KESAKSIAN AL USTADZ ABU MAS’UD Rabu, 12 Juli 2006 di Ma’had Umar Ibnul Khattab Paciran-Lamongan Jawa Timur
Berkata al Ustadz Abu Mas’ud: “Khutbatul Hajat Thoyyib insya Allah, dalam kedatangan kawan-kawan dari Ma’had Al-Bayyinah (Sedayu, Gresik-ed) ke Ma’had kita, yaitu (Ma’had) Umar bin Al-Khattab dalam rangka mencari kejelasan atas perkara yang selama ini terjadi di pertengahan dakwah Salafiyyah di Indonesia. Adapun yang akan kita bicarakan sebagaimana permohonan sebagian kawan di sini, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan masalah perpecahan yang ada dalam medan dakwah Salafiyyah di Indonesia. Dan di sini saya Abu Mas’ud karena juga termasuk mengetahui sedikit perkara seputar masalah ini, maka sebagian kawan memohon agar saya menjelaskan kepada orang-orang yang mungkin membutuhkan untuk masalah ini dan semoga apa yang akan kita jelaskan bermanfaat bagi kita semua yang hadir di sini, bagi kawan-kawan yang sampai kepadanya tentang masalah ini melalui beberapa perantara, mungkin melalui kaset, mungkin melalui tulisan dan melalui internet atau yang semisal dengannya.
Yang akan kita bicarakan, yaitu mungkin beranjak dari apa yang dikenal dengan dakwah Salafiyyah di Indonesia. Dulu, ketika saya masih di Pakistan pada tahun 1990-1994 permasalahan yang semisal ini sudah pernah terjadi dibicarakan di sana. Kemudian, setelah saya pindah ke Saudi Arabia tepatnya di kota Mekkah, permasalahan ini juga termasuk permasalahan yang sudah sering dibicarakan, baik masalah Ihya’ut Turots Kuwait, baik masalah-masalah Jum’iyah yang lain atau masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah manhaj, ini sudah pernah dibicarakan panjang lebar. Kemudian, sepulang saya dari Saudi Arabia sekitar pada tahun 1995, di pertengahan tahun waktu itu saya belum pernah mendengar masalah ini di Indonesia karena saya masih awal. Setelah itu, pada tahun 96 saya sebagai pengajar di Al-Furqon Gresik di Ma’hadnya Aunur Rofiq Ghufron. Nah..dari situ saya terus mendengar beberapa permasalahan seputar dakwah Salafiyyah di negeri kita ini sebagaimana yang dulu saya dengar di Saudi Arabia atau di Pakistan sebelumnya.
Kemudian, permasalahan yang berkaitan dengan masalah perpecahan dakwah Salafiyyah dan ini adalah berawal dari sebagian kawan para da’i di Indonesia ini bermuamalah dengan beberapa yayasan yang dikenal dengan yayasan penyandang dana, seperti As-Sofwah, seperti Ihya’ut Turots Kuwait dan yang lain banyak sekali seperti Al-Haramain atau beberapa yayasan yang mungkin kita tidak perlu menyebutkannya, yang jelas banyak sekali. Dari sini timbul sebagian koreksi-mengkoreksi atas sebagian para da’i waktu itu, kita dengar perselisihan antara Jafar Umar Tholib dengan Abu Nida’ cs, Aunur Rofiq dan yang lain yang berkumpul dengan mereka. Ketika saya mendengar tentang masalah ini, waktu itu adalah berkenaan dengan masalah Yayasan As-Sofwah. Waktu itu pembicaraan tentang As-Sofwah sudah panjang lebar dibicarakan dengan Ja’far Umar Tholib dan kawan-kawan.
Ketika itu saya mendengar masalah ini, ketika itu saya bertanya kepada kawan-kawan yang saya percaya bahwasanya menurut pengakuan sebagian kawan-kawan As-Sofwah adalah sebuah Yayasan yang disebut kawan-kawan menyandang dana dalam arti hanya sekedar membantu. Adapun misi yang lain di sela-sela membantu itu ataupun di waktu dia membantu ini waktu itu tidak diketahui tentang keburukannya, karena sebagian kawan yang saya tanya jawabannya adalah: “Ya selama ini –katanya- tidak ada masalah.” Dan kita ketahui Muhammad Khalaf secara khusus arahnya tidak macam-macam dalam arti tidak membikin repot dalam masalah dakwah sementara kritikan gencar dari Ja’far Umar Tholib dan kawan-kawan yang sepaham waktu itu. Ketika itu ya kita tidak… kalau saya pribadi saya tidak mempercayai tentang kritikan dari Ja’far Umar Tholib, kenapa? Karena kita mendapatkan beberapa koreksi tentang Ja’far Umar Tholib dari sisi tidak jujurnya ketika bercerita atau dalam sisi tidak cocok antara apa yang ia ceritakan dengan kenyataan yang berkaitan dengannya. Maka prinsip saya secara pribadi saya tetap juga membolehkan mengambil dana dari Yayasan As-Sofwah tapi di saat itu saya terus melihat, mencari sejauh mana Yayasan As-Sofwah ini dalam masalah penyelisihannya terhadap syari’at Islam, terhadap manhaj akhirnya sayapun pernah ketemu sekali dengan Muhammad Khollaf di al-Furqon, ketika saya tanya-tanya tentang masalah tertentu berkaitan dengan masalah manhaj di situ saya memiliki sedikit koreksi terhadap dia.
Kemudian permasalahannya ini semakin terus memanjang, dan ini kejadiannya sekitar tahun 99, kemudian pada tahun 2000 ternyata yayasan As-Sofwah waktu itu mengirim sebuah undangan tapi melalui pihak al-Furqon dalam arti undangan yang datangnya dari As-Sofwah melalui via telepon kemudian dikirim sebagian kawan di al-Furqon yaitu oleh Rahmat Hadi kemudian dibahasakan dalam bentuk tulisan. Nah, isinya adalah mengajak adanya pertemuan untuk muqobalah antara ustadz-ustadz al-Furqon dan karyawan, mungkin seperti itu, semisal dengan itu, pertemuan ini maunya diadakan di al-Irsyad Surabaya, isinya adalah untuk membicarakan masalah maudhu’ dakwah dan mutu para da’i, menurut pengakuan As-Sofwah ini katanya permintaan para muhsinin Saudi Arabia tapi dalam isi undangan ini ada sedikit keganjalan atau permasalahan yang kita bicarakan yang kita anggap itu perkara yang menyelisihi manhaj , di situ dijelaskan bahwasanya tidak boleh tidak hadir dalam menghadiri undangan ini dan tidak boleh udzur dan barangsiapa yang tidak hadir maka dianggap keluar dari guru atau karyawan al-Furqon. Nah isi undangan yang semacam ini saya nilai menyelisihi manhaj dalam arti As-Sofwah adalah sekedar Yayasan yang membantu al-Furqon dalam rangka untuk berdakwah, karena ada sisi mendikte al-Furqon untuk menganggap keluar atau masuknya seorang guru tergantung dia karena barang siapa yang tidak hadir dianggapnya keluar dari guru atau karyawan al-Furqon sementara undangan tadi itu bikinannya As-Sofwah yang diminta oleh As-Sofwah agar ditandatangani oleh Aunur Rofiq. Aiwa, ditandatangani. dan menyebarkannya diantara guru-guru di al-Furqon diantaranya saya dan ustadz Nurul Yaqin dan yang lainnya, karena saya melihat ini adalaah menyelisihi manhaj saya langsung. saya banting-banting itu isi undangan dan besoknya saya datangi Aunur Rofiq ke rumahnya, saya tanya sejauh mana hubungan antum dengan As-Sofwah jawabnya sejauh apa yang kita ketahui adalah sekedar mereka membantu dan kami menggunakan dana untuk kepentingan dakwah. “Cuma itu?” Jawaban beliau : “Ya”. “Kemudian apakah tidak ada nanti terakhirnya itu Ma’had ini dikuasai oleh mereka?”, “Tidak ada”, (jawab Aunur Rofiq). Tapi kenyataan yang ada dalam undangan ini adalah ada sisi kekuasaan atas mereka atau ada sisi penguasaan dari mereka atas al-Furqon maka itu saya bilang sama Aunur Rofiq: yang jelas saya nilai ini adalah undangan yang bermakna hizbiyah saya tidak hadir dalam acara yang akan diadakan di Surabaya, di al-Irsyad, saya pribadi saya nggak hadir.
Kemudian setelah itu sebagian guru muda di sana bertanya kepada Aunur Rofiq karena mendengar saya tidak hadir. Maka menurut sebagaimana yang disyaratkan dalam isi undangan, barangsiapa yang tidak hadir dianggap keluar dari guru atau karyawan al-Furqon, akhirnya sebagian guru muda menjumpai Aunur Rofiq (dan bertanya): “Apakah Abu Mas’ud tahun ajaran baru depan ini masih disuruh mengajar disini?” Kata Aunur Rofiq: “Masih, kalau mau”. Akhirnya sebagian guru yang mendengar itu datang ke tempat kami disini, menemui saya dan menemui ustadz Nurul Yaqin untuk menawarkan dan menanyakan: “Apakah masih mau mengajar di sana?” Saya bilang: “Saya masih mau mengajar asal hubungannya al-Furqon dengan As-Sofwah tidak semisal itu, tidak seperti itu. Akhirnya mereka sidang, para guru-guru muda ini sidang membicarakan masalah ini menimbang antara mashlahat dan madhorot, kalau kita menuruti undangannya As-Sofwah kita akan kehilangan Abu Mas’ud, kalau kita nanti memakai Abu Mas’ud kita akan kehilangan dana. Kemudian mana yang lebih ashlah, mana yang lebih menguntungkan dalam masalah dakwah, akhirnya mereka memutuskan menghadiri undangan itu tapi dalam rangka mempermasalahkan isi undangan, sementara mereka Abubakar al-Fui yang didampingi oleh Farid Okbah itu ndak tahu rencananya guru-guru itu ke al-Irsyad. Mereka mendatangi undangan dikiranya sekedar langsung mulus gitu aja, ternyata sampai sana dipermasalahkan isi undangan yang ditulis oleh pihak al-Furqon atas suruhan As-Sofwah tadi itu. Setelah dipermasalahkan panjang lebar sampai lama akhirnya terakhir tidak ada pertemuan, kenapa? Karena mereka memohon agar Abu Mas’ud jangan dikeluarkan dengan tidak hadirnya ini, (sementara) mereka (As-Sofwah) meminta agar dikeluarkan karena tidak menuruti isi undangan. Akhirnya mereka memutuskan semuanya tidak menerima muqobalah, tidak menerima pertemuan dan titik terakhirnya akhirnya As-Sofwah pun memutus hubungan dengan al-Furqon karena tidak mau menuruti mereka, dalam arti adanya muqobalah yang disyaratkan siapa yang tidak hadir dianggap keluar dari guru atau karyawan al-Furqon.
Waktu itu Aunur Rofiq tidak ada di Jawa, Aunur Rofiq dikirim oleh As-Sofwah ke Medan dalam rangka berdakwah, kemudian..ini pada tahun 2000. Kemudian pada tahun 2001 akhirnya saya pun tetap mengajar dari 2000-2001 karena As-Sofwah sudah memutus dana dan saya masih mau mengajar karena sudah tidak ada hubungan dengan As-Sofwah yang di atas pernyataannya yang batil tadi itu, karena mereka juga berani menolak isi undangan yang tadi itu, ndak menerima adanya muqobalah akhirnya As-Sofwah pun memutus dana dan kita pun masih tetap mengajar selama setahun pada tahun 2001.
Lha…pada tahun 2001 saya ketemu Sholeh Su’aidi di rumahnya di Salatiga. Waktu itu kita bicara-bicara tentang masalah umum lha tiba-tiba Sholeh Su’aidi ini nyeletuk bicara masalah tidak senangnya hubungannya Jamilurrohman dengan As-Sofwah. karena dia juga termasuk baru pulang dari Yaman dan memberikan pernyataan seperti itu maka sayapun akhirnya sambut..saya sambut, saya tambah, saya jelaskan pada dia tentang tindakannya As-Sofwah selama ini di al-Furqon. Akhirnya Sholeh Su’aidi bersikeras, agar apa? (agar) Saya ini menjelaskan di depan kawan-kawan di Jogja tentang masalah As-Sofwah, tapi saya nggak mau, saya keberatan, kenapa? Karena saya takut nanti dikatakan rebutan uang, karena pernah sebagian kawan cerita sama kawan-kawan di Bukhori, Ma’had Bukhori di Solo, diantara mereka ada yang menyatakan dulu kamu ndak pernah bicara tentang As-Sofwah, sekarang di putus dana baru bicara. Nah saya mendengar kalimat ini saya ndak mau jadi orang yang kedua dikatakan rebutan duit , saya ndak mau bicara masalah ini. Akhirnya Sholeh pun menekan sampai pagi saya mau pulang pamitan pulang dari Salatiga ke Jatim ditekan terus di jalan. Akhirnya saya bilang saya mau tapi dengan syarat: “Kamu ikut dalam masalah ini, dan yang punya acara kamu dan saya sekedar memberikan penjelasan di belakang kamu” Sholeh pun akhirnya mau, terus kita janjian, membikin waktu, waktu itu kita tetapkan tgl 20 April 2001 akhirnya terjadilah pembicaraan masalah ini di Jogja di Jamilurrohman, dan isi pembicaraan bukan hanya sekedar masalah As-Sofwah tapi menyangkut masalah dakwah secara umum. Di situ kita bicarakan demi mengutuhkan dakwah ini biar ndak berpecah-belah, dakwah Salafiyyah ini biar ndak berpecah-belah, ndak semakin terpuruk. Akhirnya waktu itu kita bicarakan demi dakwah Salafiyyah ini biar ndak berpecah-belah kita perlu bicara masalah-masalah tertentu, diantaranya apa? Kita harus menjaga jangan sampai kita ini mudah dipermainkan oleh orang-orang yang menyandang dana seperti As-Sofwah, demi menjaga dakwah Salafiyyah kita jangan menyekolahkan anak didik kita ke sekolah-sekolah yang tidak jelas pemikirannya seperti LIPIA, kemudian ditambah dengan masalah-masalah lain, waktu itu Sholeh Su’aidi menambah masalah Ihya’ut Turots Kuwait, demi menjaga dakwah Salafiyyah, kita jangan mengambil dana ke Ihya’ut Turots Kuwait.
Lha.. di saat itu kita angkat atau Sholeh Su’aidi yang mengangkat masalah fatwanya para ulama seputar Ihya’ut Turots Kuwait dari Syaikh Muqbil, Syaikh Rabi’ dari Syaikh Abul Hasan Al Ma’ribi (telah menyimpang jauh, untuk lebih jelasnya silakan merujuk pada artikel-artikel tentangnya di sahab.net-red) dan yang lainnya. Kemudian waktu itu saya memilih qoulnya Syaikh Rabi’, saya secara pribadi Abu Mas’ud memilih qoul Syaikh Rabi’ dalam arti tidak membolehkan walaupun tanpa syarat apapun pokoknya jelas ndak boleh. Saya memilih itu, adapun Sholeh Su’aidi waktu itu belum mengutarakan pendapatnya dan yang lain. Waktu itu semuanya diam… Jadi kita bicarakan dalam arti untuk mengutuhkan dakwah Salafiyyah di atas kelurusan ini, kita jangan menyekolahkan anak didik kita ke sekolah-sekolah yang tidak jelas seperti LIPIA, seperti Al-Irsyad Tengaran, adapun tentang masalah LIPIA, tentang masalah As-Sofwah tentang al-Irsyad Tengaran waktu itu kawan-kawan di Jogja memberikan beberapa tambahan tentang penjelasan yang saya jelaskan, dalam arti tidak ada sisi “tidak terima”. Untuk dalam majelis itu nampaknya yaa baik-baik saja, seolah-olah mereka sudah…malah mereka juga memberikan tambahan tentang berapa perkara yang dijadikan bahan koreksi atas al-Irsyad Tengaran dan atas As-Sofwah dan yang semisalnya. Waktu itu juga Sholeh Su’aidi memberikan tangguh (penangguhan) untuk memutuskan hubungan dari Ihya’ut Turots juga bukan perkara yang mudah karena sudah terlalu banyak membutuhkan dana, tapi kita juga perlu usaha sendiri. Maka untuk itu ketika berikan tangguh sekitar 2 tahun dalam rangka berupaya untuk meninggalkan sedikit demi sedikit.
Kita pulang ke Jatim. Akhirnya saya kira ya pernyataan ini sudah selesai, dalam arti apa? Mereka itu nampaknya setuju atas apa yang kita usulkan demi menjaga dakwah Salafiyyah ini dari perpecahan dan yang semisalnya. Ternyata tiba-tiba Abu Nida’ turun ke Gresik, ke Aunur Rofiq menjelaskan tentang apa yang saya bicarakan di sana (Jogja), kemudian kata Abu Nida’ diatasnamakan ini adalah kemauannya Abu Mas’ud atas nama al-Furqon dalam rangka untuk meninggalkan semua penyandang dana dari beberapa Yayasan. Padahal waktu itu saya berbicara di Jogja tidak atas nama al-Furqon tapi atas nama pribadi! Sayapun berangkat atas nama pribadi! Tidak atas nama al-Furqon atau Yayasan al-Furqon, tidak sama sekali! Akhirnya Aunur Rofiq mendengar cerita ini terus mungkin dia semakin..entah bagaimana, bingung atau rancu dalam pemikiran dia, akhirnya tiba-tiba Aunur Rofiq mengeluarkan surat pengeluaran pemberhentian atas saya dan ustadz Nurul Yaqin, tapi dengan bahasa yang nggak jelas……..antara ragu dan yaqin apakah ini pengeluaran atau tidak gitu. Akhirnya ustadz Kholif dalam rangka ziaroh kesana bersama ustadz Nurul Yaqin. Sebelumnya ustadz Kholif itu ziaroh ke Aunur Rofiq dia tanya, “Apakah antum memberhentikan ustadz Abu Mas’ud dan ustadz Nurul Yaqin dari mengajar disini?”, “Ya” (kata Aunur Rofiq’ dia mengakui). Karena diberhentikan, saya sudah selesai yaa sudah nggak ada masalah. Sayapun nggak merasa kurang enak ya biasa saja nggak ada masalah wong diberhentikan ya berhenti. Sayapun sudah lama mengajar di sana sudah 5 tahun. Jadi sayapun sudah agak capek dari awal ngajar sampai tahun 2001 itu pulang-pergi pulang-pergi terus pake sepeda motor. Akhirnya sayapun nggak mempermasalahkan, lha tiba-tiba setelah nikahnya ustadz Kholif dengan adiknya ustadz Nurul Yaqin disini, namanya ustadz Kholif inikan termasuk didikannya Aunur Rofiq sejak kecil, sambil acara keluarga karena punya bibi di sana, sambil juga mampir sama ustadz Nurul Yaqin ke Aunur Rofiq, di situ Aunur Rofiq nyeletuk tanpa ditanya : “Sebetulnya saya dengan antum berdua tidak ada permasalahan apa-apa, tidak ada perbedaan manhaj, tapi antum kami berhentikan karena desakan dari Yazid dan kawan-kawan Surabaya.” Ini pengakuannya Aunur Rofiq terhadap ustadz Nurul Yaqin dan ustadz Kholif tanpa ditanya waktu itu. Kitapun ndak tahu kenapa dikeluarkan? Ndak tahu, ndak urus, Kholif-pun tidak saya suruh tanya waktu dia tanya sendiri sebelumnya, ternyata (Aunur Rofiq-red) ngomong sendiri ternyata pemberhentian atas saya dan ustadz Nurul Yaqin waktu itu atas perintah Yazid dan kawan-kawan Surabaya. Ya kawan-kawan Surabaya waktu itu yang kita yakini, dhon yang rojih adalah Abdurrahman Tamimi cs.
Lha, akhirnya dari sisi ini saya langsung bersikap tegas tentang siapa Yazid sebenarnya. Ternyata otak pemberhentian atas nama saya dan yang lain adalah Yazid dan kawan-kawan Surabaya menurut pengakuannya Aunur Rofiq terhadap ustadz Nurul Yaqin dan ustadz Kholiful Hadi! Kemudian diperkuat oleh ustadz Abdurrohim: “memang itu tekanannya Yazid” kemudian diperkuat oleh ustadz Abdurrohman al-Buton bahwasannya memang tekanan Yazid! Lha kita nggak tau sebabnya ternyata Ibnu Yunus menjelaskan ketika bertemunya Ibnu Yunus dengan Yazid di Bogor pada tahun yang sama, tahun 2001. Lha di situ Yazid mengatakan kepada Ibnu Yunus :”Kamu jangan ikut-ikutan seperti Abu Mas’ud, dia “Ja’far tsani”, Ja’far kedua. Permasalahannya apa? Permasalahannya karena saya ini membicarakan As-Sofwah! Nah saya berbicara tentang As-Sofwah antum sudah dengar sendiri tadi itu sebabnya adalah ketika ia (As-Sofwah) memiliki tindakan berupa dikte terhadap al-Furqon agar menandatangani isi undangan yang dibikin di sana yang isi undangannya adalah: “Barangsiapa yang tidak hadir maka dianggap keluar dari guru atau karyawan al-Furqon.” Dan katanya ndak boleh udzur! Saya bicara tentang As-Sofwah dalam masalah itu, dan saya bicara tentang masalah LIPIA. Saya ketahui LIPIA adalah Ma’had yang miring dalam masalah manhaj, ini beberapa persaksian dari santri-santri LIPIA sendiri yang langsung bilang sama saya. Dan saya berbicara tentang masalah Ihya’ut Turots karena saya mengikuti qoul (perkataan) sebagian para ulama’ seperti Syaikh Rabi’ dan yang semisalnya. Adapun saya berbicara masalah al-Irsyad Tengaran, saya mengetahui dari beberapa persaksian yang datang dari sebagian kawan sendiri dari kawan-kawan dari Jamilurrahman dan dari murid-murid saya sendiri juga mengetahui. Maka disini permasalahan yang inti ternyata apa ? Yazid bersama kawannya itu adalah tidak rela kalau ada seorang yang membicarakan As-Sofwah! Bahkan ukuran al wala wal baro’ yang dibangun oleh Yazid Jawas adalah sesuai dengan akal pikirannya! Jadi, bicara seperti bicara tentang masalah As-Sofwah, memperingatkan sebagian kawan, menasehati, ini adalah dianggapnya memecah belah dakwah, kemudian diikut-ikutkan dengan pemikirannya Ja’far Umar Tholib . Terus terang, saya bicara ketika itu, saya menolak persaksiannya sebagian kawan seperti Ja’far Umar Tholib tentang masalah As-Sofwah kenapa? Kenapa saya tidak menerima? Karena Ja’far terkoreksi dari sisi kejujurannya, saya menolak khabar dari Ja’far bukan karena masalah lain tetapi karena telah masyhur bahwasanya Ja’far adalah seorang yang kadzab, yang tidak pernah jujur dalam beberapa masalah, khususnya dalam masalah seperti ini, maka itu saya menolak. Adapun ketika saya tahu tentang masalah As-Sofwah itu siapa, maka sayapun mensikapi, sayapun menjelaskan kepada sebagian kawan, kemudian dari sisi inilah timbul perpecahan Abu Mas’ud dengan kawan-kawannya yang dahulu, ini yang kita ketahui tentang masalah As-Sofwah.
Kemudian bersambung dalam masalah ini adalah masalah-masalah yang lain seperti mereka mengumbar bahwasanya saya adalah Ja’far kedua di Indonesia. Ini juga pernah didengar oleh Ibnu Yunus dari Cholid Bawazier : “Engkau jangan seperti Abu Mas’ud, Ja’far kedua”, ini diantaranya. Kemudian akhirnya terus timbul koreksi-mengkoreksi akhirnya sayapun termasuk tidak terima dalam masalah ini. Akhirnya sayapun memberikan suatu koreksi tegas terhadap siapa Yazid Jawas, maka sering saya lontarkan didepan kajian-kajian kita dan di depan kawan-kawan yang bertanya tentang masalah ini. Maka saya nilai bahwasanya orang-orang seperti Aunur Rofiq adalah orang-orang yang menuruti kemauan Yazid dan orang-orang yang punya kepentingan di dalam masalah ini seperti kawan-kawan mereka di Surabaya. Maka saya sendiri mempunyai koreksi jelas terhadap Aunur Rofiq bahwasanya dia termasuk orang yang mengekor Yazid dan juga turut bersekongkol dalam masalah ini. Bahkan sampai hari ini kita nggak mendapatkan koreksi dari mereka baik berupa kaset ataupun tulisan tentang As-Sofwa ataupun Ihya’ut Turots ataupun yang semisalnya.
Kemudian, masalah-masalah seputar Ihya’ut Turots, yang berkaitan dengannya adalah orang seperti Yazid. Permasalahannya hampir mirip, yaitu kejadian yang ada di Lampung bahwasanya di sana ada Ahmad Izza Abu Hammam. Beliau ini dulunya adalah seorang murid dan juga guru di al-Furqon, santri al-Furqon kemudian jadi guru di sana kemudian akhirnya pulang ke Lampung, ke kampung halamannya. Di sana, beliau ini berdakwah dalam sebuah Ma’had yang namanya Khidmatus Sunnah, Ma’had Khidmatus Sunnah ini adalah Ma’had yang dikelola oleh Ahmad Izza sebagai Mudirnya dan kawan-kawannya. Ada 4 orang sebagai gurunya dan ada santrinya. Ternyata Ma’had ini dalam masalah dananya dikelola oleh Cholid Bawazier atas rekomendasi Yazid dan juga Aunur Rofiq. Dengan pengelolaan dari Cholid Bawazier atas rekomendasi Aunur Rofiq dan Yazid juga dari dana operasionalnya, biaya operasionalnya ini dikirim dari sana. Pada suatu saat Ahmad Izza ini memang mensikapi Ihya’ut Turots Kuwait, dalam arti menghalangi sebagian kawan-kawannya agar jangan berhubungan dalam masalah dana ke Ihya’ut Turots Kuwait. Akhirnya terjadi perpecahan antara Ahmad Izza dan seorang guru yang ada di daerah dia di desa sekampung sana. Sebagian orang-orang yang ada di Ma’hadnya Ahmad Izza sendiri, dalam arti kalimat tidak satu dalam arti ada perselisihan dalam masalah ini. Ahmad Izza memberikan suatu ketegasan bahwasanya dia tidak membolehkan mengambil dana ke Ihya’ut Turots Kuwait karena melihat mudhorotnya lebih besar ketimbang manfaatnya bahkan termasuk perkara yang menjadikan terpecah belahnya dakwah Salafiyyah di Indonesia ini diantaranya. Masalah ini ternyata menjadikan tidak enaknya Yazid dan kawan-kawan. Bahkan sampai pernah turun ke sana Yazid, juga Aunur Rofiq dan juga yang lain sekitar 4 atau 5 guru-guru besar pergi di sana untuk sifatnya apa? Memberikan penjelasan terhadap Ahmad Izza, tapi Ahmad Izza tidak menerima, kenapa? Karena tidak jelas baginya, perkara yang jelas antara membolehkan dan tidak membolehkan, menurut mereka (Yazid dan kawan-kawan) kan jelas membolehkan sedangkan Ahmad Izza tidak membolehkan. Akhirnya Ahmad Izza tetap berdiri pada posisi tidak membolehkan. Akhirnya lambat laun, tahun 2002- sampai kemarin tahun 2004 akhir Ahmad Izza-pun dikeluarkan dari kemudiran di Ma’had Khidmatus Sunnah. Permasalahannya? Yaa mirip, karena Ahmad Izza mensikapi kawan-kawannya yang mengambil dana ke Ihya’ut Turots Kuwait. Dan juga karena Ahmad Izza tidak menghadiri dauroh Syaikh Ali cs pada tahun 2002 dan 2003. saya sendiri kurang tahu kenapa nggak hadir, yang jelas tidak menghadiri. Karena tidak menghadiri ini dianggapnya termasuk tidak mempunyai adab, nggak menghormati para ulama’. Kemudian dengan nggak hadirnya Ahmad Izza ke daurah Syaikh Ali cs th 2002 dan 2003 ini dianggapnya kurang adab dan juga tidak menghormati para Masyayikh. Akhirnya Ahmad Izza pun dikeluarkan, diberhentikan dari kemudiran, kemudian guru-guru yang lain masih dibiarkan untuk mengajar di situ, yang jelas Ahmad sebagai mudir diganti oleh sebagian ustadz yang ada di situ. Setelah itu Ahmad Izza mengirimkan 4 orang agar menyampaikan udzurnya tidak hadir pada tahun 2002-2003 ke Aunur Rofiq, kemudian ke Mubarok, kemudian ke Abdurrahman at-Tamimi, kemudian ke Yazid, ternyata Yazid nggak menerima: “Nggak ada udzur untuk Ahmad Izza!” Akhirnya terpaksa harus dibubarkan semuanya, akhirnya Ma’hadnya bubar.
Di sini kita mengetahui bahwasanya ternyata Yazid mempunyai ukuran al wala’ wal baro’, siapa saja yang menyikapi Ihya’ut Turots adalah termasuk orang yang harus dimusuhi, seperti kejadian tentang saya tadi pada tahun 2001 seperti kejadian Ahmad Izza pada akhir 2004, kemudian seperti kejadian dalam masalah ini yaitu atas Ismail, seorang santri al-Furqon kemudian (menjadi) santri saya disini kemudian pulang ke Lombok, daerah Bima sana. Itu juga kasusnya sama, dari sisi ini kita mengetahui bahwasanya Yazid termasuk orang yang bersikeras untuk jadi penguasa dalam masalah ini… sebagian kawan menceritakan kepada saya karena diketahui ternyata Ismail ini adalah satu dari murid-murid Abu Mas’ud. Maka disini kita melihat bahwasanya Yazid ini pemikirannya persis dengan Ja’far Umar Tholib , Abdurrahman Tamimi pemikirannya ini tidak ada bedanya: “siapapun yang menyelisihi mereka adalah harus di baro’. Dulu Ja’far pun seperti itu. Siapapun yang menyelisihi Ja’far Umar Tholib nggak peduli benar atau salah harus di baro’…. ternyata kita memiliki data-data yang seperti itu. Semoga saja orang-orang …yang lain(nya) semoga saja menjadi baik dalam arti tidak ambisi dalam kekuasaan. Kenapa kita lihat seperti ini? Apa masalahnya Abu Mas’ud dengan Yazid Jawas, apa permasalahannya Abu Mas’ud dengan dakwah Salafiyyah? Kalau mereka jantan dan ingin memang mencari kejelasan di atas al-Bayyinah, di atas terang benderang, kenapa mereka tidak menemui Abu Mas’ud ataupun membicarakan ataupun gimana? Diam-diam mereka berusaha memboikot si fulan, si fulan jangan dijadikan pengajar, kemudian si fulan di baro’ padahal permasalahannya adalah kadang-kadang dia tidak mengetahui nggak ada. Antara saya dengan Yazid nggak ada ngomong sebelumnya sama sekali! Kalau mereka menuntut bahwasanya antum mentahdzir fulan-fulan, apakah antum sudah kamu nasehati? Disini, pernahkah Yazid dan Aunur Rofiq, Abdurrahman Tamimi menasehati Abu Mas’ud dan yang semisalnya? Nggak pernah..! Sampai hari ini belum ada, sampai hari ini belum ada Abu Nida’ menasehati Abu Mas’ud , Aunur Rofiq, Abdurrahman Tamimi, Mubarak, Salim Ghanim, Yazid dan yang lainnya belum ada, sampai hari ini belum ada! Dan dari tuntutan mereka, katanya agar kita ini sebelumnya adalah nasehat dan macam-macam adalah mereka sendiri tidak mampu untuk memenuhi! Padahal permasalahan yang saya bicarakan tidak mengenai Yazid. Saya nggak pernah bicara tentang Yazid! Saya berbicara tentang LIPIA, As-Sofwah, Ihya’ut Turots Kuwait, al-Irsyad Tengaran! Saya tidak pernah membicarakan (tentang) Yazid itu siapa! Saya belum pernah menghizbikan Yazid sebelumnya! Ternyata tiba-tiba dia memberitakan, memproklamirkan, mengumumkan tentang dirinya adalah hizbi! Dengan tekanannya terhadap Aunur Rofiq agar saya diberhentikan! Bahkan sebagian pengakuannya kawan seperti Abdurrahman Buton (dimana Yazid berkata) desakannya terhadap Aunur Rofiq: “Kalau antum tidak mengeluarkan (Abu Mas’ud), kamu akan kami baro’!” Dan sebelumnya telah ditemui oleh ustadz Abdurrohim dari Sukoharjo, waktu itu aktif mengajar di al-Furqon, tujuannya untuk menjelaskan kepada Yazid tentang apa yang terjadi di Jogja pembicaraan antara Abu Mas’ud dengan kawan-kawan di Jogja. Tapi Yazid tidak mau menerima, dia tidak mau menerima karena dengan alasan, “Karena kamu (ustadz Abdurrohim) tidak alumni luar negeri!” Maka disini termasuk akhlak buruknya Yazid, padahal dia sendiri bukan alumni luar negeri! Dia dari mana? Dari PERSIS dan dari LIPIA! Kita tahu sendiri bahwasanya PERSIS akidahnya kaya’ apa? Manhajnya kaya’ apa? Fiqihnya kaya’ apa? AQLANIYYIN! Antum tahu sendiri LIPIA dan pemikirannya, dalam metode pengajarannya, siapa guru-guru mereka? Kemudian setelah itu kapan Yazid pernah belajar di depan para ulama’, pernah jadi TKI di Saudi Arabia waktu itu entah berapa bulan, dan dia sempatkan untuk bermajelis dengan Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah Ta’ala, dan ini (Yazid) adalah bukan santri-santri yang khusus (belajar sebagai santri) di depan beliau, (namun sekedar mustami’). Jadi pernahkah kita mengetahui bahwasanya orang yang bersikap congkak seperti itu, ketika ingin dijelaskan oleh sebagian kawan yang tahu masalah ini yaitu ustadz Abdurrohim dari Sukoharjo yang waktu itu beliau masih mengajar di al-Furqon, dia nggak mau, (dia) menolak! Jadi kita mendapati bahwa wataknya Yazid seperti itu! Jadi memang wataknya Ja’far dan Yazid ini wataknya memang mirip. Jadi orang-orang yang sifatnya ambisi dengan kekuasaan dalam masalah ini khususnya dalam masalah dakwah ini. Abdurrahman Tamimi? Kapan dia pernah belajar dakwah Salafiyyah? Ketika itu…baru-baru terakhir inilah dia mungkin dia pernah sering berkumpul dengan sebagian Masyaikh, sebelumnya mana tahu…bahkan dia mengakui sendiri dia sejak kecil sudah dibimbing dalam Ikhwanul Muslimin, tapi karena punya ambisi kekuasaan, kemudian diatasnamakan dakwah Salafiyyah maka orang-orang seperti ini ialah orang-orang yang berbuat tanpa berfikir, oleh karena itu kita nasehati sebagian kawan untuk jangan bermodel seperti orang yang suka kekuasaan (Hubbur-Riyasah). Maka kita nasehatkan sebagian kawan-kawan, …untuk janganlah jadi kaum Sayyid, minta dipertuan. Nah yang ini yang kita takutkan dari permasalahan ini, maka untuk itu nasehat kita untuk semua ikhwan, semuanya adalah harus mengagungkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar yaitu dari Salafush Sholeh. Kemudian di sana kita tidak memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan Ma’had secara pribadi…walaupun akan menerjang dengan dalil-dalil yang shahih atau menerjang dengan perkara-perkara yang sifatnya itu jelas.
Adapun apa yang ditulis oleh Firanda dalam kitabnya itu adalah: dia mengatakan bahwasanya Ihya’ut Turots Kuwait ini adalah masalah-masalah ijtihadiyah masalah khilafiyyah yang tidak boleh dibangun di atasnya hajr. Ini termasuk perkara yang sifatnya itu menyelisihi waqi’! Bahkan dia telah termasuk orang yang berkomplotan dengan Yazid Jawas dan kawan-kawan Abu Nida’. Bahkan mereka sendirilah yang memiliki watak hajr! Buktinya hajr yang dilakukan terhadap Abu Mas’ud! Terhadap ustadz Nurul Yaqin! Terhadap Ismail dan juga terhadap Ahmad Izza dan kawan-kawannya di Lampung! Jadi yang memiliki tindakan hajr itu sebetulnya adalah dari pihak-pihak Yazid sendiri ketika adanya perkara-perkara yang tidak sepaham dengan otak mereka! Jadi permasalahan yang ditulis panjang lebar oleh sebagian kawan di buku-buku itu adalah sebetulnya membuat capek orang yang membaca! Tapi ringkasannya adalah kalau orang ingin tahu tentang keadaan yang terjadi di Indonesia yang mudah meng-hajr yang mudah men-tahdzir adalah mereka sendiri yang sifatnya tanpa adanya suatu keterangan sebelumnya tanpa adanya Iqomatul Hujjah! Nggak pernah seorang pun dari makhluk mereka atau kalangan mereka ini yang pernah menegakkan hujjah atas Abu Mas’ud atau atas yang lain dalam masalah ini! Bahkan tiba-tiba saja langsung pake’ kekuasaan. Jadi modal mereka adalah memakai kekuasaan. Jadi kalau memakai hujjah nampaknya mereka nggak mampu, maka karena nggak mampu nah pakai cara yang Fir’auniyah yaitu memakai kekuasaan! Nah dulupun Ja’far seperti itu karena nggak mampu untuk Iqomatul Hujjah. Jadi yaa memakai kekuasaan dia, maka mungkin kita perlu waspada dengan beberapa contoh ini agar kita bisa melihat ke belakang sesuatu yang telah berlalu, kemudian kita bisa mengambil I’tibar. Mungkin sampai disini dulu kita cukupkan…do’a kifaratul majelis. Selesai… ” (Ditranskrip oleh Abu Dzulqarnain Abdul Ghafur Al Malanji)
Entri ini dituliskan pada Maret 4, 2007 pada 3:47 am dan disimpan dalam Jarh, Kesaksian. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Baik komentar maupun ping saat ini ditutup.
Berkata al Ustadz Abu Mas’ud: “Khutbatul Hajat Thoyyib insya Allah, dalam kedatangan kawan-kawan dari Ma’had Al-Bayyinah (Sedayu, Gresik-ed) ke Ma’had kita, yaitu (Ma’had) Umar bin Al-Khattab dalam rangka mencari kejelasan atas perkara yang selama ini terjadi di pertengahan dakwah Salafiyyah di Indonesia. Adapun yang akan kita bicarakan sebagaimana permohonan sebagian kawan di sini, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan masalah perpecahan yang ada dalam medan dakwah Salafiyyah di Indonesia. Dan di sini saya Abu Mas’ud karena juga termasuk mengetahui sedikit perkara seputar masalah ini, maka sebagian kawan memohon agar saya menjelaskan kepada orang-orang yang mungkin membutuhkan untuk masalah ini dan semoga apa yang akan kita jelaskan bermanfaat bagi kita semua yang hadir di sini, bagi kawan-kawan yang sampai kepadanya tentang masalah ini melalui beberapa perantara, mungkin melalui kaset, mungkin melalui tulisan dan melalui internet atau yang semisal dengannya.
Yang akan kita bicarakan, yaitu mungkin beranjak dari apa yang dikenal dengan dakwah Salafiyyah di Indonesia. Dulu, ketika saya masih di Pakistan pada tahun 1990-1994 permasalahan yang semisal ini sudah pernah terjadi dibicarakan di sana. Kemudian, setelah saya pindah ke Saudi Arabia tepatnya di kota Mekkah, permasalahan ini juga termasuk permasalahan yang sudah sering dibicarakan, baik masalah Ihya’ut Turots Kuwait, baik masalah-masalah Jum’iyah yang lain atau masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah manhaj, ini sudah pernah dibicarakan panjang lebar. Kemudian, sepulang saya dari Saudi Arabia sekitar pada tahun 1995, di pertengahan tahun waktu itu saya belum pernah mendengar masalah ini di Indonesia karena saya masih awal. Setelah itu, pada tahun 96 saya sebagai pengajar di Al-Furqon Gresik di Ma’hadnya Aunur Rofiq Ghufron. Nah..dari situ saya terus mendengar beberapa permasalahan seputar dakwah Salafiyyah di negeri kita ini sebagaimana yang dulu saya dengar di Saudi Arabia atau di Pakistan sebelumnya.
Kemudian, permasalahan yang berkaitan dengan masalah perpecahan dakwah Salafiyyah dan ini adalah berawal dari sebagian kawan para da’i di Indonesia ini bermuamalah dengan beberapa yayasan yang dikenal dengan yayasan penyandang dana, seperti As-Sofwah, seperti Ihya’ut Turots Kuwait dan yang lain banyak sekali seperti Al-Haramain atau beberapa yayasan yang mungkin kita tidak perlu menyebutkannya, yang jelas banyak sekali. Dari sini timbul sebagian koreksi-mengkoreksi atas sebagian para da’i waktu itu, kita dengar perselisihan antara Jafar Umar Tholib dengan Abu Nida’ cs, Aunur Rofiq dan yang lain yang berkumpul dengan mereka. Ketika saya mendengar tentang masalah ini, waktu itu adalah berkenaan dengan masalah Yayasan As-Sofwah. Waktu itu pembicaraan tentang As-Sofwah sudah panjang lebar dibicarakan dengan Ja’far Umar Tholib dan kawan-kawan.
Ketika itu saya mendengar masalah ini, ketika itu saya bertanya kepada kawan-kawan yang saya percaya bahwasanya menurut pengakuan sebagian kawan-kawan As-Sofwah adalah sebuah Yayasan yang disebut kawan-kawan menyandang dana dalam arti hanya sekedar membantu. Adapun misi yang lain di sela-sela membantu itu ataupun di waktu dia membantu ini waktu itu tidak diketahui tentang keburukannya, karena sebagian kawan yang saya tanya jawabannya adalah: “Ya selama ini –katanya- tidak ada masalah.” Dan kita ketahui Muhammad Khalaf secara khusus arahnya tidak macam-macam dalam arti tidak membikin repot dalam masalah dakwah sementara kritikan gencar dari Ja’far Umar Tholib dan kawan-kawan yang sepaham waktu itu. Ketika itu ya kita tidak… kalau saya pribadi saya tidak mempercayai tentang kritikan dari Ja’far Umar Tholib, kenapa? Karena kita mendapatkan beberapa koreksi tentang Ja’far Umar Tholib dari sisi tidak jujurnya ketika bercerita atau dalam sisi tidak cocok antara apa yang ia ceritakan dengan kenyataan yang berkaitan dengannya. Maka prinsip saya secara pribadi saya tetap juga membolehkan mengambil dana dari Yayasan As-Sofwah tapi di saat itu saya terus melihat, mencari sejauh mana Yayasan As-Sofwah ini dalam masalah penyelisihannya terhadap syari’at Islam, terhadap manhaj akhirnya sayapun pernah ketemu sekali dengan Muhammad Khollaf di al-Furqon, ketika saya tanya-tanya tentang masalah tertentu berkaitan dengan masalah manhaj di situ saya memiliki sedikit koreksi terhadap dia.
Kemudian permasalahannya ini semakin terus memanjang, dan ini kejadiannya sekitar tahun 99, kemudian pada tahun 2000 ternyata yayasan As-Sofwah waktu itu mengirim sebuah undangan tapi melalui pihak al-Furqon dalam arti undangan yang datangnya dari As-Sofwah melalui via telepon kemudian dikirim sebagian kawan di al-Furqon yaitu oleh Rahmat Hadi kemudian dibahasakan dalam bentuk tulisan. Nah, isinya adalah mengajak adanya pertemuan untuk muqobalah antara ustadz-ustadz al-Furqon dan karyawan, mungkin seperti itu, semisal dengan itu, pertemuan ini maunya diadakan di al-Irsyad Surabaya, isinya adalah untuk membicarakan masalah maudhu’ dakwah dan mutu para da’i, menurut pengakuan As-Sofwah ini katanya permintaan para muhsinin Saudi Arabia tapi dalam isi undangan ini ada sedikit keganjalan atau permasalahan yang kita bicarakan yang kita anggap itu perkara yang menyelisihi manhaj , di situ dijelaskan bahwasanya tidak boleh tidak hadir dalam menghadiri undangan ini dan tidak boleh udzur dan barangsiapa yang tidak hadir maka dianggap keluar dari guru atau karyawan al-Furqon. Nah isi undangan yang semacam ini saya nilai menyelisihi manhaj dalam arti As-Sofwah adalah sekedar Yayasan yang membantu al-Furqon dalam rangka untuk berdakwah, karena ada sisi mendikte al-Furqon untuk menganggap keluar atau masuknya seorang guru tergantung dia karena barang siapa yang tidak hadir dianggapnya keluar dari guru atau karyawan al-Furqon sementara undangan tadi itu bikinannya As-Sofwah yang diminta oleh As-Sofwah agar ditandatangani oleh Aunur Rofiq. Aiwa, ditandatangani. dan menyebarkannya diantara guru-guru di al-Furqon diantaranya saya dan ustadz Nurul Yaqin dan yang lainnya, karena saya melihat ini adalaah menyelisihi manhaj saya langsung. saya banting-banting itu isi undangan dan besoknya saya datangi Aunur Rofiq ke rumahnya, saya tanya sejauh mana hubungan antum dengan As-Sofwah jawabnya sejauh apa yang kita ketahui adalah sekedar mereka membantu dan kami menggunakan dana untuk kepentingan dakwah. “Cuma itu?” Jawaban beliau : “Ya”. “Kemudian apakah tidak ada nanti terakhirnya itu Ma’had ini dikuasai oleh mereka?”, “Tidak ada”, (jawab Aunur Rofiq). Tapi kenyataan yang ada dalam undangan ini adalah ada sisi kekuasaan atas mereka atau ada sisi penguasaan dari mereka atas al-Furqon maka itu saya bilang sama Aunur Rofiq: yang jelas saya nilai ini adalah undangan yang bermakna hizbiyah saya tidak hadir dalam acara yang akan diadakan di Surabaya, di al-Irsyad, saya pribadi saya nggak hadir.
Kemudian setelah itu sebagian guru muda di sana bertanya kepada Aunur Rofiq karena mendengar saya tidak hadir. Maka menurut sebagaimana yang disyaratkan dalam isi undangan, barangsiapa yang tidak hadir dianggap keluar dari guru atau karyawan al-Furqon, akhirnya sebagian guru muda menjumpai Aunur Rofiq (dan bertanya): “Apakah Abu Mas’ud tahun ajaran baru depan ini masih disuruh mengajar disini?” Kata Aunur Rofiq: “Masih, kalau mau”. Akhirnya sebagian guru yang mendengar itu datang ke tempat kami disini, menemui saya dan menemui ustadz Nurul Yaqin untuk menawarkan dan menanyakan: “Apakah masih mau mengajar di sana?” Saya bilang: “Saya masih mau mengajar asal hubungannya al-Furqon dengan As-Sofwah tidak semisal itu, tidak seperti itu. Akhirnya mereka sidang, para guru-guru muda ini sidang membicarakan masalah ini menimbang antara mashlahat dan madhorot, kalau kita menuruti undangannya As-Sofwah kita akan kehilangan Abu Mas’ud, kalau kita nanti memakai Abu Mas’ud kita akan kehilangan dana. Kemudian mana yang lebih ashlah, mana yang lebih menguntungkan dalam masalah dakwah, akhirnya mereka memutuskan menghadiri undangan itu tapi dalam rangka mempermasalahkan isi undangan, sementara mereka Abubakar al-Fui yang didampingi oleh Farid Okbah itu ndak tahu rencananya guru-guru itu ke al-Irsyad. Mereka mendatangi undangan dikiranya sekedar langsung mulus gitu aja, ternyata sampai sana dipermasalahkan isi undangan yang ditulis oleh pihak al-Furqon atas suruhan As-Sofwah tadi itu. Setelah dipermasalahkan panjang lebar sampai lama akhirnya terakhir tidak ada pertemuan, kenapa? Karena mereka memohon agar Abu Mas’ud jangan dikeluarkan dengan tidak hadirnya ini, (sementara) mereka (As-Sofwah) meminta agar dikeluarkan karena tidak menuruti isi undangan. Akhirnya mereka memutuskan semuanya tidak menerima muqobalah, tidak menerima pertemuan dan titik terakhirnya akhirnya As-Sofwah pun memutus hubungan dengan al-Furqon karena tidak mau menuruti mereka, dalam arti adanya muqobalah yang disyaratkan siapa yang tidak hadir dianggap keluar dari guru atau karyawan al-Furqon.
Waktu itu Aunur Rofiq tidak ada di Jawa, Aunur Rofiq dikirim oleh As-Sofwah ke Medan dalam rangka berdakwah, kemudian..ini pada tahun 2000. Kemudian pada tahun 2001 akhirnya saya pun tetap mengajar dari 2000-2001 karena As-Sofwah sudah memutus dana dan saya masih mau mengajar karena sudah tidak ada hubungan dengan As-Sofwah yang di atas pernyataannya yang batil tadi itu, karena mereka juga berani menolak isi undangan yang tadi itu, ndak menerima adanya muqobalah akhirnya As-Sofwah pun memutus dana dan kita pun masih tetap mengajar selama setahun pada tahun 2001.
Lha…pada tahun 2001 saya ketemu Sholeh Su’aidi di rumahnya di Salatiga. Waktu itu kita bicara-bicara tentang masalah umum lha tiba-tiba Sholeh Su’aidi ini nyeletuk bicara masalah tidak senangnya hubungannya Jamilurrohman dengan As-Sofwah. karena dia juga termasuk baru pulang dari Yaman dan memberikan pernyataan seperti itu maka sayapun akhirnya sambut..saya sambut, saya tambah, saya jelaskan pada dia tentang tindakannya As-Sofwah selama ini di al-Furqon. Akhirnya Sholeh Su’aidi bersikeras, agar apa? (agar) Saya ini menjelaskan di depan kawan-kawan di Jogja tentang masalah As-Sofwah, tapi saya nggak mau, saya keberatan, kenapa? Karena saya takut nanti dikatakan rebutan uang, karena pernah sebagian kawan cerita sama kawan-kawan di Bukhori, Ma’had Bukhori di Solo, diantara mereka ada yang menyatakan dulu kamu ndak pernah bicara tentang As-Sofwah, sekarang di putus dana baru bicara. Nah saya mendengar kalimat ini saya ndak mau jadi orang yang kedua dikatakan rebutan duit , saya ndak mau bicara masalah ini. Akhirnya Sholeh pun menekan sampai pagi saya mau pulang pamitan pulang dari Salatiga ke Jatim ditekan terus di jalan. Akhirnya saya bilang saya mau tapi dengan syarat: “Kamu ikut dalam masalah ini, dan yang punya acara kamu dan saya sekedar memberikan penjelasan di belakang kamu” Sholeh pun akhirnya mau, terus kita janjian, membikin waktu, waktu itu kita tetapkan tgl 20 April 2001 akhirnya terjadilah pembicaraan masalah ini di Jogja di Jamilurrohman, dan isi pembicaraan bukan hanya sekedar masalah As-Sofwah tapi menyangkut masalah dakwah secara umum. Di situ kita bicarakan demi mengutuhkan dakwah ini biar ndak berpecah-belah, dakwah Salafiyyah ini biar ndak berpecah-belah, ndak semakin terpuruk. Akhirnya waktu itu kita bicarakan demi dakwah Salafiyyah ini biar ndak berpecah-belah kita perlu bicara masalah-masalah tertentu, diantaranya apa? Kita harus menjaga jangan sampai kita ini mudah dipermainkan oleh orang-orang yang menyandang dana seperti As-Sofwah, demi menjaga dakwah Salafiyyah kita jangan menyekolahkan anak didik kita ke sekolah-sekolah yang tidak jelas pemikirannya seperti LIPIA, kemudian ditambah dengan masalah-masalah lain, waktu itu Sholeh Su’aidi menambah masalah Ihya’ut Turots Kuwait, demi menjaga dakwah Salafiyyah, kita jangan mengambil dana ke Ihya’ut Turots Kuwait.
Lha.. di saat itu kita angkat atau Sholeh Su’aidi yang mengangkat masalah fatwanya para ulama seputar Ihya’ut Turots Kuwait dari Syaikh Muqbil, Syaikh Rabi’ dari Syaikh Abul Hasan Al Ma’ribi (telah menyimpang jauh, untuk lebih jelasnya silakan merujuk pada artikel-artikel tentangnya di sahab.net-red) dan yang lainnya. Kemudian waktu itu saya memilih qoulnya Syaikh Rabi’, saya secara pribadi Abu Mas’ud memilih qoul Syaikh Rabi’ dalam arti tidak membolehkan walaupun tanpa syarat apapun pokoknya jelas ndak boleh. Saya memilih itu, adapun Sholeh Su’aidi waktu itu belum mengutarakan pendapatnya dan yang lain. Waktu itu semuanya diam… Jadi kita bicarakan dalam arti untuk mengutuhkan dakwah Salafiyyah di atas kelurusan ini, kita jangan menyekolahkan anak didik kita ke sekolah-sekolah yang tidak jelas seperti LIPIA, seperti Al-Irsyad Tengaran, adapun tentang masalah LIPIA, tentang masalah As-Sofwah tentang al-Irsyad Tengaran waktu itu kawan-kawan di Jogja memberikan beberapa tambahan tentang penjelasan yang saya jelaskan, dalam arti tidak ada sisi “tidak terima”. Untuk dalam majelis itu nampaknya yaa baik-baik saja, seolah-olah mereka sudah…malah mereka juga memberikan tambahan tentang berapa perkara yang dijadikan bahan koreksi atas al-Irsyad Tengaran dan atas As-Sofwah dan yang semisalnya. Waktu itu juga Sholeh Su’aidi memberikan tangguh (penangguhan) untuk memutuskan hubungan dari Ihya’ut Turots juga bukan perkara yang mudah karena sudah terlalu banyak membutuhkan dana, tapi kita juga perlu usaha sendiri. Maka untuk itu ketika berikan tangguh sekitar 2 tahun dalam rangka berupaya untuk meninggalkan sedikit demi sedikit.
Kita pulang ke Jatim. Akhirnya saya kira ya pernyataan ini sudah selesai, dalam arti apa? Mereka itu nampaknya setuju atas apa yang kita usulkan demi menjaga dakwah Salafiyyah ini dari perpecahan dan yang semisalnya. Ternyata tiba-tiba Abu Nida’ turun ke Gresik, ke Aunur Rofiq menjelaskan tentang apa yang saya bicarakan di sana (Jogja), kemudian kata Abu Nida’ diatasnamakan ini adalah kemauannya Abu Mas’ud atas nama al-Furqon dalam rangka untuk meninggalkan semua penyandang dana dari beberapa Yayasan. Padahal waktu itu saya berbicara di Jogja tidak atas nama al-Furqon tapi atas nama pribadi! Sayapun berangkat atas nama pribadi! Tidak atas nama al-Furqon atau Yayasan al-Furqon, tidak sama sekali! Akhirnya Aunur Rofiq mendengar cerita ini terus mungkin dia semakin..entah bagaimana, bingung atau rancu dalam pemikiran dia, akhirnya tiba-tiba Aunur Rofiq mengeluarkan surat pengeluaran pemberhentian atas saya dan ustadz Nurul Yaqin, tapi dengan bahasa yang nggak jelas……..antara ragu dan yaqin apakah ini pengeluaran atau tidak gitu. Akhirnya ustadz Kholif dalam rangka ziaroh kesana bersama ustadz Nurul Yaqin. Sebelumnya ustadz Kholif itu ziaroh ke Aunur Rofiq dia tanya, “Apakah antum memberhentikan ustadz Abu Mas’ud dan ustadz Nurul Yaqin dari mengajar disini?”, “Ya” (kata Aunur Rofiq’ dia mengakui). Karena diberhentikan, saya sudah selesai yaa sudah nggak ada masalah. Sayapun nggak merasa kurang enak ya biasa saja nggak ada masalah wong diberhentikan ya berhenti. Sayapun sudah lama mengajar di sana sudah 5 tahun. Jadi sayapun sudah agak capek dari awal ngajar sampai tahun 2001 itu pulang-pergi pulang-pergi terus pake sepeda motor. Akhirnya sayapun nggak mempermasalahkan, lha tiba-tiba setelah nikahnya ustadz Kholif dengan adiknya ustadz Nurul Yaqin disini, namanya ustadz Kholif inikan termasuk didikannya Aunur Rofiq sejak kecil, sambil acara keluarga karena punya bibi di sana, sambil juga mampir sama ustadz Nurul Yaqin ke Aunur Rofiq, di situ Aunur Rofiq nyeletuk tanpa ditanya : “Sebetulnya saya dengan antum berdua tidak ada permasalahan apa-apa, tidak ada perbedaan manhaj, tapi antum kami berhentikan karena desakan dari Yazid dan kawan-kawan Surabaya.” Ini pengakuannya Aunur Rofiq terhadap ustadz Nurul Yaqin dan ustadz Kholif tanpa ditanya waktu itu. Kitapun ndak tahu kenapa dikeluarkan? Ndak tahu, ndak urus, Kholif-pun tidak saya suruh tanya waktu dia tanya sendiri sebelumnya, ternyata (Aunur Rofiq-red) ngomong sendiri ternyata pemberhentian atas saya dan ustadz Nurul Yaqin waktu itu atas perintah Yazid dan kawan-kawan Surabaya. Ya kawan-kawan Surabaya waktu itu yang kita yakini, dhon yang rojih adalah Abdurrahman Tamimi cs.
Lha, akhirnya dari sisi ini saya langsung bersikap tegas tentang siapa Yazid sebenarnya. Ternyata otak pemberhentian atas nama saya dan yang lain adalah Yazid dan kawan-kawan Surabaya menurut pengakuannya Aunur Rofiq terhadap ustadz Nurul Yaqin dan ustadz Kholiful Hadi! Kemudian diperkuat oleh ustadz Abdurrohim: “memang itu tekanannya Yazid” kemudian diperkuat oleh ustadz Abdurrohman al-Buton bahwasannya memang tekanan Yazid! Lha kita nggak tau sebabnya ternyata Ibnu Yunus menjelaskan ketika bertemunya Ibnu Yunus dengan Yazid di Bogor pada tahun yang sama, tahun 2001. Lha di situ Yazid mengatakan kepada Ibnu Yunus :”Kamu jangan ikut-ikutan seperti Abu Mas’ud, dia “Ja’far tsani”, Ja’far kedua. Permasalahannya apa? Permasalahannya karena saya ini membicarakan As-Sofwah! Nah saya berbicara tentang As-Sofwah antum sudah dengar sendiri tadi itu sebabnya adalah ketika ia (As-Sofwah) memiliki tindakan berupa dikte terhadap al-Furqon agar menandatangani isi undangan yang dibikin di sana yang isi undangannya adalah: “Barangsiapa yang tidak hadir maka dianggap keluar dari guru atau karyawan al-Furqon.” Dan katanya ndak boleh udzur! Saya bicara tentang As-Sofwah dalam masalah itu, dan saya bicara tentang masalah LIPIA. Saya ketahui LIPIA adalah Ma’had yang miring dalam masalah manhaj, ini beberapa persaksian dari santri-santri LIPIA sendiri yang langsung bilang sama saya. Dan saya berbicara tentang masalah Ihya’ut Turots karena saya mengikuti qoul (perkataan) sebagian para ulama’ seperti Syaikh Rabi’ dan yang semisalnya. Adapun saya berbicara masalah al-Irsyad Tengaran, saya mengetahui dari beberapa persaksian yang datang dari sebagian kawan sendiri dari kawan-kawan dari Jamilurrahman dan dari murid-murid saya sendiri juga mengetahui. Maka disini permasalahan yang inti ternyata apa ? Yazid bersama kawannya itu adalah tidak rela kalau ada seorang yang membicarakan As-Sofwah! Bahkan ukuran al wala wal baro’ yang dibangun oleh Yazid Jawas adalah sesuai dengan akal pikirannya! Jadi, bicara seperti bicara tentang masalah As-Sofwah, memperingatkan sebagian kawan, menasehati, ini adalah dianggapnya memecah belah dakwah, kemudian diikut-ikutkan dengan pemikirannya Ja’far Umar Tholib . Terus terang, saya bicara ketika itu, saya menolak persaksiannya sebagian kawan seperti Ja’far Umar Tholib tentang masalah As-Sofwah kenapa? Kenapa saya tidak menerima? Karena Ja’far terkoreksi dari sisi kejujurannya, saya menolak khabar dari Ja’far bukan karena masalah lain tetapi karena telah masyhur bahwasanya Ja’far adalah seorang yang kadzab, yang tidak pernah jujur dalam beberapa masalah, khususnya dalam masalah seperti ini, maka itu saya menolak. Adapun ketika saya tahu tentang masalah As-Sofwah itu siapa, maka sayapun mensikapi, sayapun menjelaskan kepada sebagian kawan, kemudian dari sisi inilah timbul perpecahan Abu Mas’ud dengan kawan-kawannya yang dahulu, ini yang kita ketahui tentang masalah As-Sofwah.
Kemudian bersambung dalam masalah ini adalah masalah-masalah yang lain seperti mereka mengumbar bahwasanya saya adalah Ja’far kedua di Indonesia. Ini juga pernah didengar oleh Ibnu Yunus dari Cholid Bawazier : “Engkau jangan seperti Abu Mas’ud, Ja’far kedua”, ini diantaranya. Kemudian akhirnya terus timbul koreksi-mengkoreksi akhirnya sayapun termasuk tidak terima dalam masalah ini. Akhirnya sayapun memberikan suatu koreksi tegas terhadap siapa Yazid Jawas, maka sering saya lontarkan didepan kajian-kajian kita dan di depan kawan-kawan yang bertanya tentang masalah ini. Maka saya nilai bahwasanya orang-orang seperti Aunur Rofiq adalah orang-orang yang menuruti kemauan Yazid dan orang-orang yang punya kepentingan di dalam masalah ini seperti kawan-kawan mereka di Surabaya. Maka saya sendiri mempunyai koreksi jelas terhadap Aunur Rofiq bahwasanya dia termasuk orang yang mengekor Yazid dan juga turut bersekongkol dalam masalah ini. Bahkan sampai hari ini kita nggak mendapatkan koreksi dari mereka baik berupa kaset ataupun tulisan tentang As-Sofwa ataupun Ihya’ut Turots ataupun yang semisalnya.
Kemudian, masalah-masalah seputar Ihya’ut Turots, yang berkaitan dengannya adalah orang seperti Yazid. Permasalahannya hampir mirip, yaitu kejadian yang ada di Lampung bahwasanya di sana ada Ahmad Izza Abu Hammam. Beliau ini dulunya adalah seorang murid dan juga guru di al-Furqon, santri al-Furqon kemudian jadi guru di sana kemudian akhirnya pulang ke Lampung, ke kampung halamannya. Di sana, beliau ini berdakwah dalam sebuah Ma’had yang namanya Khidmatus Sunnah, Ma’had Khidmatus Sunnah ini adalah Ma’had yang dikelola oleh Ahmad Izza sebagai Mudirnya dan kawan-kawannya. Ada 4 orang sebagai gurunya dan ada santrinya. Ternyata Ma’had ini dalam masalah dananya dikelola oleh Cholid Bawazier atas rekomendasi Yazid dan juga Aunur Rofiq. Dengan pengelolaan dari Cholid Bawazier atas rekomendasi Aunur Rofiq dan Yazid juga dari dana operasionalnya, biaya operasionalnya ini dikirim dari sana. Pada suatu saat Ahmad Izza ini memang mensikapi Ihya’ut Turots Kuwait, dalam arti menghalangi sebagian kawan-kawannya agar jangan berhubungan dalam masalah dana ke Ihya’ut Turots Kuwait. Akhirnya terjadi perpecahan antara Ahmad Izza dan seorang guru yang ada di daerah dia di desa sekampung sana. Sebagian orang-orang yang ada di Ma’hadnya Ahmad Izza sendiri, dalam arti kalimat tidak satu dalam arti ada perselisihan dalam masalah ini. Ahmad Izza memberikan suatu ketegasan bahwasanya dia tidak membolehkan mengambil dana ke Ihya’ut Turots Kuwait karena melihat mudhorotnya lebih besar ketimbang manfaatnya bahkan termasuk perkara yang menjadikan terpecah belahnya dakwah Salafiyyah di Indonesia ini diantaranya. Masalah ini ternyata menjadikan tidak enaknya Yazid dan kawan-kawan. Bahkan sampai pernah turun ke sana Yazid, juga Aunur Rofiq dan juga yang lain sekitar 4 atau 5 guru-guru besar pergi di sana untuk sifatnya apa? Memberikan penjelasan terhadap Ahmad Izza, tapi Ahmad Izza tidak menerima, kenapa? Karena tidak jelas baginya, perkara yang jelas antara membolehkan dan tidak membolehkan, menurut mereka (Yazid dan kawan-kawan) kan jelas membolehkan sedangkan Ahmad Izza tidak membolehkan. Akhirnya Ahmad Izza tetap berdiri pada posisi tidak membolehkan. Akhirnya lambat laun, tahun 2002- sampai kemarin tahun 2004 akhir Ahmad Izza-pun dikeluarkan dari kemudiran di Ma’had Khidmatus Sunnah. Permasalahannya? Yaa mirip, karena Ahmad Izza mensikapi kawan-kawannya yang mengambil dana ke Ihya’ut Turots Kuwait. Dan juga karena Ahmad Izza tidak menghadiri dauroh Syaikh Ali cs pada tahun 2002 dan 2003. saya sendiri kurang tahu kenapa nggak hadir, yang jelas tidak menghadiri. Karena tidak menghadiri ini dianggapnya termasuk tidak mempunyai adab, nggak menghormati para ulama’. Kemudian dengan nggak hadirnya Ahmad Izza ke daurah Syaikh Ali cs th 2002 dan 2003 ini dianggapnya kurang adab dan juga tidak menghormati para Masyayikh. Akhirnya Ahmad Izza pun dikeluarkan, diberhentikan dari kemudiran, kemudian guru-guru yang lain masih dibiarkan untuk mengajar di situ, yang jelas Ahmad sebagai mudir diganti oleh sebagian ustadz yang ada di situ. Setelah itu Ahmad Izza mengirimkan 4 orang agar menyampaikan udzurnya tidak hadir pada tahun 2002-2003 ke Aunur Rofiq, kemudian ke Mubarok, kemudian ke Abdurrahman at-Tamimi, kemudian ke Yazid, ternyata Yazid nggak menerima: “Nggak ada udzur untuk Ahmad Izza!” Akhirnya terpaksa harus dibubarkan semuanya, akhirnya Ma’hadnya bubar.
Di sini kita mengetahui bahwasanya ternyata Yazid mempunyai ukuran al wala’ wal baro’, siapa saja yang menyikapi Ihya’ut Turots adalah termasuk orang yang harus dimusuhi, seperti kejadian tentang saya tadi pada tahun 2001 seperti kejadian Ahmad Izza pada akhir 2004, kemudian seperti kejadian dalam masalah ini yaitu atas Ismail, seorang santri al-Furqon kemudian (menjadi) santri saya disini kemudian pulang ke Lombok, daerah Bima sana. Itu juga kasusnya sama, dari sisi ini kita mengetahui bahwasanya Yazid termasuk orang yang bersikeras untuk jadi penguasa dalam masalah ini… sebagian kawan menceritakan kepada saya karena diketahui ternyata Ismail ini adalah satu dari murid-murid Abu Mas’ud. Maka disini kita melihat bahwasanya Yazid ini pemikirannya persis dengan Ja’far Umar Tholib , Abdurrahman Tamimi pemikirannya ini tidak ada bedanya: “siapapun yang menyelisihi mereka adalah harus di baro’. Dulu Ja’far pun seperti itu. Siapapun yang menyelisihi Ja’far Umar Tholib nggak peduli benar atau salah harus di baro’…. ternyata kita memiliki data-data yang seperti itu. Semoga saja orang-orang …yang lain(nya) semoga saja menjadi baik dalam arti tidak ambisi dalam kekuasaan. Kenapa kita lihat seperti ini? Apa masalahnya Abu Mas’ud dengan Yazid Jawas, apa permasalahannya Abu Mas’ud dengan dakwah Salafiyyah? Kalau mereka jantan dan ingin memang mencari kejelasan di atas al-Bayyinah, di atas terang benderang, kenapa mereka tidak menemui Abu Mas’ud ataupun membicarakan ataupun gimana? Diam-diam mereka berusaha memboikot si fulan, si fulan jangan dijadikan pengajar, kemudian si fulan di baro’ padahal permasalahannya adalah kadang-kadang dia tidak mengetahui nggak ada. Antara saya dengan Yazid nggak ada ngomong sebelumnya sama sekali! Kalau mereka menuntut bahwasanya antum mentahdzir fulan-fulan, apakah antum sudah kamu nasehati? Disini, pernahkah Yazid dan Aunur Rofiq, Abdurrahman Tamimi menasehati Abu Mas’ud dan yang semisalnya? Nggak pernah..! Sampai hari ini belum ada, sampai hari ini belum ada Abu Nida’ menasehati Abu Mas’ud , Aunur Rofiq, Abdurrahman Tamimi, Mubarak, Salim Ghanim, Yazid dan yang lainnya belum ada, sampai hari ini belum ada! Dan dari tuntutan mereka, katanya agar kita ini sebelumnya adalah nasehat dan macam-macam adalah mereka sendiri tidak mampu untuk memenuhi! Padahal permasalahan yang saya bicarakan tidak mengenai Yazid. Saya nggak pernah bicara tentang Yazid! Saya berbicara tentang LIPIA, As-Sofwah, Ihya’ut Turots Kuwait, al-Irsyad Tengaran! Saya tidak pernah membicarakan (tentang) Yazid itu siapa! Saya belum pernah menghizbikan Yazid sebelumnya! Ternyata tiba-tiba dia memberitakan, memproklamirkan, mengumumkan tentang dirinya adalah hizbi! Dengan tekanannya terhadap Aunur Rofiq agar saya diberhentikan! Bahkan sebagian pengakuannya kawan seperti Abdurrahman Buton (dimana Yazid berkata) desakannya terhadap Aunur Rofiq: “Kalau antum tidak mengeluarkan (Abu Mas’ud), kamu akan kami baro’!” Dan sebelumnya telah ditemui oleh ustadz Abdurrohim dari Sukoharjo, waktu itu aktif mengajar di al-Furqon, tujuannya untuk menjelaskan kepada Yazid tentang apa yang terjadi di Jogja pembicaraan antara Abu Mas’ud dengan kawan-kawan di Jogja. Tapi Yazid tidak mau menerima, dia tidak mau menerima karena dengan alasan, “Karena kamu (ustadz Abdurrohim) tidak alumni luar negeri!” Maka disini termasuk akhlak buruknya Yazid, padahal dia sendiri bukan alumni luar negeri! Dia dari mana? Dari PERSIS dan dari LIPIA! Kita tahu sendiri bahwasanya PERSIS akidahnya kaya’ apa? Manhajnya kaya’ apa? Fiqihnya kaya’ apa? AQLANIYYIN! Antum tahu sendiri LIPIA dan pemikirannya, dalam metode pengajarannya, siapa guru-guru mereka? Kemudian setelah itu kapan Yazid pernah belajar di depan para ulama’, pernah jadi TKI di Saudi Arabia waktu itu entah berapa bulan, dan dia sempatkan untuk bermajelis dengan Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah Ta’ala, dan ini (Yazid) adalah bukan santri-santri yang khusus (belajar sebagai santri) di depan beliau, (namun sekedar mustami’). Jadi pernahkah kita mengetahui bahwasanya orang yang bersikap congkak seperti itu, ketika ingin dijelaskan oleh sebagian kawan yang tahu masalah ini yaitu ustadz Abdurrohim dari Sukoharjo yang waktu itu beliau masih mengajar di al-Furqon, dia nggak mau, (dia) menolak! Jadi kita mendapati bahwa wataknya Yazid seperti itu! Jadi memang wataknya Ja’far dan Yazid ini wataknya memang mirip. Jadi orang-orang yang sifatnya ambisi dengan kekuasaan dalam masalah ini khususnya dalam masalah dakwah ini. Abdurrahman Tamimi? Kapan dia pernah belajar dakwah Salafiyyah? Ketika itu…baru-baru terakhir inilah dia mungkin dia pernah sering berkumpul dengan sebagian Masyaikh, sebelumnya mana tahu…bahkan dia mengakui sendiri dia sejak kecil sudah dibimbing dalam Ikhwanul Muslimin, tapi karena punya ambisi kekuasaan, kemudian diatasnamakan dakwah Salafiyyah maka orang-orang seperti ini ialah orang-orang yang berbuat tanpa berfikir, oleh karena itu kita nasehati sebagian kawan untuk jangan bermodel seperti orang yang suka kekuasaan (Hubbur-Riyasah). Maka kita nasehatkan sebagian kawan-kawan, …untuk janganlah jadi kaum Sayyid, minta dipertuan. Nah yang ini yang kita takutkan dari permasalahan ini, maka untuk itu nasehat kita untuk semua ikhwan, semuanya adalah harus mengagungkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar yaitu dari Salafush Sholeh. Kemudian di sana kita tidak memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan Ma’had secara pribadi…walaupun akan menerjang dengan dalil-dalil yang shahih atau menerjang dengan perkara-perkara yang sifatnya itu jelas.
Adapun apa yang ditulis oleh Firanda dalam kitabnya itu adalah: dia mengatakan bahwasanya Ihya’ut Turots Kuwait ini adalah masalah-masalah ijtihadiyah masalah khilafiyyah yang tidak boleh dibangun di atasnya hajr. Ini termasuk perkara yang sifatnya itu menyelisihi waqi’! Bahkan dia telah termasuk orang yang berkomplotan dengan Yazid Jawas dan kawan-kawan Abu Nida’. Bahkan mereka sendirilah yang memiliki watak hajr! Buktinya hajr yang dilakukan terhadap Abu Mas’ud! Terhadap ustadz Nurul Yaqin! Terhadap Ismail dan juga terhadap Ahmad Izza dan kawan-kawannya di Lampung! Jadi yang memiliki tindakan hajr itu sebetulnya adalah dari pihak-pihak Yazid sendiri ketika adanya perkara-perkara yang tidak sepaham dengan otak mereka! Jadi permasalahan yang ditulis panjang lebar oleh sebagian kawan di buku-buku itu adalah sebetulnya membuat capek orang yang membaca! Tapi ringkasannya adalah kalau orang ingin tahu tentang keadaan yang terjadi di Indonesia yang mudah meng-hajr yang mudah men-tahdzir adalah mereka sendiri yang sifatnya tanpa adanya suatu keterangan sebelumnya tanpa adanya Iqomatul Hujjah! Nggak pernah seorang pun dari makhluk mereka atau kalangan mereka ini yang pernah menegakkan hujjah atas Abu Mas’ud atau atas yang lain dalam masalah ini! Bahkan tiba-tiba saja langsung pake’ kekuasaan. Jadi modal mereka adalah memakai kekuasaan. Jadi kalau memakai hujjah nampaknya mereka nggak mampu, maka karena nggak mampu nah pakai cara yang Fir’auniyah yaitu memakai kekuasaan! Nah dulupun Ja’far seperti itu karena nggak mampu untuk Iqomatul Hujjah. Jadi yaa memakai kekuasaan dia, maka mungkin kita perlu waspada dengan beberapa contoh ini agar kita bisa melihat ke belakang sesuatu yang telah berlalu, kemudian kita bisa mengambil I’tibar. Mungkin sampai disini dulu kita cukupkan…do’a kifaratul majelis. Selesai… ” (Ditranskrip oleh Abu Dzulqarnain Abdul Ghafur Al Malanji)
Entri ini dituliskan pada Maret 4, 2007 pada 3:47 am dan disimpan dalam Jarh, Kesaksian. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Baik komentar maupun ping saat ini ditutup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.