ternyata tidaklah sama dengan “Waqi’” di alam nyata…

Tidak ada artinya bagi Firanda bukti-bukti kejahatan Ihya’ut Turots yang disampaikan oleh “murid-murid Kibar ulama yang jumlahnya lebih sedikit” itu!

Firanda berkata:”Yang tampak, kemudharatan-kemudharatan yang dikhawatirkan sa’at bermuamalah dengan yayasan tadi tidaklah terjadi, alhamdulillah. Bahkan sebaliknya justru kemaslahatan yang di dapat dengan mu’amalah dengan yayasan ini”. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un!!

Syaikh Muqbil Rahimahullah berkata: “Saya (Syaikh Muqbil) menganggap ia (Abdurrahman Abdul Khaliq-peny) memecah-belah barisan Ahlus Sunnah dengan membuat tipu daya melalui hartanya, tidak melalui pemikirannya. Ia bangkit dari Kuwait ke Indonesia (Abu Nida cs, red), Mesir dan beberapa negara lainnya. Saya berpendapat tidak benar menyerahkan dana kepada Yayasan Ihya’ut Turots karena mereka gencar memecah-belah dakwah Ahlus Sunnah sehingga Ahlus Sunnah di Jeddah dan Sudan terpecah.
 Di Yaman banyak orang yang tertipu oleh kekayaannya bukan pemikirannya. Saya beritahukan kepada pemuda-pemuda Salaf Kuwait bahwa Yayasan Ihya’ut Turots memberikan dana yang menimbulkan bencana kepada orang-orang yang tertipu tersebut. Abdul Qadir Asy-Syaibani dan Muhammad Abdul Jalil saling bermusuhan gara-gara dana Ihya’ut Turots”.( http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=549)

Sungguhpun Firanda telah berusaha keras untuk meyakinkan umat bahwa Ihya’ut Turots adalah yayasan Ahlus Sunnah sebagaimana nama-nama Kibar ulama yang disebutnya telah mentazkiyah yayasan tadi, tetapi tampaknya keraguan tentang status yayasan “Al-Khairiyyah” Ihya’ut Turots masih menyelimuti dirinya.

Firanda berkata:”Dana tersebut akhirnya tidak tersalurkan kepada ahli bid’ah. Jika dana ini tidak segera diambil dan dimanfaatkan oleh Ahlus Sunnah, semnetara para dermawan terus menyalurkan kelebihan harta yang mereka miliki, bisa jadi akhirnya yang memanfaatkan dana tersebut adalah ahli bid’ah, sehingga bid’ahpun semakin berkembang” (Lerai…, hal.242)

Kita katakan:”Kenapa anda harus kuatir –wahai Firanda- bahwa yayasan ini –sebanyak apapun dana yang berhasil dihimpunnya- dari “kaum Mukminin-Muslimin” akan disalurkannya kepada ahli bid’ah sehingga bid’ah semakin merajelela?! Bukankah yayasan ini adalah “yayasan Ahlus Sunnah” yang banyak membantu Salafiyyin dan dakwah Salafiyyah sebagaimana kampanye yang sedang anda kibarkan?

Kenapa Yayasan Ahlus Sunnah ini harus berpikir untuk membantu dan menyerahkan dana mukmininnya kepada Ahlul Bid’ah sehingga bid’ah semakin merajalela?!

Sesungguhnya, ucapan anda ini jelas-jelas menunjukkan keragu-raguan anda terhadap Status Ahlus Sunnahnya Ihya’ut Turots sebagaimana yang anda gembar-gemborkan kepada umat! Jangan menipu nurani anda!! Allahul Musta’an.

Lalu apa artinya tulisan:”Yang nampak, kemudharatan-kemudharatan yang dikhawatirkan saat bermu’amalah dengan yayasan tadi tidaklah terjadi, alhamdulillah” (Lerai…,hal.242)?! Kalau demikian kenyataannya, (lagi-lagi) kenapa anda harus kuatir bahwa yayasan ini akan menyalurkan dananya kepada Ahli Bid’ah?! Apakah hati nurani anda sendiri sebenarnya meragukan statemen yang anda tulis wahai Firanda? Ataukah anda tidak mampu menutup kenyataan bahwa yayasan Hizby ini selama ini memang benar-benar telah terbukti membantu Ahlul Bid’ah wal Hizbiyyah?! Apakah anda hendak meruntuhkan pernyataan anda sendiri ?!

Sesungguhnya, kalaulah anda benar-benar serius untuk “Melerai Pertikaian dan Menyudahi Permusuhan” ini, tentulah anda tunjukkan secara lengkap isi fatwa Kibar ulama yang anda katakan telah merekomendasikan yayasan tersebut. Kenapa cuma anda sebutkan nama-nama mereka? Ataukah anda kuatir bahwa fatwa-fatwa itu diketahui oleh umat “ternyata” termasuk juga rekomendasi tentang “pencetakan Al-Qur’an” dan rekomendasi tentang “Maktabah Thalabul ‘Ilm”?! Untuk menunjukkan bahwa: “Bahkan sebagian mereka merekomendasi yayasan ini berulang-ulang”(Lerai…, hal.226-227)?! Allahul Musta’an.

Kalau anda benar-benar hendak menjadi hakim yang adil dan obyektif dalam permasalahan “khilafiyyah Ijtihadiyyah” ini, bukankah membeberkan isi fatwa-fatwa “murid-murid ulama Kibar” yang “jumlahnya lebih sedikit” dan bukti-bukti yang mendukungnya juga merupakan langkah yang mesti ditempuh?!

Bagaimana mungkin anda menjadi hakim yang adil dengan menekankan bahwa “banyak kemaslahatan yang didapat dengan bermu’amalah dengan yayasan ini”(Lerai…,hal.242) sementara anda tidak menyinggung sedikitpun (minimal menguji keabsahan dan kebenaran pernyataan Syaikh Muqbil Rahimahullah tentang tersebarluasnya kemudharatan-kemudharatan besar dan penyelewengan manhaj dari yayasan ini dengan bukti-bukti yang beliau ungkapkan di berbagai negeri :”Jadi dakwah Ihya”ut Turots memecah belah umat. Dalam “Shahih Bukhari” disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda (yang artinya), “Muhammad pemisah manusia,” atau dalam riwayat lain berbunyi, “Muhammad memisahkan manusia.” Artinya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam memisahkan antara istri dengan suami, karena kadang istri menjadi muslimah si suami kafir, atau sebaliknya. Atau memisahkan anak dengan orang tua yakni kadang anaknya muslim sedangkan orang tuanya kafir, atau sebaliknya.
 Sedangkan Ihya’ut Turots memisahkan ahlus sunnah di banyak negeri seperti Mesir, Yaman, Kuwait, Emirat Arab, Haramain dan negeri lainnya (termasuk di Indonesia, red)” (http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=549).

Apakah ucapan beliau ini hanya “omongkosong” belaka?! Masyayikh telah berdusta?? Ataukah engkau hendak mengatakan bahwa:”Mengenai mudharat yang dikhawatirkan mungkin saja terjadi,. Namun, kalaupun memang ada maka harus dibandingkan dengan maslahat” (Lerai…,hal.244). Tentu saja –di sisimu- bahwa mudharat “pecah belah umat” yang dilakukan oleh “dana” Ihya’ut Turots tidaklah sebanding dengan besarnya kemanfaatan, kemaslahatan dan kebaikan yang telah ditebarkannya kepada umat. Bukankah demikian wahai As-Soronji?!9

Ataukah engkau takut jika alasan-alasan “ulama Shighar yang jumlahnya lebih sedikit’ itu dalam mentahdzir Ihya’ut Turots engkau sebutkan pula, maka umat dapat dengan mudah mengetahui mana pendapat yang lebih “rajih” dari permasalahan “khilaf ijtihadiyyah” tentang Ihya’ut Turots?!

Kalau engkau sedikit ilmiyyah, tentu akan engkau tunjukkan kesalahan dan kelemahan tahdzir dan bukti-bukti kesesatan serta penyimpangan Ihya’ut Turots yang disampaikan oleh Syaikh Muqbil Rahimahullah, Syaikh Rabi’ Hafidhahullah, Syaikh Khalid Raddadi Hafidhahullah, Syaikh Ahmad Najmi Hafidhahulah, Syaikh Muhammad bin Hadi Hafidhahullah, Syaikh Ayyid Asy-Syamiri Hafidhahullah dan beberapa “murid-murid ulama Kibar” lainnya. Adapun hanya sekedar “menyebutkan kemaslahatan-kemaslahatan yang didapatkan jika bermu’amalah dengan yayasan ini” tanpa menyebutkan kemudharatan-kemudharatan yang karenanya para “murid-murid ulama Kibar” mentahdzirnya?! Duhai alangkah ilmiyyahnya jalan tarjih yang sedang engkau tempuh!

Walhasil, keberanian As-Soronji untuk “menghadapi” Salafiyyin dengan berupaya “menetralisir” tahdzir yang dilakukan oleh “murid-murid ulama Kibar yang jumlahnya lebih sedikit” itu hanyalah bermodalkan sebuah risalah berjudul: “Syahaadaat Muhimmah li Ulama’ al-Ummah fi Manhaj wa A’maal wa Isdaaraat Jum’iyyah Ihyaa’ at-Turots al-Islami” (Lerai…, hal.226)!! Kita tidak tahu, kenapa Firanda tidak menyebutkan keterangan lebih lengkap bahwa risalah ini diterbitkan oleh Kantor Pusat Ihya’ut Turots di Qurtuba, Kuwait. Sengaja atau tidak, penyebutan lebih lengkap tentang penerbit risalah ini hanyalah akan mengundang komentar umat :”Ooo ternyata buku propaganda Ihya’ut Turots, pantas…”.

Beberapa ulama “shighar” telah dihubungi untuk mengetahui komentar mereka tentang buku terbitan kantor pusat Ihya’ut Turots ini yang dijadikan rujukan utama oleh Firanda, secara umum mereka menyatakan bahwa buku ini “hanyalah talbis Ihya’ut Turots” semata. Jika demikian waqi’nya, maka pantas saja Salafiyyin di negeri-negeri Arab dan sekitarnya “tenang-tenang saja” walaupun Ihya’ut Turots mengeluarkan buku ‘sedahsyat ini”. Kenapa? Karena mereka sudah tahu betul dan paham trik-trik yang dilakukan oleh yayasan Hizby ini untuk mentalbis umat. Buku yang tidak laku di pasaran luar negeri tadi akhirnya oleh Firanda diekspor ke Indonesia dan dielu-elukan sebagai “Buku Emas10” oleh Abu Salma dan orang-orang yang semanhaj dengannya. Allahul Musta’an. Betapa tidak, bukankah umat Islam Indonesia yang jauh jaraknya dari ulama menjadi potensi besar untuk melemparkan talbis “Tazkiyah Kibar Ulama terhadap Ihya’ut Turots”?! Siapa pula yang menyangsikan bahwa Kibar ulama adalah orang-orang yang sangat dihormati oleh Salafiyyin?

Hanya saja Firanda lupa bahwa Salafiyyin Indonesia tidaklah terputus hubungannya dengan saudara-saudara mereka yang ada di Jazirah Arab dan sekitarnya terutama saudara-saudara mereka di Kuwait yang menjadi basis terdepan dalam menghadapi serangan Ihya’ut Turots! Merekalah yang akan “membocorkan” trik-trik jahat” dan “talbis-talbis beracun” Ihya’ut Turots kepada saudaranya, Salafiyyin di Indonesia. Jazakumullahu khairan katsira.

Benarlah apa yang dinyatakan oleh Syaikh Ahmad As-Subay’i Al-Kuwaity Hafidhahullah kepada Al-Akh Abdurrahman : ”Kami Kuwaitiyyin lebih tahu tentang Ihya’ut Turots, adapun anda?”

Bukanlah hal yang baru bahwa Hizbiyyin ketika mentalbis umat (kalau perlu) mereka bawakan fatwa-fatwa Kibar Ulama untuk mendukung mereka, tidak perlu dibahas bagaimana cara mendapatkan fatwa tersebut. Yang penting tazkiyah telah tergenggam di tangan.

Sebenarnyalah bahwa ”trik” Firanda dengan ”menaiki kuda Troya” yang dibuat di Kantor Pusat Ihya’ut Turots untuk menghantam Salafiyyin bukanlah hal yang benar-benar baru. Berkali-kali ”siasat” seperti ini dilakukan oleh Hizbiyyun lainnya, hanya saja hasilnya tetaplah nol besar, umat tidak mampu mereka kecoh, apalagi ulama’nya, walhamdulillah.

Strategi ini telah dilakukan terlebih dahulu oleh kalangan Hizbiyyun lainnya, bersembunyi dibalik fatwa atau pujian Kibar ulama. Namun demikian, apakah Hizbiyyun mampu menyelamatkan penyimpangan manhajnya dengan cara seperti itu? Lihatlah..

”Bahkan Hasan Al-Banna yang dipuji Syaikh Ibnu Al-Jibrin –seorang ulama anggota Kibarul Ulama-11 telah dikomentari dengan perkataan yang amat tendensius. Zaid bin Muhammad bin Hadi berkata tentang Hasan Al Banna, ”Bahwasanya tidak diperkenankan bagi setiap orang untuk menghormati, bahkan menjadikannya seorang imam yang dipanuti dalam akidah maupun akhlak, ibadah dan manhaj dakwahnya karena terdapat kesalahan fatal yang dibenci ulama as Salafiyyin ar Rabbani dalam beberapa segi itu”(Al-Ikhwanul Muslimun Mendhalimi…, hal.69-70).

Demikian pula pembelaan Syaikh Abdullah Al-Jibrin Hafidhahullah dan Syaikh Bakr Abu Zaid Hafidhahullah (keduanya adalah anggota Hai’ah Kibarul Ulama) terhadap Sayyid Quthb telah dijadikan tameng oleh Ikhwanul Muslimin untuk menutupi tabir penyimpangan mereka. Farid Nu’man Al-Ikhwani berkata:

”Cukuplah bagi kita ucapan Syaikh Ibnu Al-Jibrin yang telah membaca buku-buku Syaikh Rabi’ yang berisi bantahan terhadap Sayyid. Ia berkata, ”Saya telah membaca tulisan Syaikh Rabi’ Al-Madkhaly tentang bantahan terhadap Sayyid Quthb, tetapi saya melihat tulisannya itu sebagai pemberian judul yang sama sekali jauh dari kenyataan yang benar. Oleh karena itu, tulisan tersebut dibantah Syaikh Bakr Abu Zaid (lihat lampiran)” (ibid, hal.141-142).12

Inilah ”khilafiyyah Ijtihadiyyah” berikutnya:

”Imam Kabir Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz –mantan mufti kerajaan Saudi dan Ketua Hai’ah Kibarul Ulama- berkata, ”Buku-bukunya (Al-Qaradhawy-peny) memiliki bobot ilmiyah dan sangat berpengaruh di dunia Islam.” Imam al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albany –ahli hadits terkemuka abad duapuluh- berkata, ”Saya diminta (al Qaradhawy) untuk meneliti riwayat hadits serta menjelaskan kesahihan dan kedha’ifan hadits yang terdapat dalam bukunya (Halal wal Haram). Hal itu menunjukkan ia memiliki akhlak yang mulia dan pribadi yang baik. Saya mengetahui itu semua secara langsung. Setiap dia bertemu saya dalam satu kesempatan, ia akan selalu menanyakan kepada saya tentang hadits atau masalah fiqh. Dia melakukan itu agar ia mengetahui pendapat saya mengenai masalah itu dan ia dapat mengambil manfaat dari pendapat saya tersebut. Itu semua menunjukkan kerendahan hatinya yang sangat tinggi dan kesopanan dan adab yang tiada tara. Semoga Allah Swt mendatangkan manfaat dengan keberadaannya13. Mengapa pengikut kedua Syaikh itu tidak mengambil manfaat dari kesaksian mereka?”(ibid, hal.182)14. ”Syaikh Al-Albany telah menjadi saksi ketawadhu-an dirinya” (ibid, hal.174).

Akhirnya:”Sesungguhnya Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Al-Albany telah menjadi saksi tentang pribadi Al-Qaradhawy seperti yang telah disebutkan sebelumnya”(ibid, hal.221). Aih, Ikhwanul Muslimin telah membawa ”tazkiyah” Syaikh Biz Bazz dan Syaikh Al-Albani terhadap Al-Qaradhawy!! Yassalam.

Farid Nu’man Al-Ikhwani melanjutkan: ”Namun, justru sering muncul pandangan subyektif dari sebagian kecil kalangan yang gemanya melebihi suara aslinya. Lucunya, mereka bukanlah ulama, melainkan thalibul ilmi (penuntut ilmu). Kenyataannya hanya orang besar yang dapat menghargai orang besar. Mereka tidak lebih dari sekelompok anak-anak muda –dengan dukungan beberapa Syaikhnya- yang baru belajar beberapa kitab salaf (klasik). Sayangnya lidah mereka menjulur melebihi ilmunya…”(ibid, hal.175)

Di sana, ada fatwa lain dari ”murid-murid Kibar ulama yang mewakili pandangan subyektif sebagian kecil kalangan” tentang dedengkot Ikhwany ini. Syaikh Muqbil Rahimahullah bahkan menulis satu kitab khusus tentangnya yang berjudul: ” “Iskatu Kalbun awi fi Raddi ‘ala Yusuf Al-Qaradhawi”, Mendiamkan Anjing Menggonggong sebagai Bantahan Kepada Yusuf Qaradhawi!!

Masih komentar tentang Qaradhawy, ”Sayangnya, Asy-Syaikh Ali Hasan Al-Atsary hafizhullah -kami mencintainya karena Allah ’Azza wa Jalla- pun ikut-ikutan merendahkan Syaikh Al-Qaradhawy dengan menyebutnya sebagai salah satu tokoh rasionalis abad modern yang mendahulukan akal di atas nash….Adapun guru Syaikh Ali –Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albany rahimahullah- justru memuji Al-Qaradhawy dalam mukadimah bukunya, Ghayatul Maram fi Takhrijil Halal wal Haram” (ibid, hal.178-179).

Tapi sudahlah wahai saudaraku, karena Firanda akan segera ”mendatangi anda” untuk menyodorkan pernyataan bahwa hal ini adalah permasalahan ”Khilafiyyah Ijtihadiyyah”!! Dan dia akan ”menakut-nakuti anda” dengan pertanyaannya (bandingkan:Lerai…, hal.237-238) :”Lantas kenapa antum tidak sekalian men-tahdzir atau bahkan meng-hajr ”Syaikh Bin Bazz” dan ”Syaikh Al-Albany” yang memberi rekomendasi kepada Al-Qaradhawy? Bukankah para Syaikh inilah yang menjadi sebab terbukanya pintu untuk bekerjasama dengan Al-Qaradhawy (gembong Ikhwani), yaitu dengan adanya rekomendasi (baca:pujian) mereka kepada Al-Qaradhawy ini? Adapun orang-orang yang bermu’amalah dengan Al-Qaradhawy –gembong Ikhwani- hanyalah merupakan akibat (dampak) dari rekomendasi tersebut. Kenapa kalian begitu gencarnya memerangi akibat dan tidak memerangi sebab sumber ”malapetaka”?” Apakah pertanyaan ”kritis” seperti ini wahai Firanda?

Firanda juga berkata secara ”provokatif”:”Lantas kenapa antum tidak sekalian saja mentahdzir atau bahkan menghajr Syaikh Fauzan dan Syaikh Alusy Syaikh yang memberi rekomendasi kepada yayasan tersebut? Bukankah para Syaikh inilah yang menjadi sebab terbukanya pintu untuk bekerjasama dengan yayasan tersebut, yaitu dengan adanya rekomendasi mereka kepada yayasan ini? Adapun orang-orang yang bermuamalah dengan yayasan tersebut hanyalah merupakan akibat (dampak) dari rekomendasi tersebut. Kenapa kalian begitu gencarnya memerangi akibat dan tidak memerangi sebab sumber ”malapetaka”?..” (Lerai…, hal.237-238).

Saudaraku, jangan anda termakan ”provokasi” Firanda untuk mentahdzir bahkan menghajr Syaikh Fauzan dan Syaikh Alusy Syaikh!! Kenapa? Karena ini adalah kesalahan fatal dan anda memasuki lubang perangkapnya!! Cap Haddady telah menanti anda!! Dan demikianlah adanya sikap ghuluw Haddadiyyin yang harus kita enyahkan!! Bagaimana mungkin Salafiyyin dipaksa untuk memberikan sikap yang sama antara kepada ulama Mujtahidin dengan para pengekor hawa nafsu dan Hizbiyyah?! Tentulah beda!!

Kedua, katakan dengan jujur kepada umat wahai Firanda, sejak kapan Abu Nida’, Ahmas Faiz, Abu Haidar dan dedengkot-dedengkot Ihya’ut Turots Indonesia memegang fatwa para ulama tersebut? Apakah ketika mereka tersenyum penuh kemenangan ketika Abdurrahman Abdul Khaliq melecehkan Salafiyyin pada peristiwa ”Tragedi Daurah Al-Irsyad Tengaran” mereka sudah memegang fatwa ”Khilafiyyah Ijtihadiyyah”mu? Apakah ketika mereka, Abu Mush’ab dan teman-temannya bersama-sama guru mereka, Syarif Hazza Al-Mishri menyerang dan memerangi Salafiyyin Ahlus Sunnah dan para ulamanya mereka juga telah memegang ”kaidah sakti” Khilafiyyah Ijtihadiyyahmu? Apakah ketika mereka, Yusuf Utsman Ba’isa dan csnya dari kelompoknya Abu Nida’ dan Ahmas Faiz menerjemahkan dan menyebarkan selebaran keji buatan Hizby-Khabits Asy-Syaiji murid Abdurrahman Abdul Khaliq juga termasuk dari Khilafiyyah Ijtihadiyyahmu? Anak-anak ingusan ini kuatir bahwa ketika semua kejadian penyerangan hebat terhadap dakwah Salafiyyah di atas ternyata dirimu belumlah ”terlahir” di medan dakwah ini!! Engkau muncul bak pahlawan yang akan menengahi dan menyelesaikan permasalahan ini dengan kaidah Khilafiyyah Ijtihadiyyah?!! Semua beres, ini hanyalah…Khilafiyyah Ijtihadiyyah, Allahu yahdik.

Sejak kapan engkau dan mereka memegang ”Syahadah Muhimmah” yang diterbitkan oleh Kantor Pusat Ihya’ut Turots? Baru kemarin ”siang” kan?

Ketiga, apakah engkau wahai Firanda tidak menyadari bahwa Abdurrahman Abdul Khaliq beserta seluruh jajaran Ihya’ut Turots Kuwait akan tersenyum bangga penuh kemenangan jika mengetahui isi buku emasmu ini?!15 Allahul Musta’an.

Keempat, tidakkah engkau wahai Firanda menyadari, betapa mirip “misi yang diemban” bukumu (Lerai Pertikaian…) dengan buku Farid Nu’man (Al-Ikhwanul Muslimun Mendhalimi…)? Perhatikanlah:”Kami jumpai orang-orang yang mencela Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Al-Ghazaly dan Al-Qaradhawy hanyalah thalibul ilmi yang tidak meneladani syaikh-syaikh mereka yang ‘ihtiram (hormat) terhadap ulama lain. Antara Syaikh Al-Qaradhawy dan Syaikh bin Bazz maupun Syaikh Al-Albany, tidak ada masalah apa-apa. Mereka saling mencintai karena Allah Swt walau mereka tidak sedikit berbeda dalam ijtihad fiqh yang klasik maupun kotemporer. Lisan dan tulisan mereka bersih dari saling mencela. Anehnya, kalangan yang menjadikan syaikh-syaikh itu sebagai ikutan, justru amat bersemangat dan tidak ada bosannya dalam menelanjangi kehormatan tokoh-tokoh Ikhwan dalam bentuk buku, majalah, buletin dan taklim dengan alasan tahdzir (memperingatkan) umat dari kekeliruan. Apakah hanya itu amal soleh mereka ataukah mereka memang lahir untuk itu? Apakah Allah Swt telah memberikan izin kepada mereka untuk menyebut pihak lain sesat, salah, firqah, hizbiyyah bukan hizbullah, dan keluar dari manhaj salaf?”(ibid, hal.226).

Terakhir, kami akan memberikan suatu contoh kejadian yang dialami oleh Salafiyyin Inggris pada 10 tahun yang lalu yang sangat persis dengan apa yang dialami oleh Salafiyyin Indonesia di saat ini. Kaset tanya jawab Syaikh Muqbil Rahimahullah “Tuhfatul Mujiib ‘an As’ilat-il-Haadir wal-Ghariib (hal 143-147), sumber asli “Kaset Pertanyaan dari Inggris” yang direkam pada 13 Ramadhan 1416 H.

Pertanyaan:

Terdapat suatu perkumpulan di antara kita (di Inggris) bernama Al-Markaz Al-Islamiyyah Al-Muntada. Mereka mempunyai hubungan dengan Muhammad Surur dan juga menjual buku-buku karangannya serta berinteraksi dengannya. Mereka juga mendapat rekomendasi dari Syaikh Abdul Aziz bin Bazz dan Syaikh Utsaimin yang menyatakan dukungan untuk mengadakan kerjasama dan berhubungan dengan mereka. Jadi apa nasehat Syaikh terhadap Al-Muntada dan juga nasehat kepada Salafiyyin yang bekerjasama dan bekerja dengan mereka dalam dakwah?

Jawaban:

Nasehatku untuk mereka adalah supaya kembali kepada kondisi mereka ketika dahulu mendakwahkan Al-Qur’an dan As-Sunnah di dalam majalah mereka “Al-Bayan” dan “As-Sunnah”. Kita dahulu sangat menyukai kedua majalah tersebut. Tetapi kemudian realitas menjadi jelas bahwa mereka kenyataannya adalah Hizb yang menjauhkan kaum Muslimin dari para ulama Salaf. Dan aku menasehati mereka supaya tidak berselisih dengan para penguasa Muslim. Mereka ini telah menyebabkan perpecahan di dalam tubuh Ahlus Sunnah di Yaman, Haramain, Najd, Sudan, Mesir dan banyak negara muslim lainnya.

Mereka mengajak manusia untuk tidak peduli terhadap ilmu dien ini. Mereka dulunya adalah sekelompok pelajar yang belajar kepada kita, kemudian mereka bergabung dengan orang-orang Hizbiyyah. Sejak saat itu mereka mulai menghina Ikhwan Salafiyyin lainnya dan juga kepada kita…..

Jadi saya katakan: “Jika Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Bin Utsaimin telah memberikan tazkiyah (rekomendasi) kepada Al-Muntada sebelum terjadinya krisis Teluk, maka kedua Syaikh ini tidak bisa disalahkan karena kita juga ketika itu memuji majalah Al-Bayan dan menghimbau Muslimin untuk bekerjasama dengan mereka. Tapi jika mereka (kedua Syaikh) memberikan tazkiyah tersebut sesudah terjadinya krisis Teluk (saya berpikir hal itu tidak mungkin terjadi)16 maka kedua Syaikh ini telah melakukan kesalahan17. Sehingga saya akan mengatakan kepada kedua Syaikh ini: “Orang-orang ini telah memecah belah kaum Muslimin di sisi di Yaman, dan mereka telah berubah menyerang dan

menunjukkan sikap permusuhan terhadap AhlusSunnah”…

“Jadi jika kedua Syaikh tersebut memberikan tazkiyah (rekomendasi), maka mereka harus menarik kembali tazkiyahnya, seperti yang saya lakukan ketika permusuhan mereka kepada saya menjadi jelas dan terbukti selama krisis Teluk dan juga di Yaman18…..Jadi saya katakan kepada para Masyayikh untuk menarik kembali pernyataan tazkiyah, seperti yang Allah Ta’ala sebutkan dalam Al-Qur’an:


“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa”(QS. An-Nisa’:107)

Dan firman Allah:

”Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.” (QS. An-Nisa.:49)

Para Hizbiyyun ini menggunakan tazkiyah tersebut dengan tujuan untuk menipu manusia, sehingga tidak dibenarkan penggunaan tazkiyah semacam ini,……”

(Lebih lengkap lihat: Tuhfatul Mujeeb ‘an As’ilat-il-Haadir wal-Ghareeb, hal 143-147).

Sesungguhnya kebenaran itu bersama bukti, hujjah dan dalil, bukan banyak atau sedikitnya orang.

Masih adakah kaum Muslimin yang tertipu oleh “buku Emas” Firanda yang “nebeng” Syahadah Muhimmah bikinan Kantor Pusat Ihya’ut Turots Kuwait di Qurtuba untuk menghadang fatwa-fatwa “murid-murid Kibar ulama yang jumlahnya notabene lebih sedikit”?! Allahul Musta’an.

(Bab XXV, Bundel Badai Fitnah)

1 Cabang Depok!!

2 Apakah anda teringat dengan sebuah artikel berjudul “Dilema Tahdzir, Antara Sebuah Tuntutan Dakwah dan Tumbal Sensasi Seorang Da’i?”

3 Suatu pujian yang tidak pernah diucapkan dan dituliskan oleh Salaful Ummah terhadap hasil karya para ulama Ahlus Sunnah yang terbaik sekalipun! Allahu a’lam.

4 Lihatlah saudaraku bagaimana dia menyatakan bahwa kemudharatan-kemudharatan ketika bermuamalah dengan yayasan Hizbiyyah ini dikatakannya tidak terjadi!! Sebaliknya justru dia menegaskan betapa banyak manfaat yang dapat diambil jika Salafiyyin bermuamalah dengan yayasan Hizbiyyah ini!! Padahal para Masyayikh benar-benar menegaskan dengan bukti-bukti nyata betapa yayasan ini telah menyebarkan malapetaka bagi dakwah Salafiyyah di seluruh dunia!! Bukankah statemen Firanda itu secara tidak langsung telah menuduh “Shighar Ulama” tidak tahu fiqhul Waqi”? Yang mana mereka berfatwa mengikuti hawa nafsunya!! Menceritakan kejadian yang tidak ada kenyataannya?! Kesemuanya merupakan bukti nyata bahwa Firanda telah menghancurkan kaidah-kaidah yang dia buat sendiri untuk menghantam Salafiyyin!! Bagaikan membangun istana pasir kemudian dia sendiri yang mendatangkan angin ribut!!

5 Syaikh Muqbil Rahimahullah berkata:” Jum’iyyah Ihya At-Turots ilmunya adalah mengumpulkan harta, kemudian setelah itu mengumpulkan manusia agar bersama mereka…. Kenyataannya bahwa harta yang sampai ke mereka para pengurus Jum’iyyah digunakan untuk memerangi Ahlus Sunnah di Sudan, di Yaman, di bumi Haramain (Makkah dan Madinah, pen), Najed dan di Indonesia dan dalam banyak Negara Islam.” (ibid)

6 Syaikh Ubaid Hafidhahullah menyatakan:” Yang aku jadikan sebagai keyakinanku terhadap Allah dengannya, bahwa tidak boleh bekerja sama dengan yayasan ini, dan juga dengan yayasan yang lainnya dari yayasan-yayasan yang menyimpang, walaupun hanya ikut pada cabangnya saja. Juga tidak boleh pula belajar di sekolah-sekolah khusus mereka, dan tidak pula pada halaqah-halaqah mereka. Serta tidak boleh kerjasama dengannya dalam kaset-kaset dakwah mereka, sebab yayasan ini telah jelas pada kami bahwa mereka memerangi Ahlus Sunnah di Kuwait.” (http://www.darussalaf.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=203)

7 Lihatlah bagaimana mus$$$.or.$$ mengambil foto-foto pasca kejadian musibah gempa bumi di Jogja, beberapa diantaranya tampak foto-foto makhluk hidup yang dicoret-coret bagian wajah dan kakinya sehingga tampak seperti laki-laki yang musbil. Adapun negatif fotonya? Ya tetap saja. Apakah negatif filmnya untuk pengajuan dana ke Ihya’ At-Turots?! Wallahu’alam. File bukti Majalah Al-Furqan mereka yang berfotokan gambar manusia menjadi bukti kekerabatan mereka!

8 Firanda!! Apakah perselingkuhan manhaj seperti ini hanya terjadi di cabangnya di Indonesia? Tidak, bahkan hal ini sudah menjadi “trade mark” Ihya’ At-Turots di mana-mana!

Berkata Syaikh Rabi’ Hafidhahullah:” Maka Inilah data-data yang paling kuat yang menunjukkan bahwa Ihya at-Turots tidaklah jujur dalam mengarahkan dirinya kepada manhaj Salafi. Pengaruh Abdurrahman Abdul Khaliq telah diketahui [dimana dia] tidak membawa manhaj Salafi dengan sesungguhnya secara bersih dan murni. Diantara dalil bahwa ia tidak komitmen dengan manhaj ini, bahwa ia bersikap loyal kepada kaum takfir di Yaman, Jum’iyyatul Hikmah dan yang semisalnya. Juga bersikap loyal kepada selain mereka, Ikhwanul Muslimin. Dimana kesungguhan mereka dalam menghadapi pemikiran Iikhwani ini ? Mereka tidak punya keinginan (membantah pemikiran ikhwan, pen) kecuali untuk menarik diri dari manhaj Salafi” (ibid)

9 Adapun Syaikh Muqbil Rahimahullah? Syaikh Rabi’ Hafidhahullah? Syaikh Khalid, Syaikh Muhammad, Syaikh Ayyid? Syaikh Ahmad Najmi? Hafidhahumullah?Tentu berbeda timbangan “manfaat dan madharat” beliau Hafidhahumullah dengan timbangan dinar As-Soronji!! Syaikh Muqbil berkata:” Dan saya perhatikan bahwa dosanya yang paling besar adalah memecah-belah Ahlus-Sunnah, memecah dai-dai ilallah. Na’am, dia sesatkan para da’i dengan dinarnya, bukan dengan pemikiran-pemikirannya. Maka dia [Abdurrahman Abdul kholiq] mendirikan pusat-pusat [dakwah]. Yaa miskiin Ihyaut Turots! Dia mendirikan pusat-pusat dakwah dari Kuwait ke Indonesia, dari Kuwait ke Mesir, dari Kuwait ke Emirat Arab, dari Kuwait ke yang lainnya (Indonesia, yakni Abu Nida’ cs, lihat http://www.salafy.or.id/download/atturots/).
Membangun pusat-pusat dakwah dan Jam’iyah Ihyaut Turots yang akan membiayainya. Saya katakan: Ini adalah suatu kesalahan jika memberi dana [sebagai donatur] kepada Jam’iyah Ihyaut Turots. Ini adalah kesesatan yang besar karena mereka memecah-belah ahlussunnah. Mereka memecah-belah ahlussunnah di Jeddah, memecah-belah ahlussunnah di Sudan, dan mereka memanggil para pengikutnya dengan [nama] jamaah sesuai hawa nafsunya.
 Na’am, Dan Di Situ Ada Golongan Sampah Juga, Yang Kepadanya Dia Mengemis Dinarnya, bukan pemikirannya. Dan kita beri kabar baik untuk para pemuda Salafy dari Kuwait, bahwa Jam’iyah Ihyaut Turots telah menghabiskan dana yang sangat besar untuk mereka yang telah berubah di sini, di Yaman [agar menjadi pengikut mereka]. Akan tetapi seruan mereka mati dan tak berpengaruh. Na’am, dan telah dikatakan oleh beberapa orang di Kuwait [dari kalangan mereka] bahwa kita tidak memiliki dakwah selama Muqbil masih di Yaman. Na’am, ini ni’mat dari Rabb-ku, karena kamu telah memisahkan dirimu sendiri wahai orang yang berkata ‘bahwa kita tidak memiliki dakwah di Yaman selama Muqbil masih di Yaman’ (www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=548)

Dan sekarang lihatlah wahai saudaraku, bagaimana Firanda begitu heroiknya dalam membela Ihya’ At-Turots dan berusaha mematahkan statemen Syaikh Muqbil dan “murid-murid ulama kibar” tentang “dakwah pecah belah umat” yang dilakukan oleh yayasan tersebut dengan kaidah ‘”dinar” emasnya.

Firanda berkata: “Jawabnya: Perpecahan tersebut tidaklah terjadi kalau saja kita bersikap benar dalam menghadapi perbedaan pendapat yang ada di kalangan ulama Ahlus Sunnah. Salaf memiliki manhaj dalam menyikapi orang-orang yang berselisih dengan mereka dalam permasalahan khilafiyyah ijtihadiyyah…”

Bahkan Firanda melakukan “serangan balik”: ”Selanjutnya kita balik pernyataan kalian. Keadaan kalian yang melakukan tahdzir dan hajr tanpa pengikuti aturan yang benar itulah yang menimbulkan perpecahan di kalangan Salafiyyun. Karena antum menyelisihi manhaj salaf dalam menyikapi masalah khilafiyyah ijtihadiyyah. Apakah maslahat yang antum dapatkan dari tahdzir yang antum lakukan selain fitnah di kalangan Ahlus Sunnah?” (Lerai…, hal. 246-247). Tampaknya, Syaikh Muqbil Rahimahullah dan murid-murid ulama kibar –di sisi Firanda- masihlah “harus belajar lagi di alam nyata” untuk benar-benar meyakini bahwa dakwah Ihya’ At-Turots adalah dakwah yang memecahbelah umat, kenyataannya? Justru sikap beliau “yang melakukan tahdzir dan hajr tanpa pengikuti aturan yang benar itulah yang menimbulkan perpecahan di kalangan Salafiyyun. Karena antum menyelisihi manhaj salaf dalam menyikapi masalah khilafiyyah ijtihadiyyah. Apakah maslahat yang antum dapatkan dari tahdzir yang antum –wahai Syaikh Muqbil Rahimahullah- lakukan selain fitnah di kalangan Ahlus Sunnah?” Allahul Musta’an.

10 Sepengetahuan penyusun, tidak ada kitab terbaik sekalipun hasil karya para Ulama Ahlul Hadits Ahlus Sunnah yang dipuji oleh para ulama lainnya sebagai “Buku Emas”!! Dan lihatlah, “Buku Emas” itu sekarang tlah berubah menjadi “besi tua” yang hanya dilihat sebelah mata oleh umat. Ternyata Emas sepuhan…

11 Lebih lengkapnya, lihat pembelaan beliau terhadap Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb dan Abdurrahman Abdul Khaliq serta bantahan terhadap pembelaan ini di kitab:”Malhudhot wa Tanbihat ‘ala Fatawa Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin wafaqahullahu Ta’ala fi Difa’ihi ‘an:Hasan Al-Banna wa Sayyid Quthb wa Abdurrahman Abdul Khaliq wanaqduhu lima Katabahu haulahum Fadhilatusy Syaikh Rabi’ bin Hadiy Al-Madkhaliy” yang ditulis oleh SyaikhTsaqil bin Shalfiq Al-Qasimiy Adh-Dhufairiy. Sayangnya, hal-hal seperti ini dan beberapa contoh yang akan kita kemukakan menurut kaidah Firanda hanyalah khilafiyyah Ijtihadiyyah. Jangan kaget kalau dia akan mencecar anda dengan pernyataan maupun pertanyaan yang menohok! “Mungkinkah para ulama (kibar) mengeluarkan pernyataan tanpa ilmu dan tanpa mengetahui realita?! Bukankah ini termasuk mengikuti hawa nafsu?”(Lerai…, hal.225-226). “Ini mirip dengan cara hizbiyyin dalam menolak fatwa-fatwa para ulama Kibar dengan tuduhan mereka tidak mengetahui fiqhul waqi’, sehingga fatwa mereka mentah, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada” (ibid, hal.225). ”Pernyataan ini secara tidak langsung menuduh bahwa para ulama kibar tidak mengetahui fiqhul waqi’ dan tidak tahu medan dakwah..” (ibid, hal.224). Dan tentu saja Firanda akan menjustifikasi pendapatnya dengan pernyataan:”Jika para ulama kibar yang memberikan rekomendasi saja bisa keliru dan salah, (apalagi) para ulama yang notabene mereka adalah murid-murid para ulama kibar tersebut tentunya kemungkinan untuk salah dan keliru lebih besar lagi”(ibid, hal.234-235).

Tidakkah anda perhatikan wahai saudaraku bahwa buku Firanda ini dalam “dialog-dialog imajinernya” benar-benar mengekspolitasi berbagai “kemungkinan” dan (sama sekali!) tidak menyentuh substansi permasalahan kenapa” murid-murid ulama kibar” tersebut mentahdzir Ihya’ At-Turots dan apa bukti-bukti nyata (tidak hanya berputar-putar tentang kemungkinan-kemungkinan saja!) yang mendukung sikap dan tahdzir para ulama yang jumlahnya sedikit tersebut! Bagaimana mungkin Firanda hendak Melerai Pertikaian ini sementara dirinya “berangkat dari Kantor Pusat Ihya’ At-Turots di Qurtuba-Kuwait”?!! Allahul Musta’an.

12 “Pembelaan Syaikh Bin Jibrin dan Syaikh Bakr Abu Zaid Hafidhahumallah ini juga dinukil oleh Abduh Z.A. (yang salah satu bukunya direkomendasi oleh Caldok Muhammad Arifin) dalam buku pembelaan terhadap kelompok-kelompok sempalan “Siapa Teroris?…, hal.317-319, 321-322) Alangkah miskinnya Farid Nu’man Al-Ikhwani dan Abduh Zulfidar Akaha Al-Ikhwani yang masih saja menggunakan pembelaan usang sementara pemiliknya sendiri (Syaikh Bakr Abu Zaid) telah rujuk dari pendapatnya ini! Ternyata beliau baru tahu bahwa Ikhwanul Musliminlah yang telah menyebarkan “lembaran” tadi di Yaman dan negeri lainnya dengan disertai foto Sayyid Quthb dan diberi judul “Nashihah Adz-Dzahab/Nasehat Emas”. Cukuplah bagi beliau dengan mengetahui kesalahannya dari orang-orang yang menyebarkan kertas itu. Ternyata mereka adalah musuh Syaikh Bakr sendiri, musuh manhaj yang Haq”. Kita menunggu, bagaimana sikap Firanda terhadap Khilafiyyah Ijtihadiyyah ini?! Allahul Musta’an.

Demikianlah, di sisi Ikhwani ada “Nasehat Emas” dan di sisi Sururi ada “Buku Emas”, keduanya sama-sama bertamengkan “tazkiyah” Kibar ulama. Allahumma.

13 Muhammad Nashiruddin Al-Albany, Ghayatul Maram fi Takhrijil Hadits Halal wal Haram, hal.14

14 Itu adalah komentar Farid Nu’man setelah membawakan “tazkiyah” Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Al-Albany Rahimahumallah terhadap Qaradhawy, gembong besar Ikhwanul Muslimin. Adapun Firanda? Apakah dia juga akan “tega” mencecar Salafiyyin dengan ucapan:” “Mungkinkah para ulama (kibar) mengeluarkan pernyataan tanpa ilmu dan tanpa mengetahui realita?! Bukankah ini termasuk mengikuti hawa nafsu?”(Lerai…, hal.225-226). “Ini mirip dengan cara hizbiyyin dalam menolak fatwa-fatwa para ulama Kibar dengan tuduhan mereka tidak mengetahui fiqhul waqi’, sehingga fatwa mereka mentah, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada” (ibid, hal.225).”Pernyataan ini secara tidak langsung menuduh bahwa para ulama kibar tidak mengetahui fiqhul waqi’ dan tidak tahu medan dakwah..”(ibid, hal.224). Dan tentu saja Firanda akan menjustifikasi pendapatnya dengan pernyataan:”Jika para ulama kibar yang memberikan rekomendasi saja bisa keliru dan salah, (apalagi) para ulama yang notabene mereka adalah murid-murid para ulama kibar tersebut tentunya kemungkinan untuk salah dan keliru lebih besar lagi”(ibid, hal.234-235). Lalu dimana Al-Haq itu berada wahai Firanda kalau setiap perbedaan pendapat ternyata “engkau bungkam” dengan kaidah “Khilafiyyah Ijtihadiyyah”mu?! Allahul Musta’an.

15 Lihatlah wahai saudaraku ungkapan kemenangan dan “terima kasih” kaki tangan Ihya’ At-Turots Indonesia kepada Abdullah Taslim dkk di situs mus$$$.or.$$

Andi Muhammad Arief
April 12th, 2006 10:31

38

Ba’da Tahmid, Tsana’ wa Sholah, saya adalah muwadhof di Jam’iyah Ihya Turots Islamy (JITI) Maktab Indonesia dan silahkan anda-anda semua membaca AD/ART nya sehingga akan tahu bagaimana itu JITI. Jazakumullah ya Ustadz Abdullah Taslim atas perjuangan menegakkan islam diatas manhaj yang benar. Saya berani bersumpah atas nama Allah bahwa Manhaj SALAF / Ahlussunnah adalah manhaj yang benar dan selamat.(Mus$$$.or.$$, Komentar no.38 atas artikel:Menjawab Tudingan Pada Dakwah Salafiyah)

16 Perhatikanlah wahai saudaraku, betapa besarnya prasangka baik Syaikh Muqbil Rahimahullah kepada Syaikh berdua yang mulia ini.

17 Ini adalah contoh yang sangat bagus untuk menyingkap talbis Firanda. Kita sengaja membawakan jawaban dari Syaikh Muqbil Rahimahullah agar kita tidak dikatakannya menolak fatwa-fatwa Kibar ulama sebagaimana yang dilakukan oleh Sururiyyun yang menuduh Masyayikh tidak mengetahui fiqhul waqi’. Maka, apakah Firanda masih mampu untuk berkata kepada Syaikh Muqbil Rahimahullah:” “Mungkinkah para ulama (kibar) mengeluarkan pernyataan tanpa ilmu dan tanpa mengetahui realita?! Bukankah ini termasuk mengikuti hawa nafsu?”(Lerai…, hal.225-226). “Ini mirip dengan cara hizbiyyin dalam menolak fatwa-fatwa para ulama Kibar dengan tuduhan mereka tidak mengetahui fiqhul waqi’, sehingga fatwa mereka mentah, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada” (ibid, hal.225). ”Pernyataan ini secara tidak langsung menuduh bahwa para ulama kibar tidak mengetahui fiqhul waqi’ dan tidak tahu medan dakwah..” (ibid, hal.224). Dan tentu saja Firanda akan menjustifikasi pendapatnya dengan pernyataan:”Jika para ulama kibar yang memberikan rekomendasi saja bisa keliru dan salah, (apalagi) para ulama yang notabene mereka adalah murid-murid para ulama kibar tersebut tentunya kemungkinan untuk salah dan keliru lebih besar lagi”(ibid, hal.234-235). Duhai alangkah mahalnya sebuah kebenaran.

18 Syaikh Muqbil Rahimahullah berkata:

Amma ba’du,

Sururisme (Sururiyyah) adalah suatu penisbatan yang ditujukan kepada Muhammad Surur Zainal ‘Abidin. Pada awalnya dia berdiam di Kuwait, dimana dia mengeluarkan (mengarang) beberapa kitab yang baik yang didalamnya menjelaskan tentang aqidah Syi’ah serta buku-buku bagus lainnya. Kemudian dia pindah ke Jerman lalu ke Inggris (United Kingdom,red), dimana akhirnya dia menetap disana.
 Lalu disana dia memproduksi majalah berjudul “Al Bayan”, kami dulu benar-benar gembira akan hal itu. Kemudian dia pun memproduksi majalah lainnya, yaitu “As Sunnah”, dan kami pun bersikap sama. Dan pada waktu itu kami katakan, “Inilah jawaban yang selama ini kita tunggu-tunggu”. Beberapa saudara kita pun memuji majalah Al Bayan dan kami pun waktu itu memujinya dengan mengatakan : “Tidak didapati (majalah) yang dapat menyamainya”. Namun seperti itulah keadaan dari Hizbiyyah, pada awalnya mereka seakan-akan berdakwah kepada Al Qur’an dan As Sunnah sehingga hati umat melekat pada mereka, dan kekuatan mereka pun bertambah meningkat. Ketika mereka (umat) mengetahui ada bahwa ada kritikan atasnya, maka kritikan tersebut tidak berpengaruh apa-apa padanya, sehingga mereka menampakkan apa yang mereka sebenarnya ada diatasnya.
 Majalah “As Sunnah”, atau lebih tepat disebut “Al Bid’ah”, menyerukan umat untuk menjauhi para ulama dan menuduh para ulama sebagai tidak proaktif, dibayar oleh pemerintah dan tidak mempunyai pemahaman terhadap hal-hal terkini (Fiqhul Waqi’).
 Namun, Alhamdulillah, topeng dari sururi-sururi (pengikut paham Sururiyyah,red) itu pun terbongkar pada masa perang Teluk. Ini adalah anugerah dari Allah ‘Azza wa Jalla. Saya ingat waktu itu membaca beberapa perkataan (di dalam majalah mereka) yang didalamnya terdapat celaan terhadap Syaikh Al Albani – rahimahullah – , dikarenakan beliau membuat sebuah ceramah yang direkam yang berjudul “Pertemuan dengan Sururi”. Kemudian di halaman yang lainnya mereka memberikan pujian kepada Syaikh Bin Baz. Maka aku pun sadar terhadap arti dari pujian ini, yaitu agar mereka tidak dikatakan “Mereka menyerang para ulama”.
 Beberapa hari setelah dikeluarkannya fatwa Syaikh Bin Baz tentang diperbolehkannya membuat perjanjian damai dengan Yahudi, mereka pun melancarkan serangan terhadap beliau. Maka inilah fakta dalam rencana mereka yang sebelumnya dipendam dengan baik, dalam rangka menjauhkan umat dari para ulama!

(Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=837)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.