BUKU SYAHADAH MUHIMMAH
LERAI PERTIKAIAN ”MADE IN” KANTOR PUSAT IHYA’UT TUROTS KUWAIT1
(Dilema Ihya’ut Turots, Antara Tuntutan Dana, Popularitas Diri & Upaya Mencari Sensasi)2
Andi Muhammad Arief:
Ba’da
Tahmid, Tsana’ wa Sholah, saya adalah muwadhof di Jam’iyah Ihya Turots
Islamy (JITI) Maktab Indonesia dan silahkan anda-anda semua membaca
AD/ART nya sehingga akan tahu bagaimana itu JITI. Jazakumullah ya Ustadz
Abdullah Taslim atas perjuangan menegakkan islam diatas manhaj yang
benar. Saya berani bersumpah atas nama Allah bahwa Manhaj SALAF /
Ahlussunnah adalah manhaj yang benar dan selamat.
(Tanggapan Andi Muhammad Arief Terhadap Artikel Abdullah Taslim cs, Mus$$$.or.$$, April 12th, 2006 10:31)
Luar
biasa. BUKU EMAS (pujian tertinggi, terdahsyat dan mengerikan dari Abu
Salma)3 “Lerai Pertikaian, Sudahi Permusuhan” buah karya Abu ‘Abdil
Muhsin Firanda bin Abidin As-Soronji seolah menjadi buku wajib bagi
Sururiyyin dan Turotsiyyin. Berupaya keras untuk memahamkan kepada umat
bahwa permasalahan dakwah yang terjadi selama ini hanyalah persoalan
Khilafiyyah Ijtihadiyyah yang tidak boleh padanya diterapkan
prinsip-prinsip Al-Wala’ dan Al-Bara’. Firanda menyebutkan nama-nama
Kibar Ulama yang telah mentazkiyah Ihya’ut Turots dan menekankan bahwa
jumlah mereka lebih banyak daripada “murid-murid para ulama Kibar
tersebut, dengan jumlah lebih sedikit” yang telah meng-hizbi-kan yayasan
tersebut.
Kalau Firanda menganggap bahwa “Salafiyyin”
menuduh Kibar ulama tidak tahu fiqhul waqi’ karena membenarkan fatwa dan
bukti-bukti ‘shighar’ ulama yang memperingatkan umat dari kesesatan
Ihya’ut Turots, bukankah dia sebenarnya sedang merobohkan kaidah dia
sendiri (Lerai…,hal.225)?! Bukankah pernyataannya itu juga berarti bahwa
“shighar ulama” dia tuduh tidak tahu fiqhul waqi’ pula karena “berani”
mentahdzir Ihya’ut Turots yang di”tazkiyah” oleh Kibar ulama?4 Baginya,
burhan dan Hujjah yang dibawa oleh “murid-murid para ulama Kibar” bukan
lagi menjadi parameter kebenaran yang harus diperhatikan. Lebih nahas
lagi, “murid-murid ulama Kibar tersebut” (yang meng-hizbi-kan Ihya’ut
Turots) ternyata jumlahnya lebih sedikit. Jadi, tidak ada alasan lagi
untuk mempercayai tahdzir dari “murid-murid ulama Kibar tersebut yang
jumlahnya lebih sedikit”. Allahul Musta’an.
Firanda juga
menggarisbawahi bahwa dana yayasan ini “datangnya dari kaum
mukminin”(Lerai…,hal.241). Juga “Sekali lagi kami tekankan, bahwa dana
yang dimiliki oleh yayasan tersebut bersumber dari kaum Muslimin yang
dermawan”(ibid)5.
Telah datang bukti kepada kita
–alhamdulillah- bahwa salah satu kaum mukminin(!?) yang menjadi dermawan
yayasan ini adalah dari kaum “Syi’ah Rafidhah”, bahkan bukti nyata
bagaimana Ihya’ut Turots menggandeng Partai Politik Ikhwanul Muslimin.
Bukankah bukti ini menjadi petunjuk kuat betapa “ada yang tidak beres”
dari manhaj yayasan ini?
Jangan terburu-buru
menyatakan:”Kalau benar yang kalian katakan, maka perkaranya bukan pada
pusat yayasan tersebut, namun masalahnya kembali ke cabang yayasan
tersebut” (Lerai…, hal.236-237)6.
Kita katakan:”Justru bukti-bukti ‘ketidakberesan manhaj” tersebut terjadi di Kuwait!! Tempat dimana Ihya’ut Turots dilahirkan!!”
Kalau
engkau jujur -wahai Firanda- dan mau berfikir secara jernih tentang isi
tahdzir dan peringatan “murid-murid ulama Kibar yang jumlahnya lebih
sedikit” itu, justru penyimpangan yang ditunjukkan oleh Ihya’ut Turots
di Kuwait-lah yang menjadi sebab paling besar mengapa yayasan ini
ditahdzir oleh “murid-murid ulama Kibar” tersebut!!
Adapun
penyimpangan-penyimpangan cabang-cabang yayasan ini yang terjadi di
beberapa negeri bukankah merupakan dampak dari “uswah sayyi’ah” yang
diperagakan oleh Ihya’ut Turots Kuwait?
Apakah karena
kelompok-kelompok bid’ah wal Hizbiyyah yang dapat mengambil dana dari
cabang-cabang Ihya’ut Turots kemudian Ihya’ut Turots Kuwait dapat
“mencuci tangan” dari penyimpangan dan penyelewengan
cabang-cabangnya(Lerai…, hal.236-237)?
Bagaimana mungkin
Ihya’ut Turots Kuwait dapat mencuci tangan dari penyimpangan ini
sementara setiap pengajuan dana kepada yayasan haruslah membuat proposal
terlebih dahulu dan harus pula mendapat acc persetujuan pencairan dana?
Bahkan setiap alokasi dana mengharuskan penerima dana tersebut membuat
laporan pertanggungjawaban dan dikirimkan ke Ihya’ut Turots Kuwait
lengkap bersama foto-fotonya? Ini adalah ciri khas Ihya’ut Turots!!7
Sebagaimana
–persaksian Al-Akh Abdurrahman- dana yang disalurkan Ihya’ut Turots
Kuwait melalui Al-Irsyad cabang Kuwait kepada PP. Al-Irsyad dan yayasan
As-Sunnah Cirebon, maka kedua lembaga ini telah mengirimkan laporan
pertanggungjawaban kepada Al-Irsyad cabang Kuwait dan Ihya’ut Turots
Kuwait!! Apakah Ihya’ut Turots Kuwait tidak memiliki data-data siapa
saja penerima dananya dan peruntukannya serta laporan pertanggungjawaban
para “pasien” nya yang karenanya dapat dijadikan alasan untuk berkelit
dan cuci tangan dari penyimpangan cabang-cabangnya? Dan bukankah Ihya’ut
Turots Kuwait juga harus memberikan laporan kepada para donatur
“mukminin” itu?! Bagaimana tanggapan donaturnya jika Ihya’ut Turots
Kuwait menyatakan tidak tahu menahu kemana dana mereka disalurkan?!
Bukankah logika Firanda adalah logika yang tidak logis?!
Dengan
dana Ihya’ yang berasal dari kaum “mukminin” ini, sesuatu yang tidak
mungkin terjadi dapat dilakukan oleh “Salafiyyin”, bergabung dan
berkoalisi dengan gembong-gembong Ikhwanul Muslimin!! Tidak perlu
terlalu jauh, (satu contoh saja –bukti-bukti lainnya telah berlalu di
bab-bab sebelumnya) Aunur Rafiq dan kawan-kawannya, di bawah bendera
Al-Sofwa Al-Muntada bergabung dengan Mudzakir Arif sang Pembesar
Ikhwanul Muslimin di Markas Besarnya di Sulawesi, ia sekaligus seorang
“kader tangguh” partai Ikhwanul Muslimin Indonesia. Bagaimana mungkin
“rombongan du’at Salafiyyin’ bergabung dengan du’at Ikhwanul Muslimin di
markas besar mereka?! Apa yang tidak mungkin? Dana kaum “mukminin”
Ihya’ut Turots dapat mewujudkan “impian” mereka!!
Apakah
rombongan du’at Salafy” tersebut hendak berusaha menyadarkan dan
mendakwahi Mudzakir Arif agar lepas dari kungkungan Hizbiyyahnya partai
Ikhwanul Muslimin?! Tidak, bahkan mereka bergabung untuk berkolaborasi
dakwah bersama-sama8. Allahul Musta’an.
Tetapi “fiqhul waqi’” di sisi Firanda ternyata tidaklah sama dengan “Waqi’” di alam nyata…
Tidak
ada artinya bagi Firanda bukti-bukti kejahatan Ihya’ut Turots yang
disampaikan oleh “murid-murid Kibar ulama yang jumlahnya lebih sedikit”
itu!
Firanda berkata:”Yang tampak,
kemudharatan-kemudharatan yang dikhawatirkan sa’at bermuamalah dengan
yayasan tadi tidaklah terjadi, alhamdulillah. Bahkan sebaliknya justru
kemaslahatan yang di dapat dengan mu’amalah dengan yayasan ini”. Inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un!!
Syaikh Muqbil
Rahimahullah berkata: “Saya (Syaikh Muqbil) menganggap ia (Abdurrahman
Abdul Khaliq-peny) memecah-belah barisan Ahlus Sunnah dengan membuat
tipu daya melalui hartanya, tidak melalui pemikirannya. Ia bangkit dari
Kuwait ke Indonesia (Abu Nida cs, red), Mesir dan beberapa negara
lainnya. Saya berpendapat tidak benar menyerahkan dana kepada Yayasan
Ihya’ut Turots karena mereka gencar memecah-belah dakwah Ahlus Sunnah
sehingga Ahlus Sunnah di Jeddah dan Sudan terpecah.
Di Yaman
banyak orang yang tertipu oleh kekayaannya bukan pemikirannya. Saya
beritahukan kepada pemuda-pemuda Salaf Kuwait bahwa Yayasan Ihya’ut
Turots memberikan dana yang menimbulkan bencana kepada orang-orang yang
tertipu tersebut. Abdul Qadir Asy-Syaibani dan Muhammad Abdul Jalil
saling bermusuhan gara-gara dana Ihya’ut Turots”.( http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=549)
Sungguhpun
Firanda telah berusaha keras untuk meyakinkan umat bahwa Ihya’ut Turots
adalah yayasan Ahlus Sunnah sebagaimana nama-nama Kibar ulama yang
disebutnya telah mentazkiyah yayasan tadi, tetapi tampaknya keraguan
tentang status yayasan “Al-Khairiyyah” Ihya’ut Turots masih menyelimuti
dirinya.
Firanda berkata:”Dana tersebut akhirnya tidak
tersalurkan kepada ahli bid’ah. Jika dana ini tidak segera diambil dan
dimanfaatkan oleh Ahlus Sunnah, semnetara para dermawan terus
menyalurkan kelebihan harta yang mereka miliki, bisa jadi akhirnya yang
memanfaatkan dana tersebut adalah ahli bid’ah, sehingga bid’ahpun
semakin berkembang” (Lerai…, hal.242)
Kita katakan:”Kenapa
anda harus kuatir –wahai Firanda- bahwa yayasan ini –sebanyak apapun
dana yang berhasil dihimpunnya- dari “kaum Mukminin-Muslimin” akan
disalurkannya kepada ahli bid’ah sehingga bid’ah semakin merajelela?!
Bukankah yayasan ini adalah “yayasan Ahlus Sunnah” yang banyak membantu
Salafiyyin dan dakwah Salafiyyah sebagaimana kampanye yang sedang anda
kibarkan?
Kenapa Yayasan Ahlus Sunnah ini harus berpikir
untuk membantu dan menyerahkan dana mukmininnya kepada Ahlul Bid’ah
sehingga bid’ah semakin merajalela?!
Sesungguhnya, ucapan
anda ini jelas-jelas menunjukkan keragu-raguan anda terhadap Status
Ahlus Sunnahnya Ihya’ut Turots sebagaimana yang anda gembar-gemborkan
kepada umat! Jangan menipu nurani anda!! Allahul Musta’an.
Lalu
apa artinya tulisan:”Yang nampak, kemudharatan-kemudharatan yang
dikhawatirkan saat bermu’amalah dengan yayasan tadi tidaklah terjadi,
alhamdulillah” (Lerai…,hal.242)?! Kalau demikian kenyataannya,
(lagi-lagi) kenapa anda harus kuatir bahwa yayasan ini akan menyalurkan
dananya kepada Ahli Bid’ah?! Apakah hati nurani anda sendiri sebenarnya
meragukan statemen yang anda tulis wahai Firanda? Ataukah anda tidak
mampu menutup kenyataan bahwa yayasan Hizby ini selama ini memang
benar-benar telah terbukti membantu Ahlul Bid’ah wal Hizbiyyah?! Apakah
anda hendak meruntuhkan pernyataan anda sendiri ?!
Sesungguhnya,
kalaulah anda benar-benar serius untuk “Melerai Pertikaian dan
Menyudahi Permusuhan” ini, tentulah anda tunjukkan secara lengkap isi
fatwa Kibar ulama yang anda katakan telah merekomendasikan yayasan
tersebut. Kenapa cuma anda sebutkan nama-nama mereka? Ataukah anda
kuatir bahwa fatwa-fatwa itu diketahui oleh umat “ternyata” termasuk
juga rekomendasi tentang “pencetakan Al-Qur’an” dan rekomendasi tentang
“Maktabah Thalabul ‘Ilm”?! Untuk menunjukkan bahwa: “Bahkan sebagian
mereka merekomendasi yayasan ini berulang-ulang”(Lerai…, hal.226-227)?!
Allahul Musta’an.
Kalau anda benar-benar hendak menjadi
hakim yang adil dan obyektif dalam permasalahan “khilafiyyah
Ijtihadiyyah” ini, bukankah membeberkan isi fatwa-fatwa “murid-murid
ulama Kibar” yang “jumlahnya lebih sedikit” dan bukti-bukti yang
mendukungnya juga merupakan langkah yang mesti ditempuh?!
Bagaimana
mungkin anda menjadi hakim yang adil dengan menekankan bahwa “banyak
kemaslahatan yang didapat dengan bermu’amalah dengan yayasan
ini”(Lerai…,hal.242) sementara anda tidak menyinggung sedikitpun
(minimal menguji keabsahan dan kebenaran pernyataan Syaikh Muqbil
Rahimahullah tentang tersebarluasnya kemudharatan-kemudharatan besar dan
penyelewengan manhaj dari yayasan ini dengan bukti-bukti yang beliau
ungkapkan di berbagai negeri :”Jadi dakwah Ihya”ut Turots memecah belah
umat. Dalam “Shahih Bukhari” disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wassalam bersabda (yang artinya), “Muhammad pemisah manusia,”
atau dalam riwayat lain berbunyi, “Muhammad memisahkan manusia.” Artinya
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam memisahkan antara istri dengan
suami, karena kadang istri menjadi muslimah si suami kafir, atau
sebaliknya. Atau memisahkan anak dengan orang tua yakni kadang anaknya
muslim sedangkan orang tuanya kafir, atau sebaliknya.
Sedangkan
Ihya’ut Turots memisahkan ahlus sunnah di banyak negeri seperti Mesir,
Yaman, Kuwait, Emirat Arab, Haramain dan negeri lainnya (termasuk di
Indonesia, red)” (http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=549).
Apakah
ucapan beliau ini hanya “omongkosong” belaka?! Masyayikh telah
berdusta?? Ataukah engkau hendak mengatakan bahwa:”Mengenai mudharat
yang dikhawatirkan mungkin saja terjadi,. Namun, kalaupun memang ada
maka harus dibandingkan dengan maslahat” (Lerai…,hal.244). Tentu saja
–di sisimu- bahwa mudharat “pecah belah umat” yang dilakukan oleh “dana”
Ihya’ut Turots tidaklah sebanding dengan besarnya kemanfaatan,
kemaslahatan dan kebaikan yang telah ditebarkannya kepada umat. Bukankah
demikian wahai As-Soronji?!9
Ataukah engkau takut jika
alasan-alasan “ulama Shighar yang jumlahnya lebih sedikit’ itu dalam
mentahdzir Ihya’ut Turots engkau sebutkan pula, maka umat dapat dengan
mudah mengetahui mana pendapat yang lebih “rajih” dari permasalahan
“khilaf ijtihadiyyah” tentang Ihya’ut Turots?!
Kalau
engkau sedikit ilmiyyah, tentu akan engkau tunjukkan kesalahan dan
kelemahan tahdzir dan bukti-bukti kesesatan serta penyimpangan Ihya’ut
Turots yang disampaikan oleh Syaikh Muqbil Rahimahullah, Syaikh Rabi’
Hafidhahullah, Syaikh Khalid Raddadi Hafidhahullah, Syaikh Ahmad Najmi
Hafidhahulah, Syaikh Muhammad bin Hadi Hafidhahullah, Syaikh Ayyid
Asy-Syamiri Hafidhahullah dan beberapa “murid-murid ulama Kibar”
lainnya. Adapun hanya sekedar “menyebutkan kemaslahatan-kemaslahatan
yang didapatkan jika bermu’amalah dengan yayasan ini” tanpa menyebutkan
kemudharatan-kemudharatan yang karenanya para “murid-murid ulama Kibar”
mentahdzirnya?! Duhai alangkah ilmiyyahnya jalan tarjih yang sedang
engkau tempuh!
Walhasil, keberanian As-Soronji untuk
“menghadapi” Salafiyyin dengan berupaya “menetralisir” tahdzir yang
dilakukan oleh “murid-murid ulama Kibar yang jumlahnya lebih sedikit”
itu hanyalah bermodalkan sebuah risalah berjudul: “Syahaadaat Muhimmah
li Ulama’ al-Ummah fi Manhaj wa A’maal wa Isdaaraat Jum’iyyah Ihyaa’
at-Turots al-Islami” (Lerai…, hal.226)!! Kita tidak tahu, kenapa Firanda
tidak menyebutkan keterangan lebih lengkap bahwa risalah ini
diterbitkan oleh Kantor Pusat Ihya’ut Turots di Qurtuba, Kuwait. Sengaja
atau tidak, penyebutan lebih lengkap tentang penerbit risalah ini
hanyalah akan mengundang komentar umat :”Ooo ternyata buku propaganda
Ihya’ut Turots, pantas…”.
Beberapa ulama “shighar” telah
dihubungi untuk mengetahui komentar mereka tentang buku terbitan kantor
pusat Ihya’ut Turots ini yang dijadikan rujukan utama oleh Firanda,
secara umum mereka menyatakan bahwa buku ini “hanyalah talbis Ihya’ut
Turots” semata. Jika demikian waqi’nya, maka pantas saja Salafiyyin di
negeri-negeri Arab dan sekitarnya “tenang-tenang saja” walaupun Ihya’ut
Turots mengeluarkan buku ‘sedahsyat ini”. Kenapa? Karena mereka sudah
tahu betul dan paham trik-trik yang dilakukan oleh yayasan Hizby ini
untuk mentalbis umat. Buku yang tidak laku di pasaran luar negeri tadi
akhirnya oleh Firanda diekspor ke Indonesia dan dielu-elukan sebagai
“Buku Emas10” oleh Abu Salma dan orang-orang yang semanhaj dengannya.
Allahul Musta’an. Betapa tidak, bukankah umat Islam Indonesia yang jauh
jaraknya dari ulama menjadi potensi besar untuk melemparkan talbis
“Tazkiyah Kibar Ulama terhadap Ihya’ut Turots”?! Siapa pula yang
menyangsikan bahwa Kibar ulama adalah orang-orang yang sangat dihormati
oleh Salafiyyin?
Hanya saja Firanda lupa bahwa Salafiyyin
Indonesia tidaklah terputus hubungannya dengan saudara-saudara mereka
yang ada di Jazirah Arab dan sekitarnya terutama saudara-saudara mereka
di Kuwait yang menjadi basis terdepan dalam menghadapi serangan Ihya’ut
Turots! Merekalah yang akan “membocorkan” trik-trik jahat” dan
“talbis-talbis beracun” Ihya’ut Turots kepada saudaranya, Salafiyyin di
Indonesia. Jazakumullahu khairan katsira.
Benarlah apa
yang dinyatakan oleh Syaikh Ahmad As-Subay’i Al-Kuwaity Hafidhahullah
kepada Al-Akh Abdurrahman : ”Kami Kuwaitiyyin lebih tahu tentang Ihya’ut
Turots, adapun anda?”
Bukanlah hal yang baru bahwa
Hizbiyyin ketika mentalbis umat (kalau perlu) mereka bawakan fatwa-fatwa
Kibar Ulama untuk mendukung mereka, tidak perlu dibahas bagaimana cara
mendapatkan fatwa tersebut. Yang penting tazkiyah telah tergenggam di
tangan.
Sebenarnyalah bahwa ”trik” Firanda dengan ”menaiki
kuda Troya” yang dibuat di Kantor Pusat Ihya’ut Turots untuk menghantam
Salafiyyin bukanlah hal yang benar-benar baru. Berkali-kali ”siasat”
seperti ini dilakukan oleh Hizbiyyun lainnya, hanya saja hasilnya
tetaplah nol besar, umat tidak mampu mereka kecoh, apalagi ulama’nya,
walhamdulillah.
Strategi ini telah dilakukan terlebih
dahulu oleh kalangan Hizbiyyun lainnya, bersembunyi dibalik fatwa atau
pujian Kibar ulama. Namun demikian, apakah Hizbiyyun mampu menyelamatkan
penyimpangan manhajnya dengan cara seperti itu? Lihatlah..
”Bahkan
Hasan Al-Banna yang dipuji Syaikh Ibnu Al-Jibrin –seorang ulama anggota
Kibarul Ulama-11 telah dikomentari dengan perkataan yang amat
tendensius. Zaid bin Muhammad bin Hadi berkata tentang Hasan Al Banna,
”Bahwasanya tidak diperkenankan bagi setiap orang untuk menghormati,
bahkan menjadikannya seorang imam yang dipanuti dalam akidah maupun
akhlak, ibadah dan manhaj dakwahnya karena terdapat kesalahan fatal yang
dibenci ulama as Salafiyyin ar Rabbani dalam beberapa segi
itu”(Al-Ikhwanul Muslimun Mendhalimi…, hal.69-70).
Demikian
pula pembelaan Syaikh Abdullah Al-Jibrin Hafidhahullah dan Syaikh Bakr
Abu Zaid Hafidhahullah (keduanya adalah anggota Hai’ah Kibarul Ulama)
terhadap Sayyid Quthb telah dijadikan tameng oleh Ikhwanul Muslimin
untuk menutupi tabir penyimpangan mereka. Farid Nu’man Al-Ikhwani
berkata:
”Cukuplah bagi kita ucapan Syaikh Ibnu Al-Jibrin
yang telah membaca buku-buku Syaikh Rabi’ yang berisi bantahan terhadap
Sayyid. Ia berkata, ”Saya telah membaca tulisan Syaikh Rabi’ Al-Madkhaly
tentang bantahan terhadap Sayyid Quthb, tetapi saya melihat tulisannya
itu sebagai pemberian judul yang sama sekali jauh dari kenyataan yang
benar. Oleh karena itu, tulisan tersebut dibantah Syaikh Bakr Abu Zaid
(lihat lampiran)” (ibid, hal.141-142).12
Inilah ”khilafiyyah Ijtihadiyyah” berikutnya:
”Imam
Kabir Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz –mantan mufti
kerajaan Saudi dan Ketua Hai’ah Kibarul Ulama- berkata, ”Buku-bukunya
(Al-Qaradhawy-peny) memiliki bobot ilmiyah dan sangat berpengaruh di
dunia Islam.” Imam al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albany –ahli
hadits terkemuka abad duapuluh- berkata, ”Saya diminta (al Qaradhawy)
untuk meneliti riwayat hadits serta menjelaskan kesahihan dan kedha’ifan
hadits yang terdapat dalam bukunya (Halal wal Haram). Hal itu
menunjukkan ia memiliki akhlak yang mulia dan pribadi yang baik. Saya
mengetahui itu semua secara langsung. Setiap dia bertemu saya dalam satu
kesempatan, ia akan selalu menanyakan kepada saya tentang hadits atau
masalah fiqh. Dia melakukan itu agar ia mengetahui pendapat saya
mengenai masalah itu dan ia dapat mengambil manfaat dari pendapat saya
tersebut. Itu semua menunjukkan kerendahan hatinya yang sangat tinggi
dan kesopanan dan adab yang tiada tara. Semoga Allah Swt mendatangkan
manfaat dengan keberadaannya13. Mengapa pengikut kedua Syaikh itu tidak
mengambil manfaat dari kesaksian mereka?”(ibid, hal.182)14. ”Syaikh
Al-Albany telah menjadi saksi ketawadhu-an dirinya” (ibid, hal.174).
Akhirnya:”Sesungguhnya
Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Al-Albany telah menjadi saksi tentang
pribadi Al-Qaradhawy seperti yang telah disebutkan sebelumnya”(ibid,
hal.221). Aih, Ikhwanul Muslimin telah membawa ”tazkiyah” Syaikh Biz
Bazz dan Syaikh Al-Albani terhadap Al-Qaradhawy!! Yassalam.
Farid
Nu’man Al-Ikhwani melanjutkan: ”Namun, justru sering muncul pandangan
subyektif dari sebagian kecil kalangan yang gemanya melebihi suara
aslinya. Lucunya, mereka bukanlah ulama, melainkan thalibul ilmi
(penuntut ilmu). Kenyataannya hanya orang besar yang dapat menghargai
orang besar. Mereka tidak lebih dari sekelompok anak-anak muda –dengan
dukungan beberapa Syaikhnya- yang baru belajar beberapa kitab salaf
(klasik). Sayangnya lidah mereka menjulur melebihi ilmunya…”(ibid,
hal.175)
Di sana, ada fatwa lain dari ”murid-murid Kibar
ulama yang mewakili pandangan subyektif sebagian kecil kalangan” tentang
dedengkot Ikhwany ini. Syaikh Muqbil Rahimahullah bahkan menulis satu
kitab khusus tentangnya yang berjudul: ” “Iskatu Kalbun awi fi Raddi
‘ala Yusuf Al-Qaradhawi”, Mendiamkan Anjing Menggonggong sebagai
Bantahan Kepada Yusuf Qaradhawi!!
Masih komentar tentang
Qaradhawy, ”Sayangnya, Asy-Syaikh Ali Hasan Al-Atsary hafizhullah -kami
mencintainya karena Allah ’Azza wa Jalla- pun ikut-ikutan merendahkan
Syaikh Al-Qaradhawy dengan menyebutnya sebagai salah satu tokoh
rasionalis abad modern yang mendahulukan akal di atas nash….Adapun guru
Syaikh Ali –Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albany rahimahullah- justru
memuji Al-Qaradhawy dalam mukadimah bukunya, Ghayatul Maram fi Takhrijil
Halal wal Haram” (ibid, hal.178-179).
Tapi sudahlah wahai
saudaraku, karena Firanda akan segera ”mendatangi anda” untuk
menyodorkan pernyataan bahwa hal ini adalah permasalahan ”Khilafiyyah
Ijtihadiyyah”!! Dan dia akan ”menakut-nakuti anda” dengan pertanyaannya
(bandingkan:Lerai…, hal.237-238) :”Lantas kenapa antum tidak sekalian
men-tahdzir atau bahkan meng-hajr ”Syaikh Bin Bazz” dan ”Syaikh
Al-Albany” yang memberi rekomendasi kepada Al-Qaradhawy? Bukankah para
Syaikh inilah yang menjadi sebab terbukanya pintu untuk bekerjasama
dengan Al-Qaradhawy (gembong Ikhwani), yaitu dengan adanya rekomendasi
(baca:pujian) mereka kepada Al-Qaradhawy ini? Adapun orang-orang yang
bermu’amalah dengan Al-Qaradhawy –gembong Ikhwani- hanyalah merupakan
akibat (dampak) dari rekomendasi tersebut. Kenapa kalian begitu
gencarnya memerangi akibat dan tidak memerangi sebab sumber
”malapetaka”?” Apakah pertanyaan ”kritis” seperti ini wahai Firanda?
Firanda
juga berkata secara ”provokatif”:”Lantas kenapa antum tidak sekalian
saja mentahdzir atau bahkan menghajr Syaikh Fauzan dan Syaikh Alusy
Syaikh yang memberi rekomendasi kepada yayasan tersebut? Bukankah para
Syaikh inilah yang menjadi sebab terbukanya pintu untuk bekerjasama
dengan yayasan tersebut, yaitu dengan adanya rekomendasi mereka kepada
yayasan ini? Adapun orang-orang yang bermuamalah dengan yayasan tersebut
hanyalah merupakan akibat (dampak) dari rekomendasi tersebut. Kenapa
kalian begitu gencarnya memerangi akibat dan tidak memerangi sebab
sumber ”malapetaka”?..” (Lerai…, hal.237-238).
Saudaraku,
jangan anda termakan ”provokasi” Firanda untuk mentahdzir bahkan
menghajr Syaikh Fauzan dan Syaikh Alusy Syaikh!! Kenapa? Karena ini
adalah kesalahan fatal dan anda memasuki lubang perangkapnya!! Cap
Haddady telah menanti anda!! Dan demikianlah adanya sikap ghuluw
Haddadiyyin yang harus kita enyahkan!! Bagaimana mungkin Salafiyyin
dipaksa untuk memberikan sikap yang sama antara kepada ulama Mujtahidin
dengan para pengekor hawa nafsu dan Hizbiyyah?! Tentulah beda!!
Kedua,
katakan dengan jujur kepada umat wahai Firanda, sejak kapan Abu Nida’,
Ahmas Faiz, Abu Haidar dan dedengkot-dedengkot Ihya’ut Turots Indonesia
memegang fatwa para ulama tersebut? Apakah ketika mereka tersenyum penuh
kemenangan ketika Abdurrahman Abdul Khaliq melecehkan Salafiyyin pada
peristiwa ”Tragedi Daurah Al-Irsyad Tengaran” mereka sudah memegang
fatwa ”Khilafiyyah Ijtihadiyyah”mu? Apakah ketika mereka, Abu Mush’ab
dan teman-temannya bersama-sama guru mereka, Syarif Hazza Al-Mishri
menyerang dan memerangi Salafiyyin Ahlus Sunnah dan para ulamanya mereka
juga telah memegang ”kaidah sakti” Khilafiyyah Ijtihadiyyahmu? Apakah
ketika mereka, Yusuf Utsman Ba’isa dan csnya dari kelompoknya Abu Nida’
dan Ahmas Faiz menerjemahkan dan menyebarkan selebaran keji buatan
Hizby-Khabits Asy-Syaiji murid Abdurrahman Abdul Khaliq juga termasuk
dari Khilafiyyah Ijtihadiyyahmu? Anak-anak ingusan ini kuatir bahwa
ketika semua kejadian penyerangan hebat terhadap dakwah Salafiyyah di
atas ternyata dirimu belumlah ”terlahir” di medan dakwah ini!! Engkau
muncul bak pahlawan yang akan menengahi dan menyelesaikan permasalahan
ini dengan kaidah Khilafiyyah Ijtihadiyyah?!! Semua beres, ini
hanyalah…Khilafiyyah Ijtihadiyyah, Allahu yahdik.
Sejak
kapan engkau dan mereka memegang ”Syahadah Muhimmah” yang diterbitkan
oleh Kantor Pusat Ihya’ut Turots? Baru kemarin ”siang” kan?
Ketiga,
apakah engkau wahai Firanda tidak menyadari bahwa Abdurrahman Abdul
Khaliq beserta seluruh jajaran Ihya’ut Turots Kuwait akan tersenyum
bangga penuh kemenangan jika mengetahui isi buku emasmu ini?!15 Allahul
Musta’an.
Keempat, tidakkah engkau wahai Firanda
menyadari, betapa mirip “misi yang diemban” bukumu (Lerai Pertikaian…)
dengan buku Farid Nu’man (Al-Ikhwanul Muslimun Mendhalimi…)?
Perhatikanlah:”Kami jumpai orang-orang yang mencela Hasan Al-Banna,
Sayyid Quthb, Al-Ghazaly dan Al-Qaradhawy hanyalah thalibul ilmi yang
tidak meneladani syaikh-syaikh mereka yang ‘ihtiram (hormat) terhadap
ulama lain. Antara Syaikh Al-Qaradhawy dan Syaikh bin Bazz maupun Syaikh
Al-Albany, tidak ada masalah apa-apa. Mereka saling mencintai karena
Allah Swt walau mereka tidak sedikit berbeda dalam ijtihad fiqh yang
klasik maupun kotemporer. Lisan dan tulisan mereka bersih dari saling
mencela. Anehnya, kalangan yang menjadikan syaikh-syaikh itu sebagai
ikutan, justru amat bersemangat dan tidak ada bosannya dalam
menelanjangi kehormatan tokoh-tokoh Ikhwan dalam bentuk buku, majalah,
buletin dan taklim dengan alasan tahdzir (memperingatkan) umat dari
kekeliruan. Apakah hanya itu amal soleh mereka ataukah mereka memang
lahir untuk itu? Apakah Allah Swt telah memberikan izin kepada mereka
untuk menyebut pihak lain sesat, salah, firqah, hizbiyyah bukan
hizbullah, dan keluar dari manhaj salaf?”(ibid, hal.226).
Terakhir,
kami akan memberikan suatu contoh kejadian yang dialami oleh Salafiyyin
Inggris pada 10 tahun yang lalu yang sangat persis dengan apa yang
dialami oleh Salafiyyin Indonesia di saat ini. Kaset tanya jawab Syaikh
Muqbil Rahimahullah “Tuhfatul Mujiib ‘an As’ilat-il-Haadir wal-Ghariib
(hal 143-147), sumber asli “Kaset Pertanyaan dari Inggris” yang direkam
pada 13 Ramadhan 1416 H.
Pertanyaan:
Terdapat
suatu perkumpulan di antara kita (di Inggris) bernama Al-Markaz
Al-Islamiyyah Al-Muntada. Mereka mempunyai hubungan dengan Muhammad
Surur dan juga menjual buku-buku karangannya serta berinteraksi
dengannya. Mereka juga mendapat rekomendasi dari Syaikh Abdul Aziz bin
Bazz dan Syaikh Utsaimin yang menyatakan dukungan untuk mengadakan
kerjasama dan berhubungan dengan mereka. Jadi apa nasehat Syaikh
terhadap Al-Muntada dan juga nasehat kepada Salafiyyin yang bekerjasama
dan bekerja dengan mereka dalam dakwah?
Jawaban:
Nasehatku
untuk mereka adalah supaya kembali kepada kondisi mereka ketika dahulu
mendakwahkan Al-Qur’an dan As-Sunnah di dalam majalah mereka “Al-Bayan”
dan “As-Sunnah”. Kita dahulu sangat menyukai kedua majalah tersebut.
Tetapi kemudian realitas menjadi jelas bahwa mereka kenyataannya adalah
Hizb yang menjauhkan kaum Muslimin dari para ulama Salaf. Dan aku
menasehati mereka supaya tidak berselisih dengan para penguasa Muslim.
Mereka ini telah menyebabkan perpecahan di dalam tubuh Ahlus Sunnah di
Yaman, Haramain, Najd, Sudan, Mesir dan banyak negara muslim lainnya.
Mereka
mengajak manusia untuk tidak peduli terhadap ilmu dien ini. Mereka
dulunya adalah sekelompok pelajar yang belajar kepada kita, kemudian
mereka bergabung dengan orang-orang Hizbiyyah. Sejak saat itu mereka
mulai menghina Ikhwan Salafiyyin lainnya dan juga kepada kita…..
Jadi
saya katakan: “Jika Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Bin Utsaimin telah
memberikan tazkiyah (rekomendasi) kepada Al-Muntada sebelum terjadinya
krisis Teluk, maka kedua Syaikh ini tidak bisa disalahkan karena kita
juga ketika itu memuji majalah Al-Bayan dan menghimbau Muslimin untuk
bekerjasama dengan mereka. Tapi jika mereka (kedua Syaikh) memberikan
tazkiyah tersebut sesudah terjadinya krisis Teluk (saya berpikir hal itu
tidak mungkin terjadi)16 maka kedua Syaikh ini telah melakukan
kesalahan17. Sehingga saya akan mengatakan kepada kedua Syaikh ini:
“Orang-orang ini telah memecah belah kaum Muslimin di sisi di Yaman, dan
mereka telah berubah menyerang dan
menunjukkan sikap permusuhan terhadap AhlusSunnah”…
“Jadi
jika kedua Syaikh tersebut memberikan tazkiyah (rekomendasi), maka
mereka harus menarik kembali tazkiyahnya, seperti yang saya lakukan
ketika permusuhan mereka kepada saya menjadi jelas dan terbukti selama
krisis Teluk dan juga di Yaman18…..Jadi saya katakan kepada para
Masyayikh untuk menarik kembali pernyataan tazkiyah, seperti yang Allah
Ta’ala sebutkan dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah
kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat
lagi bergelimang dosa”(QS. An-Nisa’:107)
Dan firman Allah:
”Apakah
kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih.
Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya dan mereka tidak
dianiaya sedikitpun.” (QS. An-Nisa.:49)
Para Hizbiyyun
ini menggunakan tazkiyah tersebut dengan tujuan untuk menipu manusia,
sehingga tidak dibenarkan penggunaan tazkiyah semacam ini,……”
(Lebih lengkap lihat: Tuhfatul Mujeeb ‘an As’ilat-il-Haadir wal-Ghareeb, hal 143-147).
Sesungguhnya kebenaran itu bersama bukti, hujjah dan dalil, bukan banyak atau sedikitnya orang.
Masih
adakah kaum Muslimin yang tertipu oleh “buku Emas” Firanda yang
“nebeng” Syahadah Muhimmah bikinan Kantor Pusat Ihya’ut Turots Kuwait di
Qurtuba untuk menghadang fatwa-fatwa “murid-murid Kibar ulama yang
jumlahnya notabene lebih sedikit”?! Allahul Musta’an.
(Bab XXV, Bundel Badai Fitnah)
1 Cabang Depok!!
2
Apakah anda teringat dengan sebuah artikel berjudul “Dilema Tahdzir,
Antara Sebuah Tuntutan Dakwah dan Tumbal Sensasi Seorang Da’i?”
3
Suatu pujian yang tidak pernah diucapkan dan dituliskan oleh Salaful
Ummah terhadap hasil karya para ulama Ahlus Sunnah yang terbaik
sekalipun! Allahu a’lam.
4 Lihatlah saudaraku bagaimana
dia menyatakan bahwa kemudharatan-kemudharatan ketika bermuamalah dengan
yayasan Hizbiyyah ini dikatakannya tidak terjadi!! Sebaliknya justru
dia menegaskan betapa banyak manfaat yang dapat diambil jika Salafiyyin
bermuamalah dengan yayasan Hizbiyyah ini!! Padahal para Masyayikh
benar-benar menegaskan dengan bukti-bukti nyata betapa yayasan ini telah
menyebarkan malapetaka bagi dakwah Salafiyyah di seluruh dunia!!
Bukankah statemen Firanda itu secara tidak langsung telah menuduh
“Shighar Ulama” tidak tahu fiqhul Waqi”? Yang mana mereka berfatwa
mengikuti hawa nafsunya!! Menceritakan kejadian yang tidak ada
kenyataannya?! Kesemuanya merupakan bukti nyata bahwa Firanda telah
menghancurkan kaidah-kaidah yang dia buat sendiri untuk menghantam
Salafiyyin!! Bagaikan membangun istana pasir kemudian dia sendiri yang
mendatangkan angin ribut!!
5 Syaikh Muqbil Rahimahullah
berkata:” Jum’iyyah Ihya At-Turots ilmunya adalah mengumpulkan harta,
kemudian setelah itu mengumpulkan manusia agar bersama mereka….
Kenyataannya bahwa harta yang sampai ke mereka para pengurus Jum’iyyah
digunakan untuk memerangi Ahlus Sunnah di Sudan, di Yaman, di bumi
Haramain (Makkah dan Madinah, pen), Najed dan di Indonesia dan dalam
banyak Negara Islam.” (ibid)
6 Syaikh Ubaid Hafidhahullah
menyatakan:” Yang aku jadikan sebagai keyakinanku terhadap Allah
dengannya, bahwa tidak boleh bekerja sama dengan yayasan ini, dan juga
dengan yayasan yang lainnya dari yayasan-yayasan yang menyimpang,
walaupun hanya ikut pada cabangnya saja. Juga tidak boleh pula belajar
di sekolah-sekolah khusus mereka, dan tidak pula pada halaqah-halaqah
mereka. Serta tidak boleh kerjasama dengannya dalam kaset-kaset dakwah
mereka, sebab yayasan ini telah jelas pada kami bahwa mereka memerangi
Ahlus Sunnah di Kuwait.” (http://www.darussalaf.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=203)
7
Lihatlah bagaimana mus$$$.or.$$ mengambil foto-foto pasca kejadian
musibah gempa bumi di Jogja, beberapa diantaranya tampak foto-foto
makhluk hidup yang dicoret-coret bagian wajah dan kakinya sehingga
tampak seperti laki-laki yang musbil. Adapun negatif fotonya? Ya tetap
saja. Apakah negatif filmnya untuk pengajuan dana ke Ihya’ At-Turots?!
Wallahu’alam. File bukti Majalah Al-Furqan mereka yang berfotokan gambar
manusia menjadi bukti kekerabatan mereka!
8 Firanda!!
Apakah perselingkuhan manhaj seperti ini hanya terjadi di cabangnya di
Indonesia? Tidak, bahkan hal ini sudah menjadi “trade mark” Ihya’
At-Turots di mana-mana!
Berkata Syaikh Rabi’
Hafidhahullah:” Maka Inilah data-data yang paling kuat yang menunjukkan
bahwa Ihya at-Turots tidaklah jujur dalam mengarahkan dirinya kepada
manhaj Salafi. Pengaruh Abdurrahman Abdul Khaliq telah diketahui [dimana
dia] tidak membawa manhaj Salafi dengan sesungguhnya secara bersih dan
murni. Diantara dalil bahwa ia tidak komitmen dengan manhaj ini, bahwa
ia bersikap loyal kepada kaum takfir di Yaman, Jum’iyyatul Hikmah dan
yang semisalnya. Juga bersikap loyal kepada selain mereka, Ikhwanul
Muslimin. Dimana kesungguhan mereka dalam menghadapi pemikiran Iikhwani
ini ? Mereka tidak punya keinginan (membantah pemikiran ikhwan, pen)
kecuali untuk menarik diri dari manhaj Salafi” (ibid)
9
Adapun Syaikh Muqbil Rahimahullah? Syaikh Rabi’ Hafidhahullah? Syaikh
Khalid, Syaikh Muhammad, Syaikh Ayyid? Syaikh Ahmad Najmi?
Hafidhahumullah?Tentu berbeda timbangan “manfaat dan madharat” beliau
Hafidhahumullah dengan timbangan dinar As-Soronji!! Syaikh Muqbil
berkata:” Dan saya perhatikan bahwa dosanya yang paling besar adalah
memecah-belah Ahlus-Sunnah, memecah dai-dai ilallah. Na’am, dia sesatkan
para da’i dengan dinarnya, bukan dengan pemikiran-pemikirannya. Maka
dia [Abdurrahman Abdul kholiq] mendirikan pusat-pusat [dakwah]. Yaa
miskiin Ihyaut Turots! Dia mendirikan pusat-pusat dakwah dari Kuwait ke
Indonesia, dari Kuwait ke Mesir, dari Kuwait ke Emirat Arab, dari Kuwait
ke yang lainnya (Indonesia, yakni Abu Nida’ cs, lihat http://www.salafy.or.id/download/atturots/).
Membangun
pusat-pusat dakwah dan Jam’iyah Ihyaut Turots yang akan membiayainya.
Saya katakan: Ini adalah suatu kesalahan jika memberi dana [sebagai
donatur] kepada Jam’iyah Ihyaut Turots. Ini adalah kesesatan yang besar
karena mereka memecah-belah ahlussunnah. Mereka memecah-belah
ahlussunnah di Jeddah, memecah-belah ahlussunnah di Sudan, dan mereka
memanggil para pengikutnya dengan [nama] jamaah sesuai hawa nafsunya.
Na’am,
Dan Di Situ Ada Golongan Sampah Juga, Yang Kepadanya Dia Mengemis
Dinarnya, bukan pemikirannya. Dan kita beri kabar baik untuk para pemuda
Salafy dari Kuwait, bahwa Jam’iyah Ihyaut Turots telah menghabiskan
dana yang sangat besar untuk mereka yang telah berubah di sini, di Yaman
[agar menjadi pengikut mereka]. Akan tetapi seruan mereka mati dan tak
berpengaruh. Na’am, dan telah dikatakan oleh beberapa orang di Kuwait
[dari kalangan mereka] bahwa kita tidak memiliki dakwah selama Muqbil
masih di Yaman. Na’am, ini ni’mat dari Rabb-ku, karena kamu telah
memisahkan dirimu sendiri wahai orang yang berkata ‘bahwa kita tidak
memiliki dakwah di Yaman selama Muqbil masih di Yaman’ (www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=548)
Dan
sekarang lihatlah wahai saudaraku, bagaimana Firanda begitu heroiknya
dalam membela Ihya’ At-Turots dan berusaha mematahkan statemen Syaikh
Muqbil dan “murid-murid ulama kibar” tentang “dakwah pecah belah umat”
yang dilakukan oleh yayasan tersebut dengan kaidah ‘”dinar” emasnya.
Firanda
berkata: “Jawabnya: Perpecahan tersebut tidaklah terjadi kalau saja
kita bersikap benar dalam menghadapi perbedaan pendapat yang ada di
kalangan ulama Ahlus Sunnah. Salaf memiliki manhaj dalam menyikapi
orang-orang yang berselisih dengan mereka dalam permasalahan khilafiyyah
ijtihadiyyah…”
Bahkan Firanda melakukan “serangan balik”:
”Selanjutnya kita balik pernyataan kalian. Keadaan kalian yang
melakukan tahdzir dan hajr tanpa pengikuti aturan yang benar itulah yang
menimbulkan perpecahan di kalangan Salafiyyun. Karena antum menyelisihi
manhaj salaf dalam menyikapi masalah khilafiyyah ijtihadiyyah. Apakah
maslahat yang antum dapatkan dari tahdzir yang antum lakukan selain
fitnah di kalangan Ahlus Sunnah?” (Lerai…, hal. 246-247). Tampaknya,
Syaikh Muqbil Rahimahullah dan murid-murid ulama kibar –di sisi Firanda-
masihlah “harus belajar lagi di alam nyata” untuk benar-benar meyakini
bahwa dakwah Ihya’ At-Turots adalah dakwah yang memecahbelah umat,
kenyataannya? Justru sikap beliau “yang melakukan tahdzir dan hajr tanpa
pengikuti aturan yang benar itulah yang menimbulkan perpecahan di
kalangan Salafiyyun. Karena antum menyelisihi manhaj salaf dalam
menyikapi masalah khilafiyyah ijtihadiyyah. Apakah maslahat yang antum
dapatkan dari tahdzir yang antum –wahai Syaikh Muqbil Rahimahullah-
lakukan selain fitnah di kalangan Ahlus Sunnah?” Allahul Musta’an.
10
Sepengetahuan penyusun, tidak ada kitab terbaik sekalipun hasil karya
para Ulama Ahlul Hadits Ahlus Sunnah yang dipuji oleh para ulama lainnya
sebagai “Buku Emas”!! Dan lihatlah, “Buku Emas” itu sekarang tlah
berubah menjadi “besi tua” yang hanya dilihat sebelah mata oleh umat.
Ternyata Emas sepuhan…
11 Lebih lengkapnya, lihat
pembelaan beliau terhadap Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb dan Abdurrahman
Abdul Khaliq serta bantahan terhadap pembelaan ini di kitab:”Malhudhot
wa Tanbihat ‘ala Fatawa Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman
Al-Jibrin wafaqahullahu Ta’ala fi Difa’ihi ‘an:Hasan Al-Banna wa Sayyid
Quthb wa Abdurrahman Abdul Khaliq wanaqduhu lima Katabahu haulahum
Fadhilatusy Syaikh Rabi’ bin Hadiy Al-Madkhaliy” yang ditulis oleh
SyaikhTsaqil bin Shalfiq Al-Qasimiy Adh-Dhufairiy. Sayangnya, hal-hal
seperti ini dan beberapa contoh yang akan kita kemukakan menurut kaidah
Firanda hanyalah khilafiyyah Ijtihadiyyah. Jangan kaget kalau dia akan
mencecar anda dengan pernyataan maupun pertanyaan yang menohok!
“Mungkinkah para ulama (kibar) mengeluarkan pernyataan tanpa ilmu dan
tanpa mengetahui realita?! Bukankah ini termasuk mengikuti hawa
nafsu?”(Lerai…, hal.225-226). “Ini mirip dengan cara hizbiyyin dalam
menolak fatwa-fatwa para ulama Kibar dengan tuduhan mereka tidak
mengetahui fiqhul waqi’, sehingga fatwa mereka mentah, tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada” (ibid, hal.225). ”Pernyataan ini secara tidak
langsung menuduh bahwa para ulama kibar tidak mengetahui fiqhul waqi’
dan tidak tahu medan dakwah..” (ibid, hal.224). Dan tentu saja Firanda
akan menjustifikasi pendapatnya dengan pernyataan:”Jika para ulama kibar
yang memberikan rekomendasi saja bisa keliru dan salah, (apalagi) para
ulama yang notabene mereka adalah murid-murid para ulama kibar tersebut
tentunya kemungkinan untuk salah dan keliru lebih besar lagi”(ibid,
hal.234-235).
Tidakkah anda perhatikan wahai saudaraku
bahwa buku Firanda ini dalam “dialog-dialog imajinernya” benar-benar
mengekspolitasi berbagai “kemungkinan” dan (sama sekali!) tidak
menyentuh substansi permasalahan kenapa” murid-murid ulama kibar”
tersebut mentahdzir Ihya’ At-Turots dan apa bukti-bukti nyata (tidak
hanya berputar-putar tentang kemungkinan-kemungkinan saja!) yang
mendukung sikap dan tahdzir para ulama yang jumlahnya sedikit tersebut!
Bagaimana mungkin Firanda hendak Melerai Pertikaian ini sementara
dirinya “berangkat dari Kantor Pusat Ihya’ At-Turots di
Qurtuba-Kuwait”?!! Allahul Musta’an.
12 “Pembelaan Syaikh
Bin Jibrin dan Syaikh Bakr Abu Zaid Hafidhahumallah ini juga dinukil
oleh Abduh Z.A. (yang salah satu bukunya direkomendasi oleh Caldok
Muhammad Arifin) dalam buku pembelaan terhadap kelompok-kelompok
sempalan “Siapa Teroris?…, hal.317-319, 321-322) Alangkah miskinnya
Farid Nu’man Al-Ikhwani dan Abduh Zulfidar Akaha Al-Ikhwani yang masih
saja menggunakan pembelaan usang sementara pemiliknya sendiri (Syaikh
Bakr Abu Zaid) telah rujuk dari pendapatnya ini! Ternyata beliau baru
tahu bahwa Ikhwanul Musliminlah yang telah menyebarkan “lembaran” tadi
di Yaman dan negeri lainnya dengan disertai foto Sayyid Quthb dan diberi
judul “Nashihah Adz-Dzahab/Nasehat Emas”. Cukuplah bagi beliau dengan
mengetahui kesalahannya dari orang-orang yang menyebarkan kertas itu.
Ternyata mereka adalah musuh Syaikh Bakr sendiri, musuh manhaj yang
Haq”. Kita menunggu, bagaimana sikap Firanda terhadap Khilafiyyah
Ijtihadiyyah ini?! Allahul Musta’an.
Demikianlah, di sisi
Ikhwani ada “Nasehat Emas” dan di sisi Sururi ada “Buku Emas”, keduanya
sama-sama bertamengkan “tazkiyah” Kibar ulama. Allahumma.
13 Muhammad Nashiruddin Al-Albany, Ghayatul Maram fi Takhrijil Hadits Halal wal Haram, hal.14
14
Itu adalah komentar Farid Nu’man setelah membawakan “tazkiyah” Syaikh
Bin Bazz dan Syaikh Al-Albany Rahimahumallah terhadap Qaradhawy, gembong
besar Ikhwanul Muslimin. Adapun Firanda? Apakah dia juga akan “tega”
mencecar Salafiyyin dengan ucapan:” “Mungkinkah para ulama (kibar)
mengeluarkan pernyataan tanpa ilmu dan tanpa mengetahui realita?!
Bukankah ini termasuk mengikuti hawa nafsu?”(Lerai…, hal.225-226). “Ini
mirip dengan cara hizbiyyin dalam menolak fatwa-fatwa para ulama Kibar
dengan tuduhan mereka tidak mengetahui fiqhul waqi’, sehingga fatwa
mereka mentah, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada” (ibid,
hal.225).”Pernyataan ini secara tidak langsung menuduh bahwa para ulama
kibar tidak mengetahui fiqhul waqi’ dan tidak tahu medan dakwah..”(ibid,
hal.224). Dan tentu saja Firanda akan menjustifikasi pendapatnya dengan
pernyataan:”Jika para ulama kibar yang memberikan rekomendasi saja bisa
keliru dan salah, (apalagi) para ulama yang notabene mereka adalah
murid-murid para ulama kibar tersebut tentunya kemungkinan untuk salah
dan keliru lebih besar lagi”(ibid, hal.234-235). Lalu dimana Al-Haq itu
berada wahai Firanda kalau setiap perbedaan pendapat ternyata “engkau
bungkam” dengan kaidah “Khilafiyyah Ijtihadiyyah”mu?! Allahul Musta’an.
15
Lihatlah wahai saudaraku ungkapan kemenangan dan “terima kasih” kaki
tangan Ihya’ At-Turots Indonesia kepada Abdullah Taslim dkk di situs
mus$$$.or.$$
Andi Muhammad Arief
April 12th, 2006 10:31
38
Ba’da
Tahmid, Tsana’ wa Sholah, saya adalah muwadhof di Jam’iyah Ihya Turots
Islamy (JITI) Maktab Indonesia dan silahkan anda-anda semua membaca
AD/ART nya sehingga akan tahu bagaimana itu JITI. Jazakumullah ya Ustadz
Abdullah Taslim atas perjuangan menegakkan islam diatas manhaj yang
benar. Saya berani bersumpah atas nama Allah bahwa Manhaj SALAF /
Ahlussunnah adalah manhaj yang benar dan selamat.(Mus$$$.or.$$, Komentar
no.38 atas artikel:Menjawab Tudingan Pada Dakwah Salafiyah)
16 Perhatikanlah wahai saudaraku, betapa besarnya prasangka baik Syaikh Muqbil Rahimahullah kepada Syaikh berdua yang mulia ini.
17
Ini adalah contoh yang sangat bagus untuk menyingkap talbis Firanda.
Kita sengaja membawakan jawaban dari Syaikh Muqbil Rahimahullah agar
kita tidak dikatakannya menolak fatwa-fatwa Kibar ulama sebagaimana yang
dilakukan oleh Sururiyyun yang menuduh Masyayikh tidak mengetahui
fiqhul waqi’. Maka, apakah Firanda masih mampu untuk berkata kepada
Syaikh Muqbil Rahimahullah:” “Mungkinkah para ulama (kibar) mengeluarkan
pernyataan tanpa ilmu dan tanpa mengetahui realita?! Bukankah ini
termasuk mengikuti hawa nafsu?”(Lerai…, hal.225-226). “Ini mirip dengan
cara hizbiyyin dalam menolak fatwa-fatwa para ulama Kibar dengan tuduhan
mereka tidak mengetahui fiqhul waqi’, sehingga fatwa mereka mentah,
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada” (ibid, hal.225). ”Pernyataan ini
secara tidak langsung menuduh bahwa para ulama kibar tidak mengetahui
fiqhul waqi’ dan tidak tahu medan dakwah..” (ibid, hal.224). Dan tentu
saja Firanda akan menjustifikasi pendapatnya dengan pernyataan:”Jika
para ulama kibar yang memberikan rekomendasi saja bisa keliru dan salah,
(apalagi) para ulama yang notabene mereka adalah murid-murid para ulama
kibar tersebut tentunya kemungkinan untuk salah dan keliru lebih besar
lagi”(ibid, hal.234-235). Duhai alangkah mahalnya sebuah kebenaran.
18 Syaikh Muqbil Rahimahullah berkata:
Amma ba’du,
Sururisme
(Sururiyyah) adalah suatu penisbatan yang ditujukan kepada Muhammad
Surur Zainal ‘Abidin. Pada awalnya dia berdiam di Kuwait, dimana dia
mengeluarkan (mengarang) beberapa kitab yang baik yang didalamnya
menjelaskan tentang aqidah Syi’ah serta buku-buku bagus lainnya.
Kemudian dia pindah ke Jerman lalu ke Inggris (United Kingdom,red),
dimana akhirnya dia menetap disana.
Lalu disana dia memproduksi
majalah berjudul “Al Bayan”, kami dulu benar-benar gembira akan hal itu.
Kemudian dia pun memproduksi majalah lainnya, yaitu “As Sunnah”, dan
kami pun bersikap sama. Dan pada waktu itu kami katakan, “Inilah jawaban
yang selama ini kita tunggu-tunggu”. Beberapa saudara kita pun memuji
majalah Al Bayan dan kami pun waktu itu memujinya dengan mengatakan :
“Tidak didapati (majalah) yang dapat menyamainya”. Namun seperti itulah
keadaan dari Hizbiyyah, pada awalnya mereka seakan-akan berdakwah kepada
Al Qur’an dan As Sunnah sehingga hati umat melekat pada mereka, dan
kekuatan mereka pun bertambah meningkat. Ketika mereka (umat) mengetahui
ada bahwa ada kritikan atasnya, maka kritikan tersebut tidak
berpengaruh apa-apa padanya, sehingga mereka menampakkan apa yang mereka
sebenarnya ada diatasnya.
Majalah “As Sunnah”, atau lebih tepat
disebut “Al Bid’ah”, menyerukan umat untuk menjauhi para ulama dan
menuduh para ulama sebagai tidak proaktif, dibayar oleh pemerintah dan
tidak mempunyai pemahaman terhadap hal-hal terkini (Fiqhul Waqi’).
Namun,
Alhamdulillah, topeng dari sururi-sururi (pengikut paham
Sururiyyah,red) itu pun terbongkar pada masa perang Teluk. Ini adalah
anugerah dari Allah ‘Azza wa Jalla. Saya ingat waktu itu membaca
beberapa perkataan (di dalam majalah mereka) yang didalamnya terdapat
celaan terhadap Syaikh Al Albani – rahimahullah – , dikarenakan beliau
membuat sebuah ceramah yang direkam yang berjudul “Pertemuan dengan
Sururi”. Kemudian di halaman yang lainnya mereka memberikan pujian
kepada Syaikh Bin Baz. Maka aku pun sadar terhadap arti dari pujian ini,
yaitu agar mereka tidak dikatakan “Mereka menyerang para ulama”.
Beberapa
hari setelah dikeluarkannya fatwa Syaikh Bin Baz tentang
diperbolehkannya membuat perjanjian damai dengan Yahudi, mereka pun
melancarkan serangan terhadap beliau. Maka inilah fakta dalam rencana
mereka yang sebelumnya dipendam dengan baik, dalam rangka menjauhkan
umat dari para ulama!
(Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=837)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.